Share

Bab 3 - Unconditional First Meeting

Hari pembukaan telah dimulai. Yup, bertepatan dengan hari Sabtu di bulan Oktober akhir. Semua peserta yang terdiri dari guru se-Indonesia mulai memasuki kawasan kampus tersebut, termasuk Aku. Beberapa mahasiswa menyambut dan membagikan sebuah road map untuk membantu peserta pelatihan menyusuri kampus. Di satu sisi, para panitia mulai sibuk bersiap-siap, antara lain Alvaro dan Denias. Mereka berdua tengah kebingungan mencari keberadaan Prabu yang belum nongol di Balairung Hastinapura.

"Varo, nih anak satu dimana sih? Jam segini belum nyampe! Awas lo kalau telat Prab!" keluh Denias kepada Alvaro yang kesal dengan Prabu yang belum datang saat acara genting.

"Paling nih anak kebanyakan pacaran sama motornya nih." keluh Alvaro.

Padahal, sebenarnya Prabu tengah mengendarai motornya terjebak macet karena ada pohon tumbang di jalan yang sering ia lewati. Akhirnya, ia memutuskan untuk putar arah dan mencari jalan alternatif lain karena terburu-buru. Dan setelah beberapa waktu, akhirnya Prabu dan motornya sampailah memasuki gerbang masuk kampus Universitas Pandawa. Namun, disinilah hal yang tidak mengenakan terjadi.

Seorang wanita paruh baya yang merupakan peserta pelatihan berumur 52 tahun, baru saja keluar dari toilet yang ada di samping pos satpam dan hendak menyebrang menuju ke rombongan peserta yang lain. Karena agak jauh berjalan dan tidak ingin kecapekan memutar arah, ia memutuskan untuk memotong jalan. Dihadapannya, ada dua jalan. Satu jalan yang berisi rombongan peserta tetapi agak jauh. Satu jalan lagi, yang tepat dihadapan Ibu tersebut jalannya masih sepi. Karena ia berpikir jalan itu boleh dilewati, maka dengan nekatnya ia menyebrang jalan tersebut yang sekiranya lebih efektif.

Saat ia menyebrang di jalan yang pertama, tiba-tiba dari arah kiri ada sepeda motor yang melaju dengan kencang. Karena muncul secara tiba-tiba, sontak membuat pengemudi itu mengerem mendadak yang menimbulkan suara decitan ban yang sangat keras sampai meninggalkan bekasnya di aspal. Wanita tersebut pun kaget dan akhirnya jatuh. Hal itu membuat rombongan yang sedang berjalan pun terhenti dan melihat kejadian tersebut. Namun, panitia acara yang berada di sana meminta peserta untuk segera memasuki Balairung dan memanggil satpam terdekat untuk mencairkan suasana.

Pengendara motor itu kemudian berhenti dan mengecek keadaan motornya. Untungnya, motornya tidak terjadi apa-apa. Dengan marah, ia akhirnya membuka helm dan ternyata pengendara tersebut adalah Prabu. Dengan emosi, ia menghampiri wanita paruh baya tersebut.

"Eh, bu! Bisa baca gak sih!" kata Prabu yang marah sambil telunjuknya menunjukkan papan pemberitahuan yang ada di dekat pos satpam bahwa jalanan tersebut khusus untuk dilewati dosen.

"Ini, jalan khusus kendaraan dosen Pandawa. Anda paham? Untung saja saya tadi ngerem, kalau gak bakal panjang urusannya. Ibu sengaja ya! biar saya menabrak Ibu?" Prabu dengan nada tingginya yang membuat wanita itu mulai ketakutan.

"Ma... maa... maaf, nak. Ibu tidak tahu." kata wanita itu sambil ketakutan.

"Asal ibu tahu ya, kalau pun terjadi lecet atau rusak pada motor saya! Bakal saya minta ganti rugi!" kata Prabu yang mengancam.

Wanita tua itu terbelalak dan napasnya mulai tidak teratur. Prabu melihat surat undangan yang jatuh. Surat undangan tersebut milik Ibu itu. Baru disadari oleh Prabu ternyata wanita tua tersebut merupakan peserta pelatihan yang tak lain adalah guru.

"For your information, lagi pula ibu mau ganti rugi motor saya juga gak bakalan mampu. Gaji ibu tidak cukup untuk membereskan itu semua, apalagi seorang G.U.R.U." kata Prabu yang mulai menyindir dengan ketus.

Wanita tersebut tambah ketakutan dan beberapa kali meminta maaf sambil bersimpuh. Prabu seperti di atas angin. Karena sikap Prabu sudah keterlaluan, yang membiarkan wanita paruh baya ini bertekuk lutut di depan Prabu dengan notabene lebih muda. Aku yang lewat melihat kejadian tersebut, merasa muak dan akhirnya mengambil alih. Aku berlari menuju ke arah Prabu dan menolong wanita itu berdiri.

"Bu, Anda gak papa?" kataku sambil membantu wanita tersebut.

"Mbak, ngapain bantu dia!" kata Prabu membentak.

"Mas, bisa sopan gak sih ngomongnya sama orang tua!" tegasku.

Pria itu kemudian melirik sinis padaku dengan tatapan emosi.

"Lagian juga ibu ini sudah meminta maaf, sudahlah jangan diperpanjang lagi," pintaku untuk segera mengakhiri perdebatan.

"Ibu ini, saya dan kami semua yang di sini lagi pertama kali ke sini lho mas, ya wajar dong kalau belum tahu daerah sini," kata Eka menambahkan. Emang harus dijelasin ya?

"Dan juga, Mas kan dosen. Bukankah dosen dan guru itu sama. Intinya kan jobdesk sama-sama pengajar, memberikan ilmu. Cuman beda penempatan sama gelar aja yang berbeda!" tegasku yang tidak terima perkataan Prabu yang cenderung membanding-bandingkan. Kalau perlu Farel Prayoga aku undang buat nyanyi di depan mukanya.

"Lo gak usah ikut campur ya!" kata Prabu yang marah sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Namun, Aku yang kesal dengan sikapnya tidak takut ditatap olehnya. Karena diriku paling benci dengan kesombongan dari Pria itu.

Tak lama, satpam pos kampus datang menghampiri dan melerai permasalahan yang ada. Akhirnya, Prabu memilih pergi dengan motornya karena Denias menelpon untuk segera kumpul.

"Ibu beneran gapapa?" tanyaku yang khawatir.

Wanita tersebut memberikan senyuman sebagai penanda baik-baik saja dan menyampaikan rasa terima kasihnya karena sudah membantunya. Akhirnya, kami berdua berjalan bersama menuju ke balairung.

"Oh iya, panggil saya ibu Sri ya. Saya mengajar di SD Negeri Banjarmasin." kata wanita itu selama di jalanan.

"Perkenalkan saya Eka bu, dari Kendal. Saya mengajar di MTs." jawabku yang sangat menghormati Bu Sri yang lebih senior.

Kami pun akhirnya berkenalan dan berjalan bersama menuju ke Balairung, karena acara sebentar lagi akan dimulai. Saat masuk ke Balairung dan mengisi daftar hadir, mereka pun akhirnya duduk  terpisah karena sudah di plot bangkunya per jenjang sekolah.

Di balik layar, Denias dan Alvaro menunggu Prabu yang tidak segera muncul. Alvaro menanyakan apakah Denias sudah menghubungi Prabu, karena acara segera dimulai dalam beberapa menit lagi. Tak lama, Alvaro dipanggil oleh panitia lain untuk membantu. Alvaro tak bisa berkutik lagi. Ia meminta Denias yang bertugas menunggu Prabu. Setelah itu, ia berpamitan dan berjanji akan menemuinya lagi. Denias yang pasrah, akhirnya pergi menuju ke parkiran dosen.

Rombongan Menteri Pendidikan memasuki gerbang kampus Universitas Pandawa dengan penjagaan yang ketat. Tak lama Denias menunggu, terdengar suara motor yang menghampirinya. Prabu sudah tiba! Denias menghampirinya dan mulai mengomelinya yang telat.

"Lo nih! kebanyakan pacaran sama motor. What happened with you bro? Nih dah mau mulai acaranya!" Denias yang mengeluh.

"Sorry bro, gue tadi ada insiden kecil. Nanti gue jelasin di dalam." jawaban Prabu yang kemudian mengambil kontak dan melepas helmnya. Ia menenangkan Denias yang mulai panik, dan akhirnya mereka berdua bergegas menuju Balairung Hastinapura.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status