bau besi tua dan api yang membara menyambut langkah mereka. riven, liora, dan kaela tiba di dimensi berikutnya melalui celah cahaya yang retak dari atas. kali ini, mereka tak mendarat di tempat yang familiar. bukan ruangan atau tanah.
mereka berdiri di atas cermin. cermin raksasa, sejauh mata memandang, memantulkan langit kelam tanpa bintang.
> “ini... bukan dunia nyata,” gumam kaela, menatap ke bawah. bayangannya tak mengikuti gerakannya.
> “kita ada di dimensi refleksi,” liora menjawab. “semua hal yang lo takutin, yang lo coba kubur dalam hati... bakal hidup di sini.”
riven menghela napas. ia merasakan tubuhnya berat. bukan karena luka atau lelah. tapi karena… dirinya sendiri.
> “jadi... kita harus ngadepin versi terburuk dari diri kita?” tanyanya.
> “nggak,” kata suara dari kejauhan.
suara yang dingin. lembut. tapi seperti pisau.
dari balik kabut, muncullah tiga sosok.
masing-masing sama persis dengan riven, kaela, dan liora.
tapi mata mereka kosong. kulit mereka