"Jangan pulang dong, Mas minta maaf ya," Dion pun menahan Nia untuk tidak pulang, sebab Dion masih ingin bersama dengan Nia lebih lama.Dengan terpaksa Dion pun menghentikan tawanya, sebab tidak ingin membuat Nia tidak nyaman kemudian memilih untuk pulang terlebih dahulu.Meskipun sebenarnya dirinya masih ingin tertawa karena ulah Nia yang aneh dan juga sangat lucu, sungguh istimewa sekali istrinya itu karena berbeda dari wanita lainnya."Nggak mau!""Sejak kapan istri Mas bisa ngambek begini?" Dion terkekeh geli melihat tingkah laku Nia yang mengemaskan.Terbilang cukup mustahil seorang Nia bisa marah, tapi itulah yang kini terjadi.Dion pun memaklumi, mungkin saat ini Nia sudah sangat nyaman berada di dekatnya sehingga bisa bersikap demikian.Apakah masalah untuk Dion?Tentu saja tidak.Belum lagi bibir Nia yang mengerucut semakin membuat Dion merasa gemas, ini sungguh sangat luar biasa.Rasanya seperti panas dingin, ulah Nia yang tanpa sadar malah membuat Dion semakin hanyut dalam
Tiada hari tanpa kebahagiaan itulah yang kini dirasakan oleh seorang Nia, suami yang penyayang, anak yang cantik dan tampan kini sudah dimilikinya.Apa lagi?Semuanya benar-benar begitu indah tanpa ada yang bisa menggantikannya sama sekali."Mas, udah bangun?" Tanya Nia yang masuk ke dalam kamar.Seperti pagi-pagi sebelumnya, Nia akan disibukan dengan aktifitas sehari-hari.Seperti mengurus Dila, Zaki, kemudian membuatkan sarapan pagi.Setelah semua itu selesai barulah Nia menuju kamar dan melihat suaminya, apakah memastikan sudah bangun ataupun belum.Bahkan Nia juga harus mengurus bayi dadakannya itu dengan penuh kehangatan."Anak-anak di mana?" Tanya Dion sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Nia.Istrinya itu memang sangat pendek, bukan hanya pendek saja, tapi juga masih terlalu muda.Usia mereka memang terpaut begitu jauh, meskipun begitu tetap saja tidak menjadi alasan untuk tidak bahagia."Dila, udah berangkat sekolah sama Asih. Zaki, sedang main sama Ibu.""Usia Zaki sud
"Mas, jangan banyak gerak. Entar Nia jauh!""Dasar penakut!" Akhirnya Nia pun selesai memasangkan dasi pada Dion, kemudian dengan bantuan Dion pula dirinya turun dari atas meja.Keduanya pun berjalan beriringan menuju pintu, namun belum juga pintu di buka sudah ada yang membukanya.Nia pun bingung melihat seorang wanita yang kini berdiri di depan pintu kamar, sesaat kemudian wanita itupun melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar.Tanpa ijin sama sekali, membuat Nia semakin bingung saja.Wanita itu tampak tenang, berjalan ke arahnya Dion yang berdiri di samping Nia.Hingga tiba-tiba wanita itu melingkarkan tangannya pada tengkuk Dion."Apa kabar sayang, aku kangen banget sama kamu," kata wanita itu dengan begitu manjanya."Sayang?" Nia bertanya-tanya mengapa bisa wanita itu melakukan hal itu dengan lancangnya, bahkan memanggil Dion dengan begitu mesranya.Nia pun menatap Dion dengan penuh tanya, tidak tahu apakah yang sebenarnya terjadi."Mas?" Tanya Nia bingung.Dion masih dia
Nia hanya bisa diam di tempatnya, tanpa kata tanpa bicara menyaksikan ini semua.Ini bukan kebahagiaan melainkan sebuah kesakitan yang begitu mendalam.Hingga akhirnya Nia pun menatap Bunga yang juga melihat ke arah depan sana.Seakan Bunga pun masih dalam sebuah keterkejutan yang begitu luar biasa."Bukanya Ibu bilang Mas Dion duda?" Tanya Nia secara langsung.Bunga pun terdiam, sejenak mengingat apa yang pernah dikatakannya pada Nia.Bunga mengingat itu semuanya bahkan tanpa terlupakan sedikitpun."Nia, Ibu tidak menyangka dia kembali lagi. Sebab, dia sudah pergi saat beberapa tahun yang lalu demi karirnya. Bahkan, mengatakan tidak akan pernah kembali lagi pada Dion. Meskipun saat itu Dion memohon."Kilas balik itupun kembali berputar di benaknya, dimana peristiwa masa lalu yang pernah di saksikan nya itu tidak pernah bisa terlintas dibenaknya.Saat itu Karina yang mengatakan sendiri untuk pergi ke luar negeri demi karirnya, karena dirinya mendapatkan tawaran kontrak."Karina, bagai
Tidak berpikir semuanya akan sesakit ini, karena semuanya sudah selesai tanpa ada rasa kasihan.Yang diharapkan oleh Nia saat ini adalah sebuah kejelasan, karena kini dirinya hanya orang lain diantara hubungan Dion dan Karina.Apalagi Dila yang tampak begitu bahagia dengan kehadiran Karina, siapakah kini Nia? Nia pun tidak tahu.Tidak bisa dikatakan istri, sebab dirinya benar-benar terlupakan dan tidak dianggap sama sekali.Untuk sekedar berbicara dengan Dion saja Nia tampak sulit, seakan dirinya hanya orang luar yang ingin menemui pemilik rumah itu.Bahkan saat ini dirinya hanya menatap dari kejauhan saat melihat Dila yang sedang bersama dengan Karina dan juga Dion yang duduk di ruang keluarga.Biasanya Nia yang ada di sana, tetapi kini sudah tidak lagi. Dirinya sudah tidak berguna sama sekali."Mami, ini jawabnya berapa?" Tanya Dila pada Karina saat dirinya yang sedang menyiapkan tugas sekolahnya.Sedangkan Dion duduk di samping Karina sambil memperhatikan Dila yang sedang sibuk den
Tubuh Nia benar-benar terasa berat, dengan perlahan dirinya duduk di sisi ranjang menatap benda kecil di tangannya yang menunjukkan dua garis merah berarti positif.Tidak menyangka ternyata ada janin di rahimnya dan itu adalah anak dari Dion, apa yang bisa dilakukan oleh Nia saat ini?Tidak tahu, bahkan Nia pun masih cukup terkejut melihatnya.Hingga tiba-tiba pintu pun terbuka, benda kecil di tangannya pun terjatuh."Kamu kenapa?" Tanya Bunga.Bunga langsung menuju kamar yang kini ditempati oleh Nia. Sebab, tidak melihat wajah yang biasanya mengurus Dila itu berada di meja makan untuk sarapan pagi seperti pagi-pagi sebelumnya.Membuatnya bertanya-tanya tentunya, namun sampai di sana pun melihat wajah Nia yang cukup pucat."Kamu sakit?" Tanya Bunga lagi, padahal pertanyaan awalnya saja belum dijawab.Namun, Nia hanya menjawabnya dengan gelengan kepala saja.Hingga mata Bunga pun tertuju pada benda kecil yang terjatuh di lantai.Nia hanya diam dan membiarkan saja saat Bunga mengambil b
Nia pun mencoba untuk menguatkan hati, bagaimana pun Dion harus tahu akan kehamilannya saat ini.Terserah saja kedepannya nanti akan seperti apa, yang jelas jujur sejak awal adalah sesuatu yang lebih baik.Nia pun segera keluar dari kamar, namun tidak disangka Reza berada di depan pintu kamarnya.Membuat Nia pun menjadi kesal seketika, menutupi luka hati dan menatap dengan tajam agar tidak terlihat bersedih di mata seorang Reza adalah sebuah keputusan terbaik."Dimana anak kita?" Apa?Anak kita?Nia sampai ingin muntah mendengarnya, sejak kapan pria gila itu dengan lancangnya berucap demikian.Bukannya membuat hati Nia lebih baik malah semakin jijik saja."Anakmu sudah mati, hanya ada anakku saja!""Nia, kenapa kamu bicara begitu. Zaki itu anakku! Kamu tidak pantas berbicara seperti itu!""Kau siapa?" Tanya Nia seakan mengejek Reza.Reza tidak masalah sekalipun Nia bersikap ketus, sebab apa? Tentu saja karena dirinya ingin Nia kembali mencintainya seperti dulu, bahkan memilih kembal
"Mas!" Nia berlari dengan secepat mungkin, tetapi percuma saja. Karena mobil yang dikendarai oleh Dion sudah melesat jauh.Membuat Nia mendesus dan hanya melihat dari kejauhan dengan tatapan nanar.Kecewa dan kesal begitu terasa, sebab sejak beberapa hari ini bahkan untuk bertemu dengan Dion saja begitu sulitnya."Kamu ngapain ngejar suami saya?" Tanya Karina yang berdiri tidak jauh dari Nia.Nia baru menyadarinya, mungkin terlalu fokus pada tujuannya untuk bertemu dengan Dion membuatnya tidak menyadari sekiranya sekalipun Karina."Dion, juga suaminya Nia!" Kata Bunga yang menimpali dengan cepat.Membuat Nia dan Karina pun meliriknya tetapi Bunda terlihat biasa saja."Ma, Dion itu suaminya Karina!" Tegas Karina tidak ingin mengalah sama sekali, bahkan sengaja mengucapkannya agar Nia mendengarnya."Ahahahhaha," Bunga pun tertawa mengejek sebelum akhirnya berlalu pergi.Kini Karina yang beralih menatap Nia, menatap penampilan wanita itu dari atas sampai bawah dengan remeh.Setelah itu K