Wanita itu menyadari kalau mereka menjadi pusat perhatian. Dia menatap bunga di tangannya, juga jemari Hanif yang secara tak sengaja bersentuhan dengan kulitnya. Sejenak tatapan mereka saling beradu, keriuhan di ballroom teredam. Dunia seolah menjadi milik mereka berdua.
“Se-sekali lagi saya minta maaf. Saya nggak sengaja menabrak ka—“
Belum sempat Hanif menyelesaikan omongannya, wanita itu sudah mendorong bunga tersebut ke dada Hanif.
“Nggak masalah. Saya juga kurang memperhatikan jalan. Saya juga minta maaf,” kata wanita itu.
Hanif termenung di tempatnya. Hanya perasannya saja atau bagaimana, wanita itu tampak menghindari Hanif. Dia bahkan menjaga jarak dari Hanif dan tentara di sekelilingnya dengan gugup. Hanif hendak mengatakan sesuatu, tapi wanita itu sudah berpamitan pergi.
“Kalau begitu, permisi. Ada yang menunggu saya di sebelah sana.”
“Tapi, bunganya—“
Wanita itu berbalik dengan cepat dan menyusuri lautan manusia dengan kepala tertunduk. Hanif ingin memanggilnya. Sayangnya, H