Share

Part 4

Deru suara mobil terdengar, Nilam mengurungkan niatnya untuk menemui Bi Jum. Langkahnya ia gerakan menemui tamu yang datang, suara mobilnya tak asing bagi Nilam.

 

Benar saja dugaannya, Nilam bersiap menyambut kedatangan ibu mertuanya itu. Senyum siap ditebar, meski dia tahu selalu tak ada balasan baik darinya, tapi Nilam tak pernah peduli yang penting dia selalu berbuat baik pada siapapun ya sekalipun dia itu bukan ibu kandung Aksan, dia hanya ibu asuh Aksan setidaknya itu yang dia tahu tentang perempuan itu.

 

"Hay, ma." 

 

Nilam menyapa Mama Indri dan Mama Indri hanya menyunggingkan bibirnya saja. 

 

"Ngapain kamu senyum-senyum kayak gitu? Emangnya ada yang lucu?" sinis Mama Indri.

 

"Nggak kok, kan seneng ada Mama ke sini."

 

Nilam menyalmi Mama Indri dan mengikutinya dari belakang, kadang Nilam aneh aja ada manusia semacam Mama Indri yang hanya ibu asuh aja belagunya mentang-mentang Papa Aksan itu percaya banget sama dia, ah entahlah kadang Nilam merasa gak ngerti sama keadaan keluarga suaminya yang berantakan gak jelas. 

 

"Tumben ma, ada apa?" tanya Nilam.

 

"Emangnya kenapa kalau mama ke sini?" tanya Mama Indri kembali.

 

"Ya nggak kenapa-kenapa cuma tumben aja hari kerja mama ke sini biasanya weekend." 

 

"Nilam, kamu masih belum ada tanda-tanda hamil? Sudah enam bulan lho nikah masih belum hamil."

 

Nilam terdiam, dia paling tak suka jika sudah disinggung soal hal itu. Padahal banyak yang bertahun-tahun belum punya anak tapi mereka happy aja, Aksan pun suaminya masih tenang saja bahkan Mbak Tami-kakak Aksan pun gak pernah bawel soal itu, tapi Mama Indri yang gak ada hubungannya apa-apa hanya sebatas ibu asuh bawelnya gak ketulungan.

 

"Doakan saja ma, baru enam bulan ma. Lagian Mas Aksan masih sibuk di kantor kita belum ambil jatah bulan madu yang full sebulan kayak Mbak Tami waktu itu." 

 

"Kamu mana bisa bulan madu selama itu."

 

"Lho kenapa ma?" tanya Nilam heran.

 

"Coba aja kamu ajak Aksan, dia pasti nolak."

 

Nilam termenung, Mama Indri memang benar sempat beberapa waktu lalu Nilam meminta bulan madu dua minggu di Bali saja dia enggan melakukannya, akhirnya kita hanya pergi ke pantai dan menginap di sana menghabiskan akhir pekan, alasannya pekerjaan ya selalu itu. 

 

Selama di pantai pun Aksan selalu menghubungi Bi Jum katanya khawatir dengan kondisi Bi Jum yang sendirian di rumah. Tapi sekarang Nilam rasanya mulai paham dengan apa yang menjadi alasan suaminya itu.

 

"Malah diem," ucap Mama Indri sambil menyenggol bahu Nilam.

 

Nilam terkejut, senggolan Mama Indri membuyarkan semua lamunannya tentang sesuatu yang sedang ia curigai akhir-akhir ini. 

 

"Bi Jum mana?" tanya Mama.

 

"Di belakang ma," jawab Nilam singkat.

 

"Oke, mama ke belakang dulu." 

 

Nilam hanya menganggukan kepalanya, dia menatap kepergian Mama Indri dari hadapannya. Entah kenapa hatinya menuntun langkah Nilam untuk mengikuti Mama Indri, kecurigaan dalam dirinya semakin bertambah seiring kedatangan Mama Indri dan ucapannya tadi. 

 

Bi Jum terlihat ketakutan melihat Mama Indri datang menghampirinya, ia seakan tak berani mengangkat wajahnya, tangannya terus mengepal.

 

"Aksan masih menyimpan perempuan itu?" tanya Mama Indri mengangkat wajah Bi Jum.

 

"Ma-masih nyonya," jawab Bi Jum gugup.

 

"Dia masih hidup?" 

 

Bi Jum menganggukan kepalanya, terlihat Mama Indri kesal dengan jawaban Bi Jum.

 

"Aku sudah bilang kasih dia racun, biarkan dia mati. Aku akan beri apapun yang kamu mau lalu kamu bisa pergi dari kehidupan Aksan selamanya, jangan perlihatkan lagi diri kamu. Mudah bukan?" 

 

"Ma-maaf nyonya, saya tidak bisa jika nyonya memaksa sa-saya akan membocorkan semua rahasia nyonya," ucap Bi Jum.

 

"Heh, kamu mengancam saya iya? Berani kamu sama saya?" 

 

Mama Indri mendengkakan wajah Bi Jum hingga Bi Jum meringis merasa kesakitan, Nilam yang sejak tadi memperhatikan dari jauh dan mendengar samar-samar apa yang mereka bicarakan sudah tak tahan dengan sikap Mama Indri pada Bi Jum.

 

Namun Nilam ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang apa yang sedang mereka bicara kan, perempuan? Perempuan mana yang sedang mereka bicarakan? Ingatannya menyambung pada ruangan di dalam ruang kerja suaminya. 

 

Nilam semakin dihimpit rasa penasaran, semua orang seakan menyembunyikan rahasia besar padanya. Tapi sikap Mama Indri pada Bi Jum semakin keterlaluan, Bi Jum semakin terpojok dan semakin ketakutan.

 

"Ada apa ini?" 

 

Akhirnya Nilam muncul di hadapan mereka yang mendadak canggung bahkan Mama Indri terlihat pucat saat melihat Nilam datang. 

 

"Kamu masih betah memperkerjakan nenek tua ini?" tanya Mama Indri. 

 

"Bi Jum sudah seperti ibu bagi kami ma, aku setuju jika Mas Aksan tetap membawa Bi Jum ke sini, aku jadi ada teman juga ma," ucap Nilam.

 

"Tapi Aksan tetap memperkerjakan dia bukan untuk kamu."

 

"Maksud mama?" heran Nilam.

 

"Tanya pembantu kesayangan kamu ini," ujar mama menunjuk pada Bi Jum.

 

Mama Indri berlalu dari hadapan Bi Jum dan juga Nilam, mereka tak ada yang berani berbicara apapun. Hening ... Hingga deru suara mobil Mama Indri terdengar semakin menjauh. 

Nilam menatap Bi Jum yang masih menunduk.

 

"Saya permisi non," ucapnya seraya membalikan badan hendak pergi.

 

"Bi ..."

 

Langkah Bi Jum terhenti, jantungnya semakin tak karuan. Bi Jum tahu pasti Nilam akan menanyakan hal yang selama ini ia simpan, ia jaga demi menjaga kepercayaan yang diberikan oleh Aksan dan almarhum ayahnya. 

 

"Bi Jum, tolong jangan buat saya menyimpan curiga pada Bibi dan Mas Aksan. Sebelum Mama datang aku sudah merasakan hal aneh di rumah ini beberapa waktu lalu bahkan lebih jelas tadi pagi saat aku menyapu teras samping rumah. Saat aku memeriksa ruang kerja Mas Aksan, Bibi tahu sesuatu soal ruangan itu?" 

 

Nilam menatap wajah Bi Jum, sesekali Bi Jum menatap Nilam tapi kembali menunduk, tangannya meremas baju daster yang ia kenakan, bibirnya serasa kelu sulit untuk berucap. 

 

"Bi ... Tolong jawab bi ...."

 

Nilam menggoyangkan tubuh Bi Jum, memintanya untuk menjawab apa yang dia tanyakan.

 

"Bi ... Perempuan siapa yang Mama Indri maksud tadi? Apa perempuan yang ada di ruang kerja Mas Aksan, iya? Ada ruangan lain di dalam ruang kerja Mas Aksan yang aku tak tahu?" 

 

Nilam terus mencecar Bi jum hingga Bi Jum semakin gemetar dan tak kuasa untuk berbicara, tubuhnya terkulai, Nilam segera menahan agar tak jatuh di lantai. Nilam menahan gejeloknya untuk mengetahui semuanya, ia memilih mengurus Bi Jum yang jatuh pingsan entah dia memang pingsan atau hanya sedang bersandiwara. 

 

"Aku masih belum berhasil menguak tentang kebenaran ini. Tapi tenang lihat saja nanti Mas, aku bisa menguak semuanya." 

 

Hati Nilam bergumam sembari kedua matanya ia arahkan ke pintu ruang kerja Mas Aksan penuh dengan tatapan kecurigaan dan penasaran yang tinggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status