Oliver menghilang. Amora dan Giandra yang mengetahui ini lebih dulu malah ikutan panik. Mereka tak menyangka kalau sekolah sekelas internasional itu malah bisa ceroboh dalam mengurus anak didiknya. Amora ingin marah, tapi ia tak bisa mendahului orang tua Oliver.“Bagaimana ini, Mas?” Amora tersedu di pelukan Giandra.Sejak masuk ke rumah keluarga Dwipangga, ia menganggap Oliver seperti anaknya yang tak sempat ia lahirkan dulu. Ia memang membenci orang tuanya, tapi Oliver terlalu menggemaskan untuk dibenci.Amora sadar kalau dirinya tak bisa menjadi seorang ibu hingga akhir hayatnya nanti. Maka, selagi ia bisa menyalurkan kasih sayangnya kepada Oliver, ia akan sangat senang. Setidaknya, Oliver menjadi pelipur laranya jika sedang kesulitan.“Sudah coba cari lewat CCTV sekolah, Bu?” tanya Giandra yang ikutan panik.“Sudah, tapi tidak ada hasilnya. Kami hanya melihat Oliver menyelinap melewati security yang sedang sibuk mengurus kendaraan para orang tua murid yang datang. Mereka pikir, Ol
Syukurlah, semua berjalan sesuai perkiraan. Setelah ini, Giandra hanya perlu mencari alasan agar Amora mau pulang ke rumah mereka. Selintas, ia teringat Oliver yang tadi sempat hilang dan langsung mendapatkan ide.Sementara itu, tak lama kemudian Rehan sudah tiba di rumah sakit dan langsung menuju ke ruangan Amora. Saat membuka pintu ruangan wanita itu, dia mendapati Oliver yang sedang duduk bersandar punggung di bangku dengan tangan yang memegang sebatang cokelat yang sudah dimakan separuh dan wajah cemong Oliver yang belepotan cokelat yang dimakannya.Dengan segera Rehan langsung menghampiri Oliver dan memeluk anak sambungnya itu. Dia benar-benar cemas sekali saat tadi mendapati kabar kalau Oliver menghilang dari pengasuh Oliver yang datang ke kantornya.“Kenapa Oliver bisa sampai hilang? Memang apa saja kerjaanmu sampai tidak bisa menjaga seorang anak TK?” bentak Rehan saat itu.Pengasuh Oliver jelas langsung ketakutan. Dia menundukkan kepalanya dan meremas kedua tangannya yang sal
“Di sekolah sedang ada pentas. Semua anak-anak pada datang sama orang tua mereka. Cuma aku yang datang sama Bibi. Saat anak-anak lain bicara dan bercanda sama orang tuanya, aku cuma bicara sama Bibi. Makanya aku kangen sama Tante Amora. Biasanya kalau ada Tante Amora aku gak akan sedih dan kesepian. Tante Amora pasti ajak aku bicara atau main. Tante Amora juga suka bacain aku buku cerita,” jelas Oliver yang sudah memeluk Amora dan merebahkan kepalanya di pangkuan Amora.Amora tidak mengatakan apa-apa. Sejak tadi wanita itu hanya diam menyimak setiap obrolan Rehan dan Oliver sambil tangan lembutnya mengucap-ucap rambut Oliver. Melihat itu Rehan tahu kalau memang dibanding Olivia yang merupakan ibu kandung Oliver, Amora tampak lebih cocok menjadi ibu dari Oliver.Amora punya sifat dan aura keibuan. Amora juga tampak sangat menyayangi Oliver. Bahkan saat tadi Rehan menelepon dan menanyakan apakah Oliver sudah ditemukan terdengar jelas nada khawatir dari wanita itu juga suaranya yang terd
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, Giandra langsung menuju ruangan Amora. Kebetulan wanita itu tidak sedang menangani pasien, begitulah yang dikatakan oleh perawat yang sedang berjaga di nurse station.Setelah mengetuk pintu, Giandra langsung membukanya tanpa menunggu jawaban dari dalam. Dan begitu dia membuka pintu, tampak olehnya Oliver yang sedang bersantai sambil menikmati camilan yang ada di tangannya sambil berbincang dengan Amora.“Belum pulang?” tanya Giandra kepada Amora yang tadi menoleh ke arahnya. Oliver pun juga ikutan menatap ke arah Giandra.“Belum. Katanya dia masih mau di sini. Kebetulan juga Rehan sedang ada pekerjaan,” jelas Amora.Giandra menganggukkan kepalanya mendengar jawaba sang istri. “Atau pulang bareng kita aja nanti?” Giandra memberikan saran kepada Amora tapi matanya menatap Oliver seolah mencari dukungan dari bocah itu.Oliver tak langsung menjawab, dia teringat dengan pesan Rehan yang meminta agar dia tidak pulang tanpa izin dari papanya itu dan di
Amora yang sudah terbangun menatap Oliver yang ada dalam pelukannya, memastikan anak itu tidak terganggu tidurnya karena ulah Olivia. Amora benar-benar tidak habis pikir dengan Olivia. Wanita itu sebelumnya sibuk menghabiskan waktu dengan selingkuhannya sampai tidak ingat anaknya sama sekali, lalu pulang-pulang malah membuat keributan di kamar Oliver.“Apa Olivia sudah tidak waras?” tanya Amora dalam hati.Setelah memastikan kalau Oliver masih tertidur nyenyak, dengan perlahan dan hati-hati Amora melepaskan tangan anak itu dari tubuhnya dan bangkit dari ranjang. Tak lupa Amora memperbaiki letak selimut Oliver agar anak itu tidak masuk angin akibat selimut yang tidak terpasang dengan baik, setelah itu Amora meninggalkan kamar Oliver.Lalu, setelah itu apa?Amora menatap ke sekeliling. Dia tentu menyadari di mana tempatnya berada kini. Dia ada di mansion keluarga Dwipangga, tempat yang tidak ingin dipijaknya lagi. Tapi karena tadi Giandra sengaja memanipulasi Oliver untuk membuat diriny
Setelah mempertimbangkannya karena tidak bisa tidur semalaman akibat memikirkan Oliver dan juga Giandra, akhirnya Amora memutuskan untuk pulang. Apalagi ketika sebuah pesan dari Giandra mendarat di ponselnya. Dalam pesannya pria itu mengatakan kalau sejak bangun tidur Oliver menanyakan keberadaan Amora, bahkan anak itu terus menangis karena meminta untuk dipertemukan dengan Amora.Tak hanya itu. Giandra juga memberi tahu kalau orang-orang di rumah sudah berusaha menangkan Oliver, tapi bocah itu tetap saja menangis dan merengek minta diantarkan ke rumah sakit. Oliver berpikir kalau Amora tidak ada di mansion pasti karena sudah kembali ke rumah sakit untuk bekerja. Karena melihat Oliver terus merengek meminta dipertemukan dengan Amora, akhirnya Olivia naik darah juga. Dia langsung membentak Oliver dan menghukum anak itu dengan mengurungnya di kamar, membuat Oliver menangis semakin menjadi.Rehan tentu saja tidak tinggal diam melihat apa yang Olivia lakukan kepada Oliver. Pria itu marah
Amora merasa ada yang salah dengan dirinya belakangan ini. Setiap melihat Giandra, sisi hatinya ingin berdekatan dengannya. Dan setiap kali berjauhan, rasanya ada yang hilang. Dan lagi, sisi hatinya terkadang sering menipu kala dirinya bilang akan menjauh, tapi takdir terus membuatnya bersama.Terkadang juga ia kesal dengan Olivia yang selalu saja menyangkut-nyangkutkan segala kesialannya akibat Amora. Padahal semua orang tahu kalau Rehanlah yang mulai mendekatinya duluan. Awalnya memang Amora yang memancing di air keruh, tapi nyatanya semua malah berjalan dengan sangat mudahnya. Ia tak perlu repot-repot menghancurkan karena sudah hancur sendiri.Hari ini akhirnya Amora memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dwipangga karena berbagai alasan. Salah satunya karena dirinya masih resmi sebagai istri Giandra dan juga Oliver yang membutuhkan dirinya dibandingkan mamanya sendiri.“Tante, kalau Tante mau pergi lagi, Oliver boleh ikut, kan?” tanya Oliver suatu sore dengan suara khasnya yan
“Dok, ini benar kan, Dok?” Giandra bertanya dengan mata yang hampir mengeluarkan air mata.“Hahaha ... Anda sangat senang rupanya. Selamat, ya. Semoga bayi dan ibunya akan selalu sehat.”Giandra mengaminkan dalam hati. Ia sangat senang mendengar berita ini. Ia tak menyangka kalau apa yang ia doakan pagi tadi akhirnya terkabulkan. Ia memiliki alasan yang kuat dan tak terelakkan bagi Amora untuk tetap bertahan di sisinya. Ia memang merasa bersalah karena kejadian malam itu, tapi mendengar ini, ia tak akan menyesalinya.“Sayang, ini kabar gembira. Akhirnya kamu bisa aku miliki selamanya,” bisik Giandra di kuping Amora yang lebih seperti orang yang tertidur dibandingkan pingsan.Giandra ingin Amora cepat sadar untuk merayakan hal ini karena ia tak memiliki siapa pun untuk berbagi kebahagiaan ini. Di keluarganya, yang penting keluarga Dwipangga mendapatkan cucu, soal ibunya belum tentu mereka ikut bahagia, terutama Olivia. Wanita itu pasti akan sangat marah karena tak menyangka kalau Amora