Sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, Yin terus bergerak maju. Ayunan langkahnya semakin cepat meninggalkan Gedung Perpustakaan Shanghai yang memiliki 24 lantai.
Ketika Yin belum tahu ke mana arah tujuannya malam ini, dia terus saja berjalan lurus melawan arus kendaraan yang berlalu lalang. Tak jarang pula, jika dirinya bertemu dengan sebuah belokan, dia akan memasuki jalan sempit tersebut. Ada kalanya dia bertemu dengan sebuah jembatan, maka dia akan menaiki serta menuruni tangganya. Kemudian memutar arah dan terus berjalan tanpa henti menuju keramaian lalu lintas.
Diam-diam Yin selalu memperhatikan gerak gerik si penguntit melalui pantulan kaca jendela yang ada di setiap bangunan yang dilewati.
“Sialan!” umpatnya adalam hati. “Kenapa orang itu masih terus membuntutiku? Siapa dia? Apa dia mengenalku?”
Yin menyangsikan pertanyaannya sendiri.
Mustahil!
Ada orang yang mengenali dirinya sebagai jenderal besar Dinasti Qing di dunia yang baru ini! Apalagi wajah dan bentu