Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Suara seorang gadis yang sedang merintih kesakitan terdengar sampai ke pintu halaman, Nathan yang hari itu baru saja pulang dari sekolah segera berlari menuju arah suara. "Ibu...!" Teriak Nathan. "Apa yang kau lakukan ?" Nathan segera merampas sebilah bambu yang sering digunakan ibu sambungnya untuk menghukum Nela. "Apa kau tidak lihat Nathan, sekarang sudah jam berapa ? Bukankah ibu sudah bilang jangan pulang terlambat, anak gadis yang suka keluyuran seperti dirinya patut di hukum." Ibu sambung yang bernama Ningsih dengan wajah penuh kemarahan berusaha merampas kembali bilah bambu yang dirampas Nathan. Ini bukan pertama kalinya dia menghukum Nela, hampir setiap hari Nela harus menerima pukulan atau cubitan disekujur tubuhnya walau itu hanya kesalahan kecil. Menumpahkan nasi sebakul, masak nasi terlalu lembek salah, terlalu keras juga salah, lalu untuk anak sekecil itu, bukan diajari dengan baik tapi malah semakin diintimidasi. Nathan menahan geram, sebelum dia menolong memapah ad
Terdengar suara Nela dari dalam kamar yang memanggilnya. "Kak...!" Nathan segera masuk, dia kini sudah mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian rumah. Nampak Nela berusaha berdiri dengan susah payah. "Udah kamu rebahan dulu, pekerjaan rumah biar aku saja yang kerjakan." Nathan membantu membaringkan adiknya ke tempat tidur, dan menyelimutinya. "Aku yakin kamu pasti belum makan, tinggal sebentar dulu ya ?" ucap Nathan. Ketika hendak berdiri Nela menahan tangannya. "Aku takut kak, nanti ibu marah," Nela nampak ketakutan, hal ini terpampang jelas di wajahnya. Nathan menatap iba adiknya itu, dalam hatinya bertanya, mengapa Tuhan tidak adil pada adiknya ? Bukankah dia dan Nela bersaudara ? Apa rencanamu ya Rabb ? Batin Nathan dan segera menghapus bulir-bulir air mata yang menetes di kedua pipinya. Dia hanya menepuk punggung adiknya perlahan untuk menenangkan, dan dia segera beranjak ke arah dapur untuk mengambil makanan. Nathan mengambil piring dengan sangat pelan, dia tak ingin
Dahulu ketika ibunya masih hidup, kehangatan dan kebahagiaan tak pernah ada habisnya dirasakan keluarga itu. Ibunya bernama Sahara, cantik dan anggun. Di desa itu ada dua wanita tercantik menurut beberapa warga, Sahara dan seorang gadis bernama Alena. Kedua gadis itu bagaikan bidadari yang turun dari kayangan, kata orang Aris beruntung mendapatkan isteri secantik Sahara pasca kecelakaan yang menimpanya ketika masuk hutan. Tak ada yang tau Sahara berasal dari desa mana, tiba-tiba ayahnya menyampaikan kepada tetua adat disana jika ia akan menikah. Semula mereka sempat mempertanyakan asal usul Sahara, tetapi setelah melihat KTP yang disodorkan Aris, akhirnya pernikahan itupun dilangsungkan dengan sederhana. Walau Sahara sangat cantik namun dia ramah dan berhati mulia, penduduk desa sangat menyayanginya, selang satu tahun menikah, lahirlah sang buah hati yang diberi nama Nathan. Ayahnya bekerja serabutan, terkadang bertani di lahan orang, terkadang pula sebagai tukang batu, namun semuanya