Dinda memarkirkan motornya tepat di sebelah mobil Avanza berwarna putih yang terparkir di halaman rumah. Dinda sudah kenal betul siapa pemilik mobil itu, sehingga ia melangkah malas menuju rumah menyusul Nadira yang sudah berlarian terlebih dulu. Tadi Alvian mengantarkan Dinda kerumah kakaknya untuk menjemput Nadira yang berada disana. Sebelumnya, Nadira tak ingin ikut ke cafe karena ia ingin bermain dengan sepupunya. Sehingga Dinda terpaksa meninggalkan Nadira di rumah kakaknya begitu pula dengan motor maticnya.
"Ada apalagi bajingan itu kerumah."
gumam Dinda kesal."Ayah." suara Nadira terdengar sampai keluar rumah, mengganggu indera pendengaran Dinda.
"Assalamualaikum," Dinda mengucap salam, yang ada di dalam menjawab salam dengan serempak. Terlihat Nadira yang sudah berada dalam pangkuan mantan suaminya dengan wajah senang.
Dinda meraih tangan Bapaknya lalu mencium punggung tangan pria yang sudah beruban itu dengan sopan.
"Maaf pak, Dinda dan Nadira baru pulang. Dinda mandi dulu, badan Dinda lengket."
"Memangnya kamu sama Nadira darimana? Pergi dari pagi,malam baru pulang? Kasian Nak Bayu Nungguin dari sore."
Siapa suruh nungguin aku. Ingin rasanya kalimat itu yang ia lontarkan.
"Dari rumah teman pak. Tadi sore hujan, setelah hujan reda Dinda baru menjemput Nadira dirumah kakak." Dinda menjelaskan. Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya.
"Dari rumah temen apa dari rumah tukang ojek?" Suara Bayu membuat Dinda geram. Ingin rasanya ia merobek mulut mantan suaminya.
Tapi Dinda malas menanggapi, ia mengabaikan tatapan Bayu.
"Nadira sayang, ayo mandi bareng Bunda!"
"Jangan ajak Nadira mandi! Ini sudah malam. Tidak baik untuk anak kecil." Sungguh saat ini rasanya Dinda ingin meledak. Bayu sok perhatian pada anaknya, padahal dulu ketika masih bersama ia tak begitu perduli pada anak mereka. Dinda mengepalkan tangannya, entah kenapa ia sangat membenci mantan suaminya ini.
"Nadira sayang, Bunda mandi dulu ya. Nanti Bunda bacain dongeng sebelum tidur."
"Oke Bun." Nadira mengacungkan jari jempolnya. Dinda mengedipkan sebelah matanya kearah Nadira yang masih setia duduk di pangkuan sang mantan suami.
"Pak, Dinda mandi dulu." Di balas anggukan oleh Bapaknya dan Dinda segera berlalu.
Dinda mengenakan piyama lengan panjang dengan rambut yang tergerai. Wanita itu terlihat lebih segar setelah mandi, ia ke ruang tamu untuk mengajak Nadira tidur. Tapi yang ia temui malah mantan suami yang tak tau diri itu disana sedang memainkan ponsel."Mana Nadira?" Tanya Dinda dingin.Bayu mendongak, melepaskan pandangannya ke depan menatap mantan istrinya yang terlihat semakin cantik dan seksi setelah perpisahan mereka. Pikiran Bayu sudah menerawang jauh membayangkan tubuh polos Dinda. Bayu mengulas senyum manis, yang justru membuat Dinda mual.
"Nadira sudah tidur di kamar Bapak." Ujarnya pelan. Bayu meletakkan ponselnya ke atas meja, lalu berdiri menghampiri mantan istri yang masih sangat ia cintai itu.
"Kemarilah, aku ingin berbicara dengan mu."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Aku lelah! Ingin tidur. Dan kau, pulanglah." Ucap Dinda dingin.
"Lelah?" Bayu menaikkan alisnya. Matanya tak sengaja melihat leher Dinda yang terdapat tanda kissmark disana. Ia mengepalkan kedua tangannya, darahnya mendidih membayangkan Dinda bercinta dengan kekasihnya. Wajah Bayu yang awalnya ramah, kini sudah berubah menjadi memerah.
"Oh aku tau. Kau kelelahan setelah bercinta dengan tukang ojek itu?" Tanya pria itu sinis. Seraya menelisik penampilan mantan istri yang semakin hari semakin menggoda. Meski wanita itu memakai piyama lengan panjang, tapi tak bisa menutupi dadanya yang sintal. Dengan tubuh yang berisi, menambah keseksian wanita berusia tiga puluh tahun itu.
"Apa yang aku lakukan tidak ada urusannya sama sekali dengan mu." Balas Dinda sinis. Ia segera membalikkan tubuhnya hendak kembali ke kamar, tapi dengan cepat Bayu menarik lengan Dinda. Ia tak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja.
"Mau kemana kamu? Aku belum selesai bicara!" Bayu menarik lengan Dinda dengan kasar.
"Lepasin!" Teriak Dinda dengan marah. Bayu terpaksa melepaskan cekalan tangannya, Dinda mengusap lengannya yang memerah.
"Aku ingin berbicara denganmu." Bayu memasang wajah memelas. Ia berusaha bersikap tenang karena tak ingin rencananya untuk mengajak Dinda rujuk akan gagal.
"Aku kan sudah bilang, tidak ada yang perlu di bicarakan!" Dinda terpaksa duduk, bukan ingin memberi kesempatan pada pria yang di bencinya. Tapi ingin mendengar apa yang akan di bicarakan oleh pria itu.
"Din, aku mohon. Beri aku kesempatan satu kali lagi. Kembalilah padaku, kita bangun rumah tangga yang bahagia. Aku janji akan berubah, aku tak akan kasar lagi." Kini Bayu berlutut di depan Dinda dan meraih tangannya dari genggaman ayah dari anaknya itu.
"Lepasin! Aku tidak akan pernah kembali padamu. Lagi pula aku sudah mendapatkan pengganti yang jauh lebih dari kamu!" Dinda menepis tangan Bayu dan menggeser posisi duduknya menjauh.
Bayu memejamkan mata, mengepalkan kedua tangannya. Hatinya sangat sakit mendengar apa yang di ucapkan oleh Dinda. Ia tak akan rela jika Dinda di miliki orang lain."Kau tidak boleh bersama siapapun Din. Kamu hanya boleh menjadi milikku!" Geram Bayu dengan mata yang memerah menahan amarah.
"Apa urusan kamu? Ini hidupku, siapapun yang menjadi pilihan ku itu urusanku! Tidak ada hubungannya sama sekali denganmu!"
"Aku suamimu! Kamu istriku! Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun menyentuh milikku!" Teriak Bayu dengan amarah yang telah memuncak.
Dinda terkesiap, rasa trauma akan sikap kasar yang Bayu lakukan tiga tahun silam membuat nya bergidik ngeri. Sebenarnya Dinda masih trauma akan kekerasan yang Bayu lakukan tempo dulu.
Dinda memejamkan mata, menarik nafasnya yang tercekat. Mengumpulkan keberanian untuk melawan Bayu. Ia tidak ingin lemah seperti saat ia masih menjadi istri Bayu.
"Apa kami bilang? Suami? Aku istrimu?" wajah manisnya berubah menjadi dingin.
"Ya, kita masih suami istri. Dan kau masih istriku yang sah!" sahut Bayu dengan marah.
Dinda tertawa sinis, ia berdiri seraya bersedekap.
"Istri katamu? Apa kamu hilang ingatan Pak Bayu yang terhormat? Kamu sudah melakukan kekerasan padaku! Kamu juga membiarkan aku pergi dari rumah saat aku di usir oleh Ibumu tanpa pembelaan sedikitpun! Dan itu sudah berlalu selama tiga tahun! Sekarang kamu mengatakan suami istri? Apa kamu sudah tak waras?"
Bayu berdiri dari posisi semula, ia berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Maafkan aku Din. Aku akui aku salah. Aku akan memperbaiki semuanya. Kembalilah padaku dan tinggalkan tukang ojek itu! Aku juga tidak pernah menceraikan mu. Dimata hukum, kita masih sah sebagai suami istri!"
"Aku tidak akan pernah meninggalkannya! Dan aku akan mengurus surat perceraian kita secepatnya" Ucap Dinda tegas.
"Aku tidak akan pernah menceraikan mu. Tidak akan pernah!"
"Brengsek kamu Bayu!"
"Apa yang kamu harapkan dari tukang ojek itu? Dia cuma lelaki miskin yang tak punya apa-apa. Dari segi manapun aku jauh lebih baik dari dia! Aku tampan, aku juga kaya, aku juga pria mapan. Dan satu lagi, diantara kita sudah punya Nadira!"
"Apa kamu bangga dengan apa yang kamu miliki?"
"Jelas. Aku sangat bangga dengan apa yang aku miliki! Aku seribu kali lebih baik dari tukang ojek itu!"
Ucap Bayu dengan pongah."Ada satu yang tidak kamu miliki dan Al memiliki itu."
"Apa? Apa karena dia lebih muda? Dia bisa memuaskan mu diatas ranjang? Begitukah? Tenang saja Dinda sayang, aku akan memuaskan mu!" Bayu tersenyum penuh damba, ia berjalan mendekat.
Dinda berdecih. Yang ada di otak pria ini hanya selangkangan saja.
"Kamu tidak memiliki hati yang tulus seperti Al. Dan kamu tenang saja, Nadira lebih bahagia bersama Al daripada bersama Ayah kandungnya!"
"Ada satu yang tidak kamu miliki dan Al memiliki itu." "Apa? Apa karena dia lebih muda? Dia bisa memuaskan mu diatas ranjang? Begitukah? Tenang saja Dinda sayang, aku akan memuaskan mu!" Bayu tersenyum penuh damba, ia berjalan mendekat. Dinda berdecih. Yang ada di otak pria ini hanya selangkangan saja. "Kamu tidak memiliki hati yang tulus seperti Al. Dan kamu tenang saja, Nadira lebih bahagia bersama Al daripada bersama Ayah kandungnya!" Bayu menatap Dinda dengan geram, tangannya terkepal menahan amarah yang sebentar lagi akan meledak. Ia memejamkan mata, menarik nafas perlahan lalu menghembuskanya. "Kenapa kamu selalu menguji kesabaranku?" Bayu membuka matanya, menatap Dinda dengan emosi yang membara. Ingin sekali rasanya pria itu meledak. Sifatnya yang emosian itulah membuat Dinda tidak betah hidup bersa
Ketika hatimu mencintai orang yang tepat, ia akan menumpahkan segala cinta yang ia punya. Tak perduli bagaimana keadaannya, yang ia tau hanya mencintainya. Bahkan tak perduli sebucin apapun dirinya.Alunan musik mengalun memenuhi ruangan bernuansa cream dengan banyak kotak yang berserakan di lantai. Terdengar suara dua wanita yang bersenandung mengikuti lirik musik yang mengalun.Terkadang terdengar tawa dari keduanya karena salah satu dari mereka salah lirik."Eh bibir kamu kenapa sih Din? Kok bengkak gitu?" Tanya Amira yang merupakan sahabat sekaligus karyawan Dinda."Oh, ini. Di cium tembok." Bohong Dinda."Kok aku nggak percaya ya." Amira menatap sahabatnya dengan tatapan curiga. Ia sampai menghentikan kegiatannya dalam membungkus kardus yang yang berisi pesanan online para pelanggan."Apa sih. Nggak percaya ya udah,
Cinta mengajarkan kita tuk saling menerima kekurangan, saling melengkapi dan saling menghargai. Saling berbagi dan saling mengerti. Bukan selalu menyalahkan, tapi saling menguatkan. Dinda mengambil ponsel yang berada di genggaman Alvian, pria itu tertidur ketika sedang menunggu kekasihnya. Ia melihat deretan foto mesra mereka berdua, Dinda tersenyum lalu meletakkan ponsel itu ke atas nakas. Wanita itu duduk di sebelah Alvian, lalu mengusap kepala kekasihnya dengan lembut. Jemarinya turun ke kening, lalu ke alis. Alis mata yang hitam tebal, hidung mancung dengan bibir yang tipis. Ia mengusap pelan bibir Alvian, lalu turun ke rambut halus yang tumbuh dibawah bibir pria itu. Entahlah, ia sangat suka melihat bulu halus yang tumbuh di bibir Alvian. Ia tak rela jika Alvian memotongnya.Dinda membungkuk hendak mengecup bibir kekasihnya, tapi ia sangat terkejut ketika melihat mata Alvian yang te
Jangan membencinya!Karena itu hanya akan membuat hatimu semakin terikat dengannya. Maafkan, ikhlaskan dan lupakan!"Jadi begini, Kak Bayu datang kerumah tadi malam." Dinda menceritakan semuanya tanpa ada yang di tutupi. Ia tak menyadari jika Alvian sedang menahan emosi luar biasa. Kedua tangannya terkepal, ingin sekali rasanya ia menghadiahi mantan suami kekasihnya itu dengan bogem mentah. Pria itu sangatlah menjijikkan di mata Alvian.Menyadari raut wajah Alvian yang berubah, Dinda menghentikan ceritanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali,lalu memegang lengan Alvian dengan lembut."Mas," panggil Dinda pelan.*Kenapa berhenti? Lanjutkan!" ujar Alvian dingin."Mas, kamu baik-baik saja?"Alvian mengangguk. "Teruskan!" ujarnya.Dinda menelan Saliva dengan susah payah, ia merasa akan ada perang sebentar lagi. Set
Jangan sesali hari kemarin!Jadikan semuanya pembelajaran. Cukup perbaiki diri, agar lebih baik dari kemarin!Dinda pulang dengan mengendarai motor maticnya, wanita itu memarkirkan motornya terlebih dahulu sebelum memasuki rumah yang terlihat sangat sepi. Ia memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia membukanya perlahan, sembari mengucapkan salam."Assalamualaikum, Pak. Nadira.. Ibu pulang sayang."Berkali-kali ia mengucapkan salam, tapi tidak ada yang menjawab. Perasaannya menjadi tak enak, dimana Bapak dan Nadira?Memikirkan hal yang tidak-tidak membuat wanita itu berjalan lebih cepat memasuki rumah sederhana itu."Nadira, Ibu pulang." teriak Dinda, tapi tak ada sahutan. Ia memasuki kamar, tapi tak terlihat Nadira disana. Ia segera melepaskan sepatu yang ia kenakan dan melempar tas nya ke sembarang arah. Pikiran buruk memenuhi kepalanya, membuat ia sedikit berlari
Malam ini akhirnya Bayu ikut makan malam bersama dirumah Dinda. Pak Ahmad merasa bahagia melihat pemandangan di depan matanya. Sikap Bayu yang begitu lembut, sesekali menyuapi anak mereka. Ia tahu, kesalahan yang di lakukan oleh Bayu di masa lalu sangat fatal. Tapi apa salahnya memberikan kesempatan pada orang yang mau berubah menjadi lebih baik. Begitu pikirnya. Lagipula yang ia lihat semakin hari Bayu semakin baik, tak pernah kasar. "Masakanmu tak pernah berubah Din. Selalu enak dan selalu pas di lidahku." Bayu tak segan memuji masakan mantan istrinya. Sedangkan wanita yang di puji hanya tersenyum menanggapi. Sebenarnya Dinda sangat tidak nyaman dengan adanya Bayu sejak sore tadi. Tetapi karena permintaan Ayahnya, ia terpaksa harus bergabung serta harus memasak makan malam yang tak pernah ia harapkan sama sekali sebelumnya. Hati Dinda saat ini sedang kacau, hari ini Alvian tak ada kabar. Dinda sudah berkali-kali menghubungi pria
Pagi ini, sesuai rencana Dinda dan Nadira akan pergi ke taman hiburan bersama Bayu. Tepat pukul 09.00 pagi Bayu datang dengan mobilnya. Nadira berlarian menyambut kedatangan Ayahnya, raut wajahnya terlihat sangat bahagia."Ayah.. ayo kita pergi. Nadira sudah tidak sabar ingin jalan-jalan bersama Ayah dan Ibu." celoteh gadis kecil itu yang kini sudah berpindah ke dalam gendongan Bayu."Ibumu mana?" Bayu mencari keberadaan Dinda yang belum tampak sama sekali."Ibu masih di kamar. Sepertinya Ibu sedang galau." ujar Nadira asal."Galau kenapa?" tanya Bayu sembari mengerutkan keningnya, tapi hanya di jawab dengan gelengan oleh Nadira."Semalam Ibu menangis sambil main hp." jawab Nadira dengan polos.Apa mereka sudah putus? Bayu tersenyum misterius, ia berharap hubungan Dinda dan Alvian benar-benar berakhir. Sehingga ia lebih memiliki peluang untuk merebut Dinda kembali.Tak lama Dinda keluar dari rumah dengan penampilan
"Mencintai, harus siap dengan segala konsekuensi.Percaya! Merupakan kunci keberhasilan dalam suatu hubungan.Mantan hanya bisa di kenang. Untuk kembali, tak kan mungkin seindah kemarin.Cermin yang telah hancur, memang dapat di satukan kembali. Tapi tak kan bisa kembali utuh seperti semula.Ingat!Yang terbaik, tak kan pernah jadi MANTAN!Mobil yang di kendarai Bayu meluncur di jalanan aspal menuju tempat hiburan membelah kemacetan. Mentari pagi ini sangat cerah, tapi tidak dengan hati Dinda. Jauh dalam lubuk hatinya ia sangat merindukan kekasihnya. Khawatir dan rindu jadi satu. Dinda mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil dengan pikiran yang tak menentu. kamu dimana mas? Aku merindukanmu. Ia sangat merindukan kekasihnya. Hatinya menjerit, tak terasa bulir bening yang terasa hangat mengalir di pipinya. Dengan cepat ia menghapus jejak air matanya dengan punggung tangan. Bayu melirik wani