Share

4. Amarah Mas Abi (Bagian A)

PILIH KASIH

4. Amarah Mas Abi (Bagian A)

~Aksara Ocean~

"Hah?!" Aku berteriak lantang. "Siapa yang mau jadi TKW? Aku?" Aku menunjuk wajahku sendiri.

"Mas Aji nyuruh aku kerja jadi TKW begitu?" tanyaku lagi, karena tidak ada yang menjawab ucapanku. "Atau aku yang salah tanggap?" Lanjutku dengan nada yang mengancam.

Semuanya terdiam dan kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, Mas Abi masih menatap Mas Aji dan juga Mbak Lisa dengan pandangan membunuh, sedangkan kakak kandung suamiku itu mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

Mbak Lisa kembali sibuk dengan kegiatannya mengambil gambar, berkali-kali dia berganti gaya dan juga pose agar terlihat bagus. Tapi setelah apa yang mereka katakan tadi, aku sama sekali tidak bisa melihat sesuatu yang bagus dari Mbak Lisa maupun Mas Aji.

Mereka tidak lebih seperti suami istri kejam yang ada di sinetron-sinetron ikan terbang! Sialan!

"Kalian tidak mau menjawab pertanyaanku? Hah?!" Habis sudah kesabaranku, Mbak Lisa dan Mas Aji terperanjat kaget kemudian menatapku dengan kompak. "Siapa yang kalian suruh untuk menjadi TKW? Aku?" Kembali ku pertanyakan hal yang sama.

Mbak Lisa mendecak kemudian meletakkan ponselnya ke atas meja, dia lalu melipat tangannya dengan angkuh dan menatapku sambil memicingkan matanya.

"Masalahnya apa, An?" tanyanya dengan enteng. "Toh, kamu bisa kerja dan mendapatkan uang dari sana dan mengirimi Abi di sini. Biar bisa beli rumah, beli motor, punya kehidupan yang mumpuni!" ujarnya sambil menunjuk-nunjuk atap rumahku, lantai yang sudah pecah-pecah, dan dia juga menunjuk motorku yang memang belum di keluarkan dari rumah.

Mendengar jawabannya aku langsung menarik nafas panjang, sudah waktunya aku beri paham mereka ini sepertinya.

"Masalahnya adalah aku ini tanggungan Mas Abi, kok kalian ini ngotot sekali menyuruh aku bekerja? Suamiku saja santai, dia masih bisa menghidupiku! Kami ini hidup dengan nyaman!" Aku memikik di ujung kalimat, sepertinya kali imi aku akan meledak sangkin terlukanya harga diriku. "Kalian saja yang selalu merecoki kami, aku harus bekerja, harus ini, harus itu. Kalian hanya ipar, kalian adalah orang luar di dalam hubungan rumah tanggaku dan juga Mas Abi! Kami yang menjalani, kami yang lebih tahu apa yang kami butuhkan!" Nafasku tersengal, panjang lebar aku menjelaskan.

Mas Aji langsung menoleh dan menatapku dengan tajam, begitu juga dengan Mbak Lisa yang melotot menatapku. Aku tahu mereka tersinggung, biarkan saja karena itulah keinginanku aku juga ingin mereka sadar diri.

Mereka tidak berhak menghakimi dan mengatur kehidupan rumah tanggaku! Aku saja selalu tutup mata dengan rumah tangga mereka, kenapa mereka sepertinya melek sekali dengan kehidupan kami?

"Tambah lancang mulutmu itu ya, An!" Mas Aji menunjuk aku dengan marah. "Orang luar kamu bilang? Kalau kalian kesusahan maka kami yang akan ikut susah!" ujar Mas Aji lagi, Mbak Lisa dengan cepat mengangguk setuju.

Kali ini aku yang mendecih sinis, melipat tangan di dada. Walau susah tapi harga diriku tinggi, sepertinya sudah cukup sabar aku selama ini. Semakin sabar, semakin diinjak. Apa mereka pikir kami tidak bisa melawan? 

"Kapan kami menyusahkan, hah?" tanyaku menantang. "Pernah kami meminta beras pada kalian? Meminta bahan makanan? Bahkan ketika Mas Abi sakit dan kami meminjam uang untuk berobat kalian malah bilang tidak punya uang! Apakah mungkin? Pegawai negeri dengan kehidupan hedon, dan juga juragan sawit tidak mempunyai uang? Kalian hanya tidak ingin meminjamkan! Kami tidak pernah menyusahkan, tetapi kalian yang selalu merasa kesusahan" ujarku dengan nada mengejek

Puas sekali rasanya aku mengatakan hal itu, meluap sudah rasanya amarah yang selama ini berusaha aku bendung dengan sekuat tenaga. 

"Kalian-kalian ini memang tipe-tipe manusia SMS. Senang melihat orang susah, susah melihat orang senang!" Aku melontarkan ejekan lain.

"Ana!" Mbak Lisa memekik emosi.

“Apa? Aku tidak tuli!” balasku ikut terpancing. 

“Kamu keterlaluan!” tuding Mbak Lisa sambil menunjuk wajahku.

Hah? Apa katanya tadi? Aku lantas mengorek telingaku menggunakan kelingking, menunjukkan wajah masa bodoh yang sangat amat menjengkelkan. 

“Apa? Keterlaluan? Siapa? Aku?” tanyaku beruntun. “Nggak lah! Kalau kalian yang keterlaluan itu baru benar!” kataku sambil menyeringai.

Mbak Lisa melotot dan menyenggol lengan Mas Aji, wah meminta bantuan ternyata. Benar-benar manja! Begitulah kalau selalu dimanjakan oleh ibu dan Bapak, Mbak Lisa jadi lupa daratan dan menginginkan semua orang ikut memanjakannya dan juga menghormatinya.

“Lagipula, aku memang tidak akan pernah mengizinkan Ana untuk menjadi TKW. Dia sampai kapanpun adalah tanggung jawabku!” ujar Mas Abi tiba-tiba.

Ahhhh, suamiku keren sekali. Sumpah! 

“Ana benar, kenapa kalian yang ngotot menyuruh dia untuk menjadi TKW? Seperti aku meminta beras kalian saja, Mas, Mbak!” Mas Abi meminum teh yang terhidang, aku yakin bahkan teh itu sudah menjadi dingin sekarang ini. “Coba sekarang aku balik, aku meminta Mbak Lisa untuk menjadi TKW. Apakah Mas Aji akan mengizinkan?” tanya Mas ABi dengan nada menantang.

“Loh, kok bawa-bawa aku? Enak saja! Aku ini pegawai negeri, aku punya pekerjaan di sini dan aku tidak pernah menyusahkan orang lain!” ujar Mbak Lisa tidak terima.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Lagian apa salahnya sh jd tkw toh halal bkn disuruh ngelonte
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status