Senja mulai berganti malam ketika Peter Davis bergegas keluar dari Klinik Tradisional Sehat Sejahtera sambil mengenakan jaket tipis yang sudah lusuh.
Keringat masih membasahi dahinya setelah menangani dua puluh tiga pasien dalam satu hari, rekor baru yang bahkan membuat Dokter Antoni Wong terpaksa mengakui kehebatan anak magangnya dengan wajah masam.
"Dokter Peter! Dokter Peter!" teriak seorang nenek-nenek yang tergopoh-gopoh mengejarnya. "Aku belum dapat nomor antrian! Kaki aku sakit sekali!"
"Maaf, Nenek, besok pagi aku akan kembali," Peter menjawab sambil terus berjalan cepat. "Sekarang aku ada urusan penting."
Di balik jendela klinik, Endi Wang berdiri sambil menyeringai licik seperti ular yang sedang merencanakan serangan. Matanya yang tajam mengikuti langkah Peter dengan kepuasan yang menyeramkan.
"Nikmati saja kemasyhuran palsu ini, tabib kampungan," gumam Endi sambil mengusap-usap tangannya yang masih terasa kebas.
"Besok pagi, semua institusi kesehatan negara RASTAL akan meng