Entah dari mana rasa sakit itu muncul kembali dalam hatinya. Meski ia belum benar-benar tahu apa yang sedang terjadi, tapi kecurigaannya terhadap sosok anak kecil dalam pangggilan video yang baru saja dilihat mengarah pada hubungan Lukas dengan wanita bernama Hana.Naya memandangi langit yang mulai terang di luar sana. Dia menghela napas untuk kesekian kalinya. Cara Naya menenangkan diri walau tentu tidak bisa sepenuhnya. "Mau aku antar sekarang?" Tiba-tiba Lukas muncul, wajahnya tampak lebih tenang dari sebelumnya.Naya memegang dan memijat bahunya sendiri. "Kan aku udah bilang nggak usah.""Atau aku aja gimana? Kak Lukas jagain Kak Hana aja. Dia butuh kakak di sampingnya." Eva ikut menawarkan jasa. "Aku bawa mobil."Asing, tentu saja. Naya baru mengenal Eva sekian jam lalu, tapi perempuan yang terlihat lebih muda darinya itu sudah bersedia mengantar pulang. Tetapi sesi seperti ini tidak ingin Naya lewatkan begitu saja. Dia bisa mendapat lebih banyak informasi mengenai Hana dan Luk
Sudah puluhan kali Naya mengatakan bahwa, dia tidak menyukai grup itu. Bahkan lagu-lagunya saja tidak dia kenal betul, sekadar tahu kalau grup dengan musik pop punk itu lagi populer dan banyak dibicarakan.Solar? Bensin? Minyak tanah? Apalah namanya yang jelas Maria terus-terusan membujuknya untuk ikut datang ke konser kecil mereka malam ini. Maria menarik tangan Naya dengan sekuat tenaga, sampai wanita berambut panjang itu terpaksa ikut menuju tempat mobil Yaris silver kesayangan Maria di parkiran.Maria membukakan pintu penumpang depan. "Masuk nggak lo! Kalau nggak kita bukan temen! Rugi lo nggak punya temen kayak gue!"Naya memandangi wajah Maria, matanya menyipit dan kening mengkerut. "Kan udah gue bilang, gue seenggak tahu itu sama Solar, yang ada mati gaya gue di sana. Nama yang nyanyi nggak tahu, laguny
Posisi Evan yang terlalu dekat, bercampur suara berat pria itu sekilas membuat Naya terpesona. Tapi Naya segera menggeleng dan menutup matanya, menjauh dari tubuh Evan. Naya kembali mengatur napas. Dia menoleh ke arah kerumunan penonton di depan stage, tidak terlihat Maria sedikitpun, padahal sekarang juga dia butuh temannya itu untuk bantu atasi kondisi aneh ini. Naya pun lagi-lagi tersenyum kikuk tanpa tahu ingin membalas dengan kata-kata apa yang diucapkan oleh Evan.Evan yang menyadari suasana canggung ini memainkan gelas di tangannya, campuran bir dan perasan lemon. “Kenapa? Merah banget mukanya.”Naya mengelus pipinya sendiri. “Oh, iya, biasa, nggak kuat kalau minum alkohol banyak-banyak.”Tentu jawabannya tidak masuk di akal mengingat mereka baru saja menenggak sedikit minuman dari gel
Apa dia suka nongkrong di sana? Apa kalau aku ke sana bisa ketemu dia? Naya menepuk dahinya sendiri. Dia tidak mengerti mengapa keinginannya bertemu lagi dengan Evan begitu tinggi. Sudah sangat lama dia tidak merasakan perasaan spesial seperti ini.Padahal pertemuan saat itu biasa saja. Sama seperti Bimo yang sesekali menggodanya di kantor. Tapi bayangan tentang pria bernama Evan itu terus muncul di kepala. Apa karena aku kangen sama Lukas, ya? Apa karena aku ngerasa kosong? Aku jarang ngabisin waktu sama Lukas karena dia sibuk. Naya terus memutar otak, mencari jawaban.Sebenarnya sudah biasa jika ia harus libur bertemu pacarnya, Lukas memang selalu sibuk dan tidak suka pergi ke pusat keramaian, ia ingib membeli sesuatu.
Tidak lama, Evan membawanya kembali ke meja untuk menghabiskan minum mereka.“Kamu bawa mobil atau motor?” Naya melihat roknya, akan sangat heboh jika ia harus naik motor dengan pakaian kerjanya itu.“Tenang, aku bawa mobil.” Evan membimbing Naya ke mobilnya yang terparkir, mempersilakan masuk dengan membukakan pintu. Naya tersenyum dengan perlakuan Evan kepadanya.Setelah memberi tahu arah apartemennya, mereka pun sampai. Evan memilih mengambil parkir daripada membuat Naya turun di lobby layaknya menurunkan penumpang dari mobil taksi.“Padahal di lobby aja.” Naya mengepak barangnya, bersiap turun dari mobil. “Thank you, lagi. Hahaha perasaan aku thank you mulu ya ke kamu.”
Pagi ini Naya terbangun sebelum alarm di ponselnya berbunyi. Sambil bersandar pada kepala kasur, ia memijat kepalanya. Rasanya pengar. Naya juga merasakan mual dan panas di perutnya. Dia menghela napas, menutup mata. Tidak, semalam dia tidak begitu mabuk dan masih sadar akan semuanya. Dia sempat bersih-bersih, menghapus riasan, mandi dan keramas menggunakan air hangat, serta menyeduh peppermint tea.Kalau kangen, aku kerja di Fleur. Ya, itu chat yang Evan kirim tadi malam setelah dia berhasil mengusir pria itu dari apartemennya.Naya pun mengingat bagaimana pria asing bernama Evan semalam mengantarnya pulang dan berhasil menciumnya. Tangan Naya refleks menyentuh bibirnya saat bibir Evan memainkan bibirnya. Dia menggeleng, berusaha membuang ingatan tentang kejadian semalam.
Sejak sampai kembali ke apartemen Naya merasa gelisah. Dia memandangi jam dinding dan jam pada ponselnya bergantian. Setelah berhasil meminta Lukas untuk pulang lebih cepat dengan alasan ingin istirahat, Naya berharap apa yang dikatakan oleh Evan adalah sebuah kebenaran. Benar jika itu merupakan janji untuk bertemu.Lagipula Lukas baik-baik saja dan terlihat senang ketika ia meminta pulang, tidak memakan banyak waktu di mall, tempat yang membosankan bagi Lukas. Lalu bagaimana Naya bisa yakin bahwa Evan akan muncul di lobby nanti?"Ah, udahlah… Cowok kayak dia juga punya bakat jadi cowok brengsek, goda sana, goda sini." Naya membanting ponsel, pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Dia memutuskan untuk menghabiskan malam dengan menonton series sambil menikmati camilan yang ia beli saat pergi tadi.Jam
Lukas jarang memberinya ciuman. Seperti ciuman yang dilakukan oleh Evan sekarang. Bagi Naya, pria asing di hadapannya ini hadir untuk membayar semua hal yang ia harapkan ada di diri Lukas. Dia selalu ingin Lukas lebih berani dalam mengutarakan perasaan dalam hubungan spesial mereka. Termasuk ucapan manis dan menggoda yang sekarang malah Naya dapatkan dari Evan, orang yang baru dia kenal.Kedua tangan Evan menarik perlahan cardigan yang Naya, melepasnya, dan lanjut membuka atasan piyama dengan tetap melumat bibir Naya yang kini semakin ganas karena Naya sudah mampu mengikuti.Yang ada di pikiran Naya hanya menikmati apa yang dilakukan Evan kepadanya dan terpesona dengan bentuk wajah pria itu. Ketika wajah mereka semakin dekat, Naya bisa melihat lebih rinci wajah Evan yang baginya biasa tapi istimewa. Alis Evan yang tidak tipis, tapi juga tidak tebal.