Satu sore yang biasa,
saat matahari menuruni dahi langit dengan sabar,
datanglah seorang anak perempuan ke teras “Pelan Saja”.
Langkahnya ringan, tapi matanya menyimpan musim yang terlalu awal untuk usianya.
Namanya: Titha.
Usia: 13 tahun.
Rambutnya dikuncir asal. Tas selempangnya sobek sedikit di ujung.
Tapi caranya mengetuk… seolah dia tahu betul tempat ini tidak bisa dimasuki dengan suara keras.
Alana membukakan pintu.
Titha berdiri kaku, lalu menyodorkan amplop cokelat tipis.
Isinya hanya satu kalimat:
“Aku pengen belajar diam. Tapi diam yang nggak bikin aku takut.”
Alana tidak langsung menjawab.
Ia hanya tersenyum kecil, membuka pintu lebar-lebar, dan memberi isyarat duduk.
Hari itu, mereka tidak bicara banyak.
Titha hanya duduk. Matanya bergerak cepat,
seolah memotret tiap sudut ruangan dengan batinnya.
Kadang, ia mencoret di buku kecil. Kadang diam total.
Sampai matahari benar-benar tenggelam, dan Alana memberinya teh.
Titha datang keesokan harinya.
Dan lusa.
Dan seterusnya.
Ta