Tak bisa menemui Sonu membuat Ningsih semakin gelisah, kebenciannya pada Nela semakin dalam. Karena anak itu membuatnya sulit menemui Sonu.Ningsih sedang mengamati tube yang berisi bubuk racun. Mungkin dia saat ini harus mengikuti saran Sonu. Dia berjalan ke dapur, tak ada siapapun di sana. Ningsih melongok ke atas, takutnya karyawannya ada.Setelah memastikan rumah dalam keadaan kosong, Ningsih membuka teko yang berisi air, dicampurkannya bubuk racun yang ada di tangannya, lalu mengaduknya dengan sendok. Ningsih sudah memastikan tak ada yang melihat aksinya. Dia tersenyum, dia ingin menyaksikan reaksi apa yang dirasakan suaminya nanti. Dia tak perduli jika penghuni rumah lain ikut meminumnya.Ningsih sudah membeli air mineral khusus untuk dirinya sendiri, yang ditaruhnya di bawah ranjang. Dia tak khawatir jika bubuk itu berpengaruh pada semua orang.Sore hari barulah terlihat aktivitas di rumah, baik Aris dan dua karyawannya termasuk Nela sudah kembali ke rumah. Sejak mengetahui N
Nathan dan Abilon bekerja siang malam menyelidiki kasus kematian Kalina, Puteri ketiga Raja Goro. Sampai dengan hari ini belum menunjukkan titik terang dari semua penyelidikan yang mereka lakukan. Saat ini Nathan dan Abilon Putera Mahkota masuk ke sebuah perkampungan, mereka menuju tempat pembuatan senjata. Nathan sebenarnya ingin mengemukakan pendapatnya.Setahunya Raja Goro memiliki bola kristal yang bisa melihat kejadian itu, mengapa Raja tak menggunakannya dan malah menyuruh mereka menyelidikinya ?"Kenapa bengong ?" tanya Abilon saat melihat Nathan yang terus diam mengikuti langkahnya."Maafkan aku paman, ada sesuatu yang menggelitik hatiku, tapi aku takut kau akan tersinggung."Abilon menghentikan langkahnya, dia menatap Nathan dengan serius."Ada apa ?""Paman harus berjanji tidak akan marah jika aku mengatakan ini." Nathan ikut berhenti. "Sebaiknya kita berdua mampir di kedai itu untuk sekedar minum teh, " lanjut Nathan ragu dengan tawarannya, dia tidak yakin di dunia ini ap
Giri mulal memanaskan mobil milik majikannya, biasanya pagi ini majikannya sudah bangun dan memeriksa gudang beras. Tetapi sampai Giri selesai mencuci mobil, majikannya tak kunjung terlihat. Nela sedang bersiap-siap hendak ke sekolah."Ayah, ibu..." panggil Nela.Karena tak ada sahutan Nela mengetuk kamar ibunya.Ningsih membuka pintu kamar dan melihat Nela sudah berdiri dengan pakaian seragam."Aku akan ke sekolah bu, mana ayah ?"Ningsih mengamati sesaat anak tirinya, sepertinya anaknya tak tahu jika mereka sekarang sudah pisah ranjang. "Ayahmu semalam merindukan kakakmu makanya tidur di kamarnya."Hanya ini alasan yang bisa dikemukakan Ningsih, saat melihat tatapan ingin tahu putrinya itu.Nela yang masih terlalu polos, percaya begitu saja apa yang di katakan ibunya. Dia bergegas ke kamar Nathan. Dia mengetuknya perlahan namun karena tak ada sahutan, Nela membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam kamar."Ayah... !"Sesaat Nela tertegun, dilihatnya ayahnya terbaring dengan mata te
Aris segera di tangani dokter, suhu tubuhnya terasa panas, bahkan tenaga medis yang membantu memindahkannya ke ranjang beroda merasakan hawa panas itu."Pasien demam tinggi," ucap salah satu petugas medis.Giri memarkir mobil di parkiran, Ningsih mendampingi Aris. Walau Aris tak ingin melihat wajahnya, dia bersikap seolah-olah sebagai isteri yang penuh perhatian.Perawat datang mengukur suhu tubuh Aris, namun beberapa detik kemudian mereka kebingungan, karena hasilnya normal. Begitu juga saat mereka mengukur tekanan darahnya, Semuanya normal. Denyut nadi juga normal namun pasien terlihat sangat lemas. Dokter segera datang menghampiri."Apa yang anda rasakan ?" Aris sulit untuk menjawab karena tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Dokter memeriksa Aris secara intensif, dokter wanita ini sedikit heran, tubuh pasien ketika di raba sangat panas tetapi menggunakan alat pengukur suhu tubuh hasilnya malah normal.Pasien disarankan untuk rekam jantung, dan hasilnya normal. Akhirnya diambil sa
Badar bertemu dengan Giri di depan ruangan VIP."Tuan, syukurlah anda datang."Giri menyambut Badar dengan riang, dia baru berencana menghubunginya tak tahunya yang di nanti sudah tiba."Bagaimana kondisi Aris, dia sakit apa ?" tanya Badar."Itu tuan, tuan Aris sakitnya aneh, tubuhnya sangat panas tetapi hasil pemeriksaan dokter semuanya normal. Tadi dokter baru saja memeriksanya," tutur Giri."Baiklah, ayo kita lihat bersama."Giri dan Nita berjalan beriringan, diikuti Badar. Mereka segera masuk ke dalam ruangan. Badar melihat Ningsih yang terus mengompres Aris menyapanya."Apa kabar bu Ningsih, bagaimana kondisinya ?""Belum ada perubahan," jawab Ningsih pelan.Badar meraba dahi temannya, dia sedikit terkejut karena tangannya seakan memegang bara api."Bisakah kalian tinggalkan kami berdua ?" pinta Badar. Dia merasakan keanehan di tubuh Aris.Ningsih nampak keberatan, tapi melihat Badar yang terus menatapnya tajam, akhirnya dia keluar disusul Nela, Giri dan Nita."Apa yang terjadi p
Ningsih menahan geram, dia terpaksa menunggu waktu yang tepat untuk masuk ke dalam ruangan itu. Dia menunggu sampai Badar pulang, tetapi yang dinantinya tak kunjung keluar.Badar memiliki firasat yang tidak enak, menurutnya Aris tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Dia lalu mengirimkan pesan pada isterinya jika dia akan tidur di Rumah Sakit.Di luar Ningsih sangat uring-uringan, dia tak tau apa yang harus dia lakukan. Bagaimana dia bisa mencampurkan bubuk racun itu jika untuk masuk saja dia tak bisa.Ningsih menunggu, dia rela tak tidur dan hanya duduk diruang tunggu pasien. Menjelang malam dia melihat Giri berjalan dengan terburu-buru masuk ke ruang perawat. Tak lama kemudian perawat bergegas mengikuti langkah Giri.Ningsih berlari mengejar mereka, melihat kepanikan di wajah Giri dia sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Dia ikut masuk ke dalam ruangan. Terlihatlah olehnya Nela yang sedang menangisi ayahnya yang terbujur kaku."Ayah, bangunlah ayah. Jangan tinggalkan aku...huh
Nathan menemani Nela tidur malam ini, setelah memastikan Nela sudah tertidur, Nathan masuk ke dalam kamarnya. Saat dia membuka lemari, dia sempat tertegun, karena melihat beberapa pakaian ayahnya ada di dalam lemarinya. Nathan lalu keluar menemui Giri yang sedang duduk di teras dengan beberapa warga lainnya."Paman, aku ingin bicara berdua denganmu."Giri lalu pamit kepada beberapa warga dan masuk ke dalam rumah mengikuti langkah Nathan.Nathan mengajak Giri masuk ke dalam kamarnya."Tolong ceritakan padaku, apa yang terjadi setelah kepergianku, mengapa bisa pakaian ayahku ada di dalam lemariku ?""Selama kau pergi, ayahmu tidur di kamarmu," jawab Giri sambil menunduk. Wajah Nathan mengingatkannya pada majikannya itu."Lalu apa yang dilakukan ibuku ?""Tuan dan nyonya tak pernah bertegur sapa, kami tak tak tahu apa yang terjadi, bahkan adikmu sendiri tak tahu."Nathan terdiam, terlalu banyak kejadian di rumah ini yang tak di ketahuinya."Lalu ayah sakit apa ?""Itu dia dek, penyakit
Nela hanya bisa menangis melepaskan kepergian kakaknya, dia tak bisa menahan Nathan untuk tinggal di rumah. Walau sebenarnya ada usaha ayahnya yang harus dilanjutkan Nathan, tapi karena Nathan mengatakan terikat kontrak dengan perusahaan, akhirnya dia hanya bisa merelakannya pergi."Paman, untuk semua penghasilan dari semua penjualan beras dicatat saja, aku akan memeriksa semua laporannya saat kembali nanti."Giri mendapatkan tanggung jawab berat dari Nathan, akhirnya hanya mengangguk. Nathan memeluk erat Nela lalu segera pergi. Dia tak lagi berpamitan dengan Ningsih, karena sejak meinggalnya Aris, Ningsih kembali lagi ke rumah orang tuanya.Tak ada yang tau jika Ningsih sedang merencanakan sesuatu, dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk kembali lagi ke rumah itu sebagai nyonya besar.Nela merasa sendiri, namun dia tak ingin larut dalam kesedihan. Kepergian ayahnya sebagai cambuk baginya untuk bisa mandiri tanpa tergantung pada orang lain.Terhitung mulai hari ini Nela membuat atur