Lorong-lorong istana sunyi saat Azrael kembali. Langkah-langkahnya bergema pelan di antara dinding batu berukir yang dingin, disinari cahaya lilin yang tak berani menari terlalu liar—seolah ikut menjaga kesunyian yang rapuh itu.
Udara terasa berat, bukan oleh sihir atau ancaman, tapi oleh sesuatu yang jauh lebih halus: kecanggungan batin dan rasa bersalah yang tak memiliki nama.
Ia tahu Arcelia ada di sana. Bahkan tanpa penglihatan pun, tubuhnya merespons keberadaan wanita itu—seperti napas pertama setelah terbenam dalam air terlalu lama.
Guardian yang ditanamkan dari darah leluhur Azrael membisikkan kehadiran Ratu Iblis—tapi lebih dari sekadar informasi, bisikan itu menyentuh langsung jantungnya. Dan Azrael tahu: Arcelia melihatnya tadi. Dan mungkin, merasakan sesuatu yang tidak pernah ingin ia tunjukkan pada perempuan yang paling ia cintai.
Azrael sudah siap, jika Arcelia akan menyambutnya dengan amukan atau rajukan. Dia mengerti, pasti dia akan salah paham melihat apa yang terjadi.