Keesokan harinya, Raina datang ke kantor dengan wajah lelah, namun matanya memancarkan tekad yang kuat. Ia tahu, ia tidak bisa lagi berdiam diri. Ia harus memutuskan. Mengungkapkan kebenaran, atau menguburnya dalam-dalam demi keselamatan keluarganya? Dilema ini mengoyak jiwanya.
Ia melangkah masuk ke ruangan Arjuna. Pria itu sudah duduk di mejanya, tampak sibuk dengan dokumen. Arjuna mendongak, menatap Raina. Ada sedikit kerutan di keningnya, seolah ia bisa merasakan ketegangan yang Raina bawa.
"Anda terlihat tidak bersemangat, Raina," kata Arjuna, nadanya lembut, sebuah perhatian yang tulus. "Apakah Anda baik-baik saja?"
Raina memaksakan senyum tipis. "Saya baik-baik saja, Bapak. Hanya sedikit lelah."
Arjuna mengangguk. "Jangan terlalu memaksakan diri. Kesehatan Anda juga penting."
Kata-kata Arjuna terasa menenangkan, sekaligus menyakitkan. Raina merasa bersalah karena telah menyembunyikan rahasia sebesar ini dari pria yang semakin ia pedulikan. Namun, ia tahu, mengungkapkan kebenara