Melihat perhiasan yang kukenakan, Imelda kembali mengulurkan tangannya dan menarik anting dari telingaku dengan paksa. Aku meringis kesakitan dan telingaku sudah pasti berdarah.
"Imelda, kamu sudah gila? Sudah kubilang, aku nggak kenal suamimu!"
Imelda baru hendak bicara ketika ponsel di tangannya berbunyi. Dia melihat nomor peneleponnya, lalu tersenyum manis. "Pasti suamiku yang menelepon untuk memastikan aku baik-baik saja."
Salah satu temannya berkata, "Aktifkan speaker-nya, biar perempuan ini dengar seberapa sayangnya suamimu padamu."
"Oke."
Begitu panggilan tersambung, Imelda yang tadinya berwajah garang langsung berubah menjadi lembut dan manja. "Sayang, aku lagi gendong bayi dan belanja sama teman-teman."
Di ujung telepon, suara laki-laki itu terdengar, "Jangan pulang terlalu malam, jaga anak baik-baik."
Aku tertegun. Aku dan Kent sudah saling mengenal bertahun-tahun dan aku langsung bisa mengenali suara itu. Sebelum mendengar suara ini, aku berpikir bahwa semua ini hanyalah kesalahpahaman. Namun sekarang, rasanya seperti ada sesuatu yang hancur dalam pikiranku.
Aku menatap Imelda yang baru saja menutup telepon dan bertanya, "Kamu punya foto suamimu?"
Dengan ekspresi bangga, Imelda membuka galeri ponselnya dan menunjukkan foto padaku. "Jalang, lihat baik-baik. Ini suamiku. Dia cinta banget sama aku, kamu nggak akan bisa merebutnya!"
Di foto itu, terlihat seorang pria duduk di sofa bersama Imelda yang sedang menggendong bayinya, layaknya keluarga kecil yang bahagia. Pria itu adalah suamiku, Kent!
Melihat ruang tamu yang tidak asing itu, aku mengepalkan tanganku perlahan. Rumah ini adalah vila yang kubeli dua tahun yang lalu. Aku jarang tinggal di sana karena terlalu jauh dari kantor, jadi aku membeli vila lain yang lebih dekat dan membiarkan Kent mengurus rumah ini.
Selama setengah tahun terakhir, Kent sering bilang dia harus dinas luar kota dan hanya beberapa hari dalam sebulan berada di rumah. Aku khawatir dia kelelahan dengan pekerjaannya, jadi setiap kali dia pulang, aku selalu membuat sup untuk menyehatkannya.
Namun, ternyata dia tidak pulang karena sudah memiliki rumah lain di luar sana. Selain itu, rumah itu kubeli dengan uangku sendiri!
Meskipun aku sudah bersama Kent selama bertahun-tahun, dia selalu memperlakukanku seperti dulu. Lembut, penuh perhatian, rajin, dan tampak jujur. Pria yang dianggap semua orang sebagai suami yang sempurna ternyata diam-diam berselingkuh di belakangku, bahkan sampai punya anak!
Aku masih ingat hari pernikahan kami, ketika Kent menangis dan bersumpah akan selalu memperlakukanku dengan baik seumur hidupnya.
Melihat aku terdiam, Imelda mengira aku merasa bersalah dan mengeluarkan foto lain untuk ditunjukkan padaku.
"Ini adalah akta nikahku dengan suamiku. Kalau bukan karena aku hamil dan melahirkan, suamiku pasti sudah mengadakan pesta pernikahan mewah untukku. Pelacur sepertimu cuma bisa bermimpi bisa mendapatkan semua ini."
Aku melihat foto dan nama di akta nikah itu dengan kebingungan. Ini tidak mungkin. Aku dan Kent belum bercerai, jadi jika mereka benar-benar menikah, itu berarti Kent telah melakukan poligami yang merupakan tindak kejahatan.
Namun, sebelum aku bisa mencerna semuanya, Imelda menarik paksa kalung dari leherku dan langsung berusaha merebut gelang di pergelangan tanganku. Aku berteriak panik, "Jangan sentuh gelang itu! Yang lain boleh kalian ambil, tapi jangan sentuh gelang ini."
Imelda menyuruh dua temannya menahan tanganku, lalu dia melepaskan gelang itu dari pergelangan tanganku. Dengan nada cemas, aku memohon, "Kembalikan gelangku, tolong kembalikan."
"Imelda, kalau kamu kembalikan gelang itu, aku nggak akan menuntut atas kerusakan mobilku atau kerugian akibat barang antikku yang hancur. Kumohon, kembalikan gelang itu."
Imelda menatapku dengan tawa sinis. "Seru juga melihatmu sepanik ini."
Aku merasa sangat cemas dan hampir berteriak, "Kamu tahu nggak, gelang giok hijau imperial ini bernilai lebih dari 200 miliar!"
Imelda menatapku dengan mencemooh. "Jangan coba-coba bohongi aku. Gelang biasa saja kamu bilang harganya lebih dari 200 miliar? Kamu pikir aku sebodoh itu?"
Aku mengepalkan tangan. "Gelang ini adalah giok hijau imperial yang sangat langka, nilainya nggak terukur di pasaran. Kamu nggak akan sanggup menggantinya!"
Dalam siaran langsung, beberapa penonton yang ahli mulai mengenali gelang itu.
[ Dari warnanya, itu benar-benar terlihat seperti giok hijau imperial. ]
Imelda terlihat sedikit bimbang. Wanita paruh baya yang tadi menamparku kemudian menyenggol lengannya. "Imelda, nggak usah takut. Kalau gelang ini benar-benar bernilai 200 miliar seperti yang dibilangnya, mana mungkin pelakor sepertinya sanggup membelinya?"
"Pasti suamimu yang beliin kasih dia, yang artinya ini adalah harta bersama milik kalian! Hancurkan saja semaumu, apa yang kamu takutkan?"
"Iya nih! Benar kata bibimu!"
Imelda mengangguk. "Benar, gelang ini pasti pemberian suamiku, yang berarti adalah milikku juga."
Aku menatap mereka dengan amarah yang membeludak. Dasar sekelompok orang bodoh!
"Dengar baik-baik, akulah istri sah Kent. Kalian pasti akan menerima konsekuensi atas perbuatan bodoh kalian ini!"
Namun, kata-kataku tenggelam oleh cacian mereka. Aku ditekan dengan kuat ke tanah. Tidak peduli sekeras apa pun aku berusaha melawan, semua usahaku sia-sia.