"Mas Damar pulangnya cepat hari ini," gumam Elok pelan dari jendela rumah kecil.
Dari sela tirai, dia melihat Damar dan Anjani berdiri di teras rumah utama. Tidak terdengar apa pun, tapi dari gerakan tubuh mereka, jelas sedang tertawa. Meski samar, ada keintiman yang menyakitkan di sana. Kontras dengan hening di sekeliling Elok.
Elok menghela napas panjang lalu mundur dari jendela. Dadanya terasa sesak entah karena cemburu atau karena luka lamanya kembali terasa. Luka yang tidak hanya di kulit tapi menempel di ingatan.
Ketukan pelan membuyarkan lamunannya.
"Assalamu’alaikum, Mbak," suara Sari terdengar dari balik pintu.
"Wa’alaikumsalam. Masuk aja, Sari," sahut Elok berusaha terdengar biasa.
Sari masuk sambil membawa dua rantang kecil. "Aku bawain Mbak makanan dan cemilan. Aku tambahin oseng tahu sama sambal goreng. Aku kepikiran, kamu makan apa aja di sini."
Elok tersenyum tipis. "Makasih, Sari. Aku jadi merasa enggak sendirian."
Sari meletakkan rantang di meja lalu melirik Elok yang