Novel Mana Yang Paling Kontroversial Dari Djenar Maesa Ayu?

2025-09-14 07:10:18 84

6 Answers

Una
Una
2025-09-16 13:45:59
Kalau aku menilai dari sisi visual dan adaptasi, kontroversi paling kentara muncul ketika karya-karya Djenar—terutama yang terkandung dalam 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'—diangkat ke media lain. Adegan yang tadinya hanya ada di teks jadi nyata di layar, dan reaksi publik jadi lebih emosional.

Adaptasi seringkali memperjelas unsur provokatif: apa yang sekadar digambarkan lewat kata-kata kini harus ditampilkan, dan itu menimbulkan perdebatan tentang sensor, etika produksi, dan dampak sosial. Banyak penonton yang merasa terkejut, sementara sebagian lagi mengapresiasi keberanian sutradara yang ingin mempertahankan roh asli cerita. Dari pengalamanku menonton variasi adaptasi, kontroversi itu tidak semata soal vulgaritas, melainkan juga siapa berwenang menentukan batasan estetika di ruang publik.
Marissa
Marissa
2025-09-17 13:12:47
Gue nggak terlalu ribet soal teori sastra, tapi kalo disuruh milih yang paling kontroversial dari Djenar menurut gue ya tetap 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'. Soalnya bacaannya berasa nabrak banyak aturan tak tertulis di masyarakat—bahasanya blak-blakan, tokohnya nggak malu-maluin, dan topiknya sering bikin orang langsung nge-judge.

Di timeline medsos sering muncul meme dan debat soal etika bacaan gitu, dan itu bikin karya ini makin panas dibahas. Menurut gue, ada sisi positifnya juga: orang jadi mikir ulang tentang batasan seni dan kebebasan berekspresi. Tapi jelas, bukan semua orang bisa nerima gaya seperti itu, dan wajar kalau muncul kontroversi. Aku sih senang ada buku yang berani nyentuh hal-hal dianggap tabu, karena itu bikin diskusi jadi hidup.
Quinn
Quinn
2025-09-17 13:42:18
Membaca Djenar dari sudut yang lebih tenang, aku cenderung menunjuk 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' sebagai titik paling kontroversial dalam kariernya. Bukan hanya karena gaya bahasa yang frontal, tetapi juga karena isi yang menyorot sisi gelap relasi cinta, kekerasan, dan seksualitas perempuan yang jarang diangkat di negeri ini.

Kalau dilihat secara historis, keluarnya buku ini memicu perdebatan moral dan estetik: apakah kebebasan berekspresi boleh sejauh ini, atau ada batasan norma sosial yang tak boleh dilanggar? Aku berpikir bahwa kontroversi itu sebenarnya tanda karya tersebut hidup—ia menggugah, memprovokasi, dan memaksa pembaca memikirkan ulang asumsi. Meski beberapa orang menilai itu berlebihan, karya seperti ini sering kali berperan sebagai cermin tajam bagi masyarakat. Di akhir hari, aku lebih memilih berdiskusi soal makna dan konteks ketimbang sekadar mengecamnya.
Xander
Xander
2025-09-18 02:55:05
Ada satu pandangan sederhana yang sering aku pakai ketika menilai kontroversi Djenar: karya yang paling bikin gaduh biasanya adalah yang berani menantang norma sehari-hari. Untukku, itu lagi-lagi 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'.

Bukan tanpa alasan—kumpulan cerita itu memancing kemarahan sekaligus empati, tergantung siapa pembacanya. Aku suka bagaimana karya tersebut membuka ruang bagi pengalaman perempuan yang kompleks, walau cara penyampaiannya sering dianggap provokatif. Kontroversi membuat buku ini tetap dibicarakan bertahun-tahun, dan menurutku itu lebih baik daripada buku yang cepat dilupakan. Akhirnya, aku merasa karya semacam ini penting karena memancing percakapan panjang, bukan cuma sensasi sesaat.
Mic
Mic
2025-09-18 06:23:11
Saat membahas karya Djenar, yang paling sering bikin keributan di ruang publik buatku adalah 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'.

Aku ingat waktu pertama kali membaca kumpulan cerita itu: bahasa yang blak-blakan, tema-tema seksual yang jarang dibahas perempuan secara jujur di sastra Indonesia, dan karakter-karakter yang berontak membuat banyak pembaca terkejut. Kontroversi yang melingkupi karya ini bukan hanya soal kata-kata kasar atau adegan-adegan intim; lebih dalam lagi, itu soal representasi perempuan yang menuntut hak atas hasrat dan kemarahan mereka tanpa mesti diredam norma patriarkal.

Di sisi lain, aku juga melihat kenapa banyak orang menudingnya provokatif: pembacaan konservatif cenderung melihatnya sebagai penghinaan terhadap kesopanan. Tapi buatku, nilai sastra karya ini ada pada keberaniannya memecah tabu dan memaksa pembaca untuk berdialog—entah itu setuju atau marah. Karya seperti ini, meski bikin gaduh, sering kali yang paling menyentuh karena mengusik kenyamanan dan membuka ruang diskusi. Aku suka akhirnya bisa ngobrol panjang soal itu sambil ngopi, bukan cuma menghakimi dari luar.
Xander
Xander
2025-09-18 13:16:09
Aku suka melihat karya Djenar lewat kacamata feminis, dan dari sana kontroversi yang paling jelas adalah soal 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'. Aku merasa karya ini memecah banyak mitos seputar perempuan: tentang kesucian, tentang pasrah, dan tentang suara yang seharusnya kecil. Dengan lantang ia menulis perempuan yang bersuara, marah, berahi, dan melakukan kesalahan—dan itu membuat sebagian orang tak nyaman.

Kontroversi di sini bukan sekadar adegan seksual, melainkan ketakutan terhadap perempuan yang tidak lagi tunduk pada narasi tradisional. Ada pula kritik yang bilang Djenar terlalu sensasional; aku menganggapnya lebih sebagai strategi literer untuk memaksa pembacaan kritis. Dari pengalaman membahas ceritanya di komunitas, sering muncul dua reaksi: yang tersinggung karena merasa norma dilanggar, dan yang merasa terselamatkan karena merasa pernah diam. Bagi aku, karya yang memicu dua reaksi ekstrem seperti itu menunjukkan kekuatan suara sang penulis.
View All Answers
Scan code to download App

Related Books

Ketika yang paling berkuasa bersama
Ketika yang paling berkuasa bersama
Luna menikah dengan seorang pria kaya yang memiliki masalah dan membantu membangkitkan keluarga Eridamus dengan perjanjian. Namun saat Eridamus mencapai kesuksesan emas, Luna tak melihat namanya dalam kehidupan duniawi itu. Dimanfaatkan membuat Luna ingin membalas. Tapi, "Apa yang bisa dilakukan wanita bodoh itu? cukup berikan kasih sayang maka ia akan patuh." Berpikir akan kalah mereka tak pernah tahu kalau Luna memiliki sesuatu yang luar biasa di belakangnya. Yang bahkan tidak dimiliki dunia.
Not enough ratings
96 Chapters
Ayah Mana?
Ayah Mana?
"Ayah Upi mana?" tanya anak balita berusia tiga tahun yang sejak kecil tak pernah bertemu dengan sosok ayah. vinza, ibunya Upi hamil di luar nikah saat masih SMA. Ayah kandung Upi, David menghilang entah ke mana. Terpaksa Vinza pergi menjadi TKW ke Taiwan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hingga tiba-tiba Upi hilang dan ditemukan David yang kini menjadi CEO kaya raya. Pria itu sama sekali tak mengetahui kalau Upi adalah anak kandungnya. Saat Vinza terpaksa kembali dari Taiwan demi mencari Upi, dia dan David kembali dipertemukan dan kebenaran tentang status Upi terungkap. *** Bunda puang bawa ayah?" "Iya. Doain saja, ya? Bunda cepat pulang dari Taiwan dan bawa ayah. Nanti Ayahnya Bunda paketin ke sana, ya?" "Lama, dak?" "Gimana kurirnya." "Yeay! Upi mo paketin Ayah. Makacih, Bunda."
10
116 Chapters
Cerita Cinta Ayu
Cerita Cinta Ayu
Cerita Cinta Ayu adalah serangkain cerita dari buku diari milik Ayu tentang cinta pertamanya yang tidak diharapkan, bagaimana dia kehilangan orang yang sangat peduli dengannya, dan bertemu dengan laki - laki angkuh yang menyadarkannya tentang cinta yang selama ini telah dia lewatkan.
Not enough ratings
20 Chapters
Merusak Pagar Ayu
Merusak Pagar Ayu
Tentang kehampaan hati seorang wanita yang menikah tanpa berdasarkan cinta, tetapi hidup bergelimang harta dan suami yang sangat menyayanginya. Juga tentang perasaan lain yang hadir untuk lelaki lain di tengah pernikahan yang berusaha ia jaga dan pertahankan. Namun, godaan dan rasa cinta yang begitu kuat membuatnya jatuh terperosok dalam lobang dosa yang sangat dalam.
10
29 Chapters
Menantu Paling Berkuasa
Menantu Paling Berkuasa
Kevin yang dikenal sebagai menantu rendahan, sebenarnya adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis di Kota Victoire! Dia punya misi untuk membongkar rahasia besar keluarga sang istri. Namun, sang mertua berulah dengan menjual istrinya pada lelaki tua bangka yang mesum. Lantas, bagaimana reaksi Kevin selanjutnya?
10
208 Chapters
Menantu Paling Oke
Menantu Paling Oke
Wisnu tak pernah bermimpi akan menjadi suami dari Sinta yang anak konglomerat nomer wahid di Jakarta, Hendra Wiguna. Banyak kebencian yang ditujukan kepada dirinya yang hanya orang biasa, dari bibi dan paman, kakak, dan mama tiri Sinta Wisnu tetap menghadapi semua hinaan dan sikap meremehkan itu dengan tegar. Sekaligus membalikkan keadaan dengan belajar dan bekerja keras. Bagi Wisnu cinta istrinya adalah kekuatannya. Dengan banyak cinta dari Sinta, bantuan moril dari teman semasa kuliahnya dulu, Wisnu bangkit dan terus berjuang membuktikan diri bahwa dialah menantu paling oke! morfeus author (pic cover : canva premium)
10
92 Chapters

Related Questions

Apa Tema Utama Dalam Karya Djenar Maesa Ayu?

5 Answers2025-09-14 17:51:55
Setiap kali membuka kumpulan cerpen 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' aku selalu dibuat terkejut oleh seberapa beraninya penulis menyorot kehidupan wanita dari sisi yang sering disembunyikan. Dalam pandanganku yang agak remaja dan hiper-emosional, tema utama yang paling kentara adalah seksualitas perempuan—bukan sekadar sebagai objek fantasi, tapi sebagai ruang kekuasaan, kerentanan, dan pemberontakan. Cerita-ceritanya sering menantang norma, mengungkap hasrat, ketakutan, dan rasa malu yang dia sendiri tulis dengan bahasa yang lugas dan kadang pedas. Selain itu, aku merasa kuat juga ada tema identitas: tokoh-tokohnya bergulat dengan peran yang dipaksakan oleh keluarga dan masyarakat. Ada unsur kekerasan, pengkhianatan, serta humor gelap yang membuat narasinya terasa manusiawi dan rumit. Setiap bab terasa seperti melihat cermin retak—kita melihat potongan-potongan yang menyakitkan, tapi sekaligus jujur. Aku selalu keluar dari bacaan itu dengan perasaan terguncang sekaligus diberdayakan, karena karyanya tak pernah menjadi manis untuk menenangkan; dia ingin kita berpikir, merasa, lalu bertanya lagi pada norma yang ada.

Bagaimana Gaya Penulisan Djenar Maesa Ayu Mempengaruhi Pembaca?

5 Answers2025-09-14 11:57:42
Ada satu baris dari 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' yang masih sering terngiang di kepalaku: cara ia menulis itu seperti orang yang sedang berbicara langsung ke telingamu, tanpa basa-basi. Gaya Djenar Maesa Ayu itu blak-blakan, puitis sekaligus kasar dalam arti yang baik—kasar karena tidak memoles luka-luka, tidak menghaluskan bahasa ketika bicara soal seks, kekerasan, atau rasa malu. Untukku, efeknya pertama-tama adalah terkejut, lalu terusik, dan akhirnya lega; terkejut karena tiba-tiba menemukan kata-kata yang biasanya terpendam, terusik karena ia menempatkan moralitas publik di ruang gelap yang seharusnya tidak kita pandang, dan lega karena ada representasi yang jujur. Cara ia merangkai kalimat singkat, pengulangan yang ritmis, dan campuran bahasa sehari-hari membuat pembaca merasa dekat—seolah-olah kita mendengar curhatan sahabat yang tak takut mengaku. Dampaknya bukan hanya emosional: ia mendorong pembaca untuk mempertanyakan norma, untuk berani mengakui bagian diri yang tak nyaman, dan kadang memberi keberanian untuk menulis atau berbicara lebih terbuka tentang pengalaman pribadi.

Bagaimana Kritik Sastra Menilai Prose Djenar Maesa Ayu?

1 Answers2025-09-14 23:58:48
Membaca prosa Djenar Maesa Ayu selalu terasa seperti masuk ke ruang yang penuh suara—keras, tak sopan, sekaligus sangat akrab. Aku suka betapa karyanya menantang batasan bahasa bak seorang performer yang sengaja bikin penonton tidak nyaman; itu bukan sekadar provokasi kosong, melainkan strategi estetik untuk membuka celah-celah pengalaman perempuan yang selama ini sering disunyi atau dibungkam. Critic-literary biasanya menunjuk ke penggunaan bahasa sehari-hari yang brutal, metafora tubuh yang berulang, dan narator yang seakan-cerca sekaligus rentan—semua itu jadi modal utama Djenar buat membentuk estetika yang khas. Secara teknik, kritik sering menyorot gaya prosa Djenar yang fragmentaris dan konfessional. Kalimat-kalimatnya bisa tiba-tiba terputus, lompat dari monolog ke dialog batin, atau meluncur ke imej-imej sensori yang bikin kepala berputar. Gaya ini dianggap efektif karena mencerminkan pengalaman psikologis tokoh—terutama tokoh perempuan yang mengalami konflik identitas, keinginan, dan traumatisme. Sementara beberapa kritikus memuji keberaniannya memakai kata-kata vulgar untuk menghilangkan jarak antara pembaca dan realitas yang tabu, yang lain mempertanyakan apakah vulgaritas itu selalu punya landasan politik atau kadang cuma sensasi komersial. Di antara pujian dan kritik itu, banyak pembaca dan peneliti melihat prosa Djenar sebagai bentuk perlawanan terhadap tata-bahasa sopan yang selama ini memaksa perempuan untuk berbisik. Dari perspektif tematik, kritik sastra sering mengangkat bagaimana Djenar menempatkan tubuh dan seksualitas sebagai medan perlawanan dan representasi. Prosa-prosanya kerap mengeksplorasi kekuasaan, kekerasan, dan eksistensi perempuan di ruang-ruang urban; bahasa tubuh menjadi alat untuk mengekspresikan amarah, kesepian, bahkan humor yang gelap. Ada pembacaan feminis yang memandang karyanya sebagai pembacaan ulang wacana gender: bukan sekadar mengekspos penderitaan tapi juga menegaskan subyektivitas yang menolak normalitas patriarkal. Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik representasi kekerasan yang intens—apakah itu memberi suara pada korban atau malah memobjectifikasi penderitaan untuk kepentingan estetika? Perdebatan ini terus hidup, dan menurutku itu sehat karena menempatkan karya Djenar di persimpangan etika dan seni. Di ranah publik, penerimaan juga campur aduk: ada yang memuji inovasi bahasanya, ada yang terganggu oleh gaya yang tidak konvensional. Yang jelas, efeknya terasa—karyanya memancing diskusi, penelitian, dan adaptasi ke medium lain. Bagi aku pribadi, prosa Djenar seperti musik noise yang kadang bikin greget tapi juga membuka ruang perasaan yang jarang ditulis: kasar, jujur, dan tidak manis. Meski kadang aku nggak setuju dengan semua pilihannya, aku tetap kembali karena karya-karyanya memaksa aku berpikir ulang tentang batas bahasa dan soal siapa yang berhak berbicara—dan itu, bagi pembaca yang haus akan teks yang menggugah, sangat berharga.

Apakah Ada Wawancara Terbaru Dengan Djenar Maesa Ayu?

1 Answers2025-09-14 13:12:40
Biar nggak muter-muter: ada beberapa wawancara Djenar Maesa Ayu yang muncul belakangan ini, tersebar di platform digital dan beberapa media cetak/online. Aku sempat menonton dan membaca beberapa potongan—inti pembicaraannya masih sama: soal proses menulis yang blak-blakan, pandangannya soal perempuan dan seksualitas dalam sastra, juga pengalamannya ketika karya-karyanya diadaptasi ke layar. Kalau kamu pengikut setianya, kemungkinan besar kamu bakal nemu satu atau dua sesi panjang di podcast dan beberapa potongan video live yang diunggah ulang di kanal YouTube atau akun Instagram pihak ketiga. Untuk nyarinya gampang: cek akun-akun resmi yang biasa mewawancarai penulis—podcast besar di platform streaming (Spotify, Apple Podcasts), kanal YouTube yang sering ngundang penulis sastra, dan tentu saja feed Instagram. Banyak wawancara terbaru muncul dalam format podcast panjang (60–90 menit) atau obrolan santai di IG Live yang kemudian dipotong jadi beberapa klip. Selain itu, media berita nasional dan portal budaya kadang menurunkan transkrip atau tulisan ringkasan setelah wawancara berlangsung. Kalau mau yang langsung dan otentik, cari rekaman video penuh karena ekspresi dan nada suaranya bikin obrolan terasa lebih hidup. Topik yang diangkat pada wawancara-wawancara itu biasanya konsisten: dia sering membahas bagaimana pengalaman pribadi memengaruhi gaya menulisnya, perdebatan soal sensor dan batasan di karya-karya yang provokatif, serta lika-liku menerjemahkan cerita pendek ke bentuk film atau teater. Ada juga sesi yang lebih santai di mana Djenar cerita soal rutinitas menulis, tokoh favorit, atau penulis yang menginspirasinya. Kalau ada proyek baru (buku, film, atau kolaborasi), biasanya itu yang memicu rangkaian wawancara—jadi kalau kamu ngeliat lonjakan materi beberapa minggu terakhir, besar kemungkinan ada rilis atau pengumuman terbaru dari dia. Kalau kamu ingin ringkasan cepat tanpa menonton semuanya, fokus ke podcast episode panjang karena biasanya pembahasan lebih dalem dan tuntas; untuk highlight lucu atau kutipan tajam, cek klip-klip pendek di YouTube/Instagram. Satu hal yang menyenangkan: format digital bikin banyak momen jadi mudah diakses ulang—kutipan menarik sering diunggah ulang di akun fandom atau kanal budaya, jadi kamu bisa ngumpulin potongan-potongan terbaik tanpa nonton seluruh episode. Aku sendiri jadi sering replay bagian-bagian tertentu karena cara dia bicara soal kebebasan berekspresi itu selalu menyentil. Intinya, iya—ada wawancara-wawancara terbaru, tersebar di beberapa platform. Nikmati saja yang sesuai mood: kalau mau serius, dengerin podcast panjang; kalau mau cepet dan witty, tonton klip-klip pendek. Aku pribadi selalu keluar dari tiap wawancara dengan perasaan ingin baca ulang karya-karyanya dan menyimak sudut pandang dia soal menulis yang nggak malu-malu lagi.

Siapa Tokoh Paling Ikonik Dalam Cerita Djenar Maesa Ayu?

5 Answers2025-09-14 19:18:03
Dari semua karakter dalam karya Djenar yang pernah kusingkap, yang paling tertanam di kepala adalah sosok narator—suara ‘aku’ yang blak-blakan dan tanpa basa-basi. Dia muncul paling jelas di 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' sebagai figur yang melanggar tabu, membicarakan hasrat, marah, tertawa, dan meratapi hidup dengan cara yang mentah tapi jujur. Bagi saya, keikatan emosional itu lahir bukan karena plot yang rumit, melainkan karena gaya bercerita yang terasa seperti curahan hati teman dekat: kasar di kata, lembut di titik henti. Aku sempat terpaku pada kalimat-kalimat yang seolah menampar norma sosial; itu membuat tokoh ini terasa bukan hanya karakter fiksi, melainkan suara kolektif perempuan yang sering tak terdengar. Di sinilah letak ikoniknya—bukan sekadar persona pemberontak, tapi juga kebebasan berekspresi yang menantang pembaca untuk menempatkan diri dalam posisi yang sama. Akhirnya, setiap kali membuka halaman Djenar, aku selalu menunggu kembali pada suara itu; selalu ada kejutan dan kenyamanan sekaligus.

Di Mana Pembaca Bisa Membeli Buku Djenar Maesa Ayu?

5 Answers2025-09-14 03:15:47
Pencarian buku Djenar Maesa Ayu selalu bikin aku bersemangat; dia punya gaya yang bikin koleksi pribadi terasa lebih hidup. Untuk cari bukunya, langkah paling mudah adalah cek toko buku besar seperti Gramedia (baik toko fisik maupun gramedia.com). Mereka biasanya punya stok karya-karya penulis lokal populer. Selain itu, marketplace besar seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak juga sering menjual edisi baru maupun bekas; tinggal periksa rating penjual dan deskripsi kondisi buku. Kalau mau yang antik atau cetakan lama, aku sering berburu di Pasar Buku Senen atau grup jual-beli buku bekas di Facebook—kadang dapat edisi lawas yang menarik. Kalau lebih suka belanja dari luar kota, Periplus dan Kinokuniya (kalau tersedia) kadang membawa terjemahan atau edisi tertentu. Untuk pilihan digital, cek platform e-book lokal karena beberapa judul bisa saja tersedia dalam format e-book. Singkat kata, kombinasikan cek toko besar, marketplace, dan pasar buku bekas untuk peluang terbaik. Aku biasanya memantau beberapa tempat ini sampai nemu kondisi dan harga yang pas—senang banget kalau dapat edisi favorit dengan harga ramah.

Bagaimana Peran Feminisme Muncul Dalam Karya Djenar Maesa Ayu?

5 Answers2025-09-14 17:46:18
Tiap kali menutup salah satu cerpen Djenar, aku selalu merasa seperti baru keluar dari ruang gelap yang penuh lampu neon — sinis, panas, dan sangat jujur. Dalam tulisannya, feminisme muncul bukan sebagai slogan yang rapi tapi sebagai denyut nadi yang nakal: perempuan yang memutuskan sendiri soal tubuhnya, hasratnya, dan keinginannya. Di 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' dan cerita-cerita pendek lain, dia menulis perempuan yang berani bersuara tentang seks, kesepian, dan kebencian terhadap norma yang mengekang. Bahasa yang dipakai sering kasar, lucu, dan provokatif; itu metode untuk merusak tabu yang selama ini dipakai patriarki untuk membungkam perempuan. Yang kupuji adalah cara Djenar menolak posisi korban yang manis. Karakternya kompleks, kadang menyebalkan, kadang memikat — dan dari situ muncul kekuatan feminisnya: menuntut ruang untuk menjadi utuh, termasuk bagian yang gelap. Aku keluar dari ceritanya dengan perasaan tergelitik sekaligus diberdayakan, seperti dia menampar sopan santun supaya kita sadar realitasnya.

Adaptasi Film Mana Yang Cocok Untuk Karya Djenar Maesa Ayu?

5 Answers2025-09-14 05:59:17
Aku selalu membayangkan karya Djenar diangkat jadi film yang berani dan intim; pilihan pertamaku adalah memberi ruang pada nada prosa Djenar yang raw dan sensual lewat sutradara seperti Mouly Surya. Mouly punya kemampuan merancang adegan-adegan yang tenang tapi penuh ketegangan emosional—tepat untuk menangkap suara perempuan yang eksplisit, kompleks, dan penuh kontradiksi dalam tulisan Djenar. Kalau aku yang menyutradarai, aku akan membuat film panjang berdurasi sekitar 100–120 menit, fokus pada satu tokoh utama yang dieksplor dalam tiga babak non-linier. Visualnya diarahkan ke close-up yang intens, palet warna hangat namun agak pudar, dengan sound design yang mengutamakan detil kecil (napas, derak lantai, musik latar yang intim). Untuk menjaga keaslian, dialog harus tetap terasa seperti prosa Djenar—kadang puitis, kadang kasar, selalu jujur. Penonton yang mencari pengalaman emosional yang menghantui akan keluar bioskop merasa terguncang, terhibur, dan terpantik berpikir. Aku sendiri akan suka duduk di sana, menatap layar sambil merasakan campuran ketidaknyamanan dan kekaguman.
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status