Siang itu, sinar matahari yang masuk melalui jendela ruang rawat memberikan kehangatan yang lembut. Melvin baru saja pergi ke kafetaria rumah sakit untuk membeli makanan ringan dan kopi, setelah memastikan bahwa Thania dan kedua bayi mereka dalam kondisi stabil.
Ia enggan meninggalkan mereka, tetapi Thania meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja, dia hanya ingin istirahat sejenak.
Begitu Melvin menutup pintu, Thania menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Fisiknya masih terasa lemah, perutnya nyeri, dan setiap gerakan kecil pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Namun, yang paling mengganggunya bukan hanya rasa sakit fisik, melainkan ketakutan yang perlahan mulai merayapi pikirannya—ketakutan akan masa depan.
Tak lama kemudian, dokter kandungan yang menanganinya selama ini mengetuk pintu dan masuk dengan membawa tablet digital. Dokter tersebut tersenyum ramah, lalu menanyakan kondisi Thania.
"Bagaimana rasanya hari ini, Nyonya Thania? Apakah masih terasa nyeri?"
Than
