Share

Part 4 Pura-pura Mimpi

 

 

"Ini lapnya, Mas." Tuti langsung menyodorkan tisu yang diambil dari meja. Padahal meja itu di depanku dan jaraknya lebih dekat. Tapi aku tetap duduk bersandar dan kali ini menyilangkan kaki.

 

"Makasih, Tut," ucap mas Feri memerima tisu itu.

 

"Kamu kenapa sih, Mas?"

 

"Tanganku licin, Sar."

 

"Kirain terkejut dengar ucapanku."

 

"Kalau gitu aku permisi ke kamar dulu, Mbak, Mas,' ucap Tuti seperti menghindar.

 

"Tunggu, Tut!"

 

"Iya, Mbak?" ucap Tuti membalikan badan.

 

"Ini kopi kamu yang bikin?" 

 

"Iya, Mbak, ini untuk Suami Mbak," jawab Tuti melihat sekilas ke mas Feri.

 

"Kamu tau juga suamiku suka kopi."

 

Muka Tuti dan mas Feri langsung terlihat tegang lagi. Seperyinya kalau melihat reaksi muka mereka sudah cukup, selanjutnya tindakan. Malam ini aku ingin bertindak sedikit saja. 

 

"Mm bukan gitu, Mbak, karena Mbak Sarah suka kopi, pasti Mas Feri juga suka, hanya itu pemikiranku," jawab Tuti mencari alasan. Pintar juga bersilat lidah.

 

"Kamu udah pulang, Fer?" Ibu mertua muncul dari pintu kamar.

 

"Iya, Bu, jam berapa Ibu datang?"

 

"Udah malam juga, loh, celanamu kok basah?" Ibu melihat ke celana mas Feri.

 

"Tertumpah kopi, Bu."

 

"Tuti, siapkan air hangat untuk Feri mandi," titah ibu ke Tuti.

 

"Baik, Bu," jawab Tuti di sela senyum sambil mengangguk.

 

"Ibu! Apa Ibu lupa kalau istri mas Feri adalah aku, bukan Tuti," tukasku lalu bangkit berdiri. 

 

Tuti langsung menghentikan langkah.

 

"Ibu bawa Tuti ke rumah ini ingin meringankan pekerjaanmu, Sar."

 

"Ibu tau bukan kalau kamar mandi kami ada di dalam kamar, nggak mungkin dong Tuti maduk kamar aku."

 

"Oh, iya ya," jawab ibu.

 

"Tuti, biarkan Sarah yang melakukanya, sejarang kamu tidur lah."

 

"Baik, Bu." Lalu Tuti berlalu masuk ke kamar tamu.

 

***

 

"Kok belum tidur?" tanya mas Feri setelah ke luar dari kamar mandi. 

 

"Kamu belum tidur gimana aku mau tidur duluan, Mas," jawabku sedang bermain ponsel sambil berbaring.

 

"Tidur aja dulu, aku masih belum ngantuk."

 

Jangan kamu kira aku tak tahu maksudmu. Pasti ingin ke kamar istri barumu. 

 

"Tolong gusuk punggungku, Mas, dulu saat aku hamil Naswa, kamu menidurkanku seperti itu."

 

"Tapi Mas capek, Sar," jawab mas Feri sambil memakai piyama.

 

"Yah, padahal aku kangen kamu, Mas, akhir-akhir ini kamu sibuk sekali."

 

"Demi Istriku tersayang, pasti kulakukan." 

 

Aku menghadapkan punggungku ke mas Feri. Lalu ia menggusuk punggungku. Tak lama kemudian, kupejamkan mata pura-pura tidur.

 

Akan tetapi kasur bergoyang menandakan mas Feri ingin beranjak. Tanganya tak terasa lagi di punggungku. Pasti ia mengira aku sudah tidur dan ingin ke kamar Tuti.

 

"Mas ... Mas!" panggilku. Akhirnya ia tak jadi beranjak.

 

"Iya, Mas di sini, Sar," jawabnya menggusuk lagi punggungku.

 

Tak lama kemudian, aku seperti terlelap, lalu ia ingin beranjak lagi.

 

"Mas ...."

 

Niatnya urung saat kupanggil lagi. Dan akhirnya justru ia yang terlelap. Aku berhasil menggagalkan malamnya bersama Tuti. 

 

Kupandangi wajah mas Feri. Ia terlelap dengan dengkuran kecil. Dan bayangan ijab kabul saat ia menikahi Tuti, menyisakan sakit hati yang mergejolak hebat dalam rasa dan tak menyisakan celah.

 

Plak!

 

Plak!

 

Kutampar dua kali mas Feri yang sedang tertidur lelap. Rasanya ingin mencabik mukanya hingga tak dikenali.

 

Ugh!

 

Plak!

 

Ugh!

 

Dan secepatnya kutinju, kujambak rambutnya dan menamparnya lagi bentuk meluapkan amarah.

 

"Aduh!" Mas Feri terbangun. Secepatnya kupejamkan mata sebelum ia melihatku. "Apa yang kamu lakukan, Sar?" tanya mas Feri.

 

"Aku ingin membunuhmu! Mati saja kamu!" teriakku dalam mata terpejam.

 

"Sarah! Kamu mimpi?" 

 

Plak!

 

Akhirnya satu tamparan berhasil melayang lagi di pipinya.

 

"Sakit, Sarah!" Tanganku ditahan.

 

"Dasar suami tak tau diuntung! Kamu kira bisa mempermainkan aku! Akan kubunuh kamu!" 

 

"Sarah! Bangun Sarah!" Pipiku ditepuk pelan, seperti membangunkan orang tidur.

 

"Pergi dari rumahku!" Kutarik tanganku agar terlepas. Aku berhasil.

 

"Ugh!" Dengan cepat satu tinjuku melayang ke hidung mas Feri.

 

"Aduh! Sakit, Sarah!" Tanganku ditahan lagi. Tapi kali ini lebih kuat.

 

"Bangun, Sar, kamu sedang mimpi."

 

"Diam kamu!" bentakku.

 

"Bangun Sarah! SARAH!"

 

Kubuka mata. "Astagfirullah'alazim, Mas kenapa teriak?" Aku pura-pura terkejut.

 

"Kamu mimpi apa sih? Lihat ni pipiku sakit, hidungku juga sakit, aaak." Lalu mas Feri memegang hidungnya. 

 

"Kok aku yang disalahin?"

 

"Kamu menampar dan meninjuku berulang kali."

 

"Kok bisa?" Mataku langsung membulat. Tentu memasang muka tak berdosa.

 

"Kamu mimpi apa sih?" Mas Feri memegang pipinya. Pasti sangat sakit karena tamparanku berulang kali. 

 

Oh Tuhan, pipi suamiku merah, hidungnya berdarah.

 

"Oh, aku mimpi ya? Maaf, Mas, maaf," ucapku, kali ini memasang muka cemas.

 

"Kamu mimpi apa sih? Kok seperti ingin membunuhku?

 

"Ooh, aku ... aku mimpi kamu selingkuh, Mas," jawabku pelan.

 

"Apa?" Mata mas Feri membelalak.

 

Untuk tahap awal, aku berhasil membalaskan sakit hati. Belum seberapa, tapi ini bisa mengobati sedikit saja, ya, sedikit saja. 

 

Bersambung ....

 

 

 

 

Komen (7)
goodnovel comment avatar
wulansari sulis
Keren Sarah. lanjutkan hahaha
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
mending mimpi cekek lehernya....
goodnovel comment avatar
Embah Wid
pembalasan yg keren, pura2 kagak tau..... .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status