“Loh Arni. Kamu tahu apartemen ini juga?” tanya Nana heran. Berusaha menahan gemuruh dalam dadanya.
Apalagi tadi ia melihat senyum bahagia Arni di foto pernikahan dengan Roni. Dadanya kembali sesak mengingat itu semua.
“A—aku, aku,” ucap Arni bingung.
Nana bangkit. Berjalan mendekati Arni yang sudah bergetar ketakutan. Ia menatap mata adik tiri sekaligus adik madunya yang berair. Siap menumpahkan air mata ketakutan. Nana tidak segan memperlihatkan wajah curiganya di depan Arni. Melihatnya ketakutan sungguh menyenangkan.
“Kenapa kamu tegang seperti ini Ar. Ayo masuk.” Nana merangkul Arni. Mencengkram bahunya erat. Menyalurkan emosi yang selama ini dia tahan.
Roni hanya bisa bergeming. Tidak berani mendekati kedua istrinya yang duduk di sofa. Alih-alih menutup pintu yang masih terbuka. Dadanya berdegup kencang seperti hampir meledak. Jika ada pintu kemana saja, Roni ingin pergi dari situasi ini sekarang juga.
“Tolong bawakan air untuk Arni lalu tutup pintunya Mas.” Perintah Nana lembut.