"Kenapa kamu ngelarang aku buat ngelawan Kiara, Rai?" sergah Gendhis begitu mobil melaju meninggalkan rumah sakit. Sejak merasa baikan dan tangannya yang terluka sudah lebih sering digunakan, Rai memang lebih memilih untuk menyetir mobil sendiri.
"Aku nggak mau terjadi keributan yang nggak perlu," balas Rai tenang sekali.
"Tapi dia yang mulai nampar aku duluan!"
"Tapi udah kamu bales, kan?"
"Tapi dia bikin aku malu di rumah sakit udah berkali-kali. Oh, kamu belain dia?" lengking Gendhis benar-benar marah kali ini. "Kamu ada di pihaknya? Nggak suka kalau aku menang dari dia nantinya?"
"Sejak awal kamu udah menang, Ane-san. Kamu nggak perlu buktiin apa-apa ke Kiara. Dan aku ada di pihakmu, ngapain aku belain dia, ya aku di pihak istriku, lah!"
"Kenapa kamu ngelarang aku buat berantem, satu lawan satu sama Kiara? Kalau cuma adu mulut, dia jelas menang telak Rai, kami beda level, aku bekas pelacur dan dia calon dokter spesialis."
"Padahal aku nggak ngebahas soal level lho, Ndhis," san