Sesampai di parkiran, Michael menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya sebelum akhirnya menatap Sahira. “Aku akan mengantarkanmu pulang dulu ke apartemen. Setelah itu, aku harus pergi.”
Sahira mengernyit, bingung dengan perubahan sikapnya yang mendadak serius. “Ada apa, Pak? Kenapa tiba-tiba ingin pergi?”
Michael tidak langsung menjawab. Dia hanya menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya.
“Pak?” Sahira mencoba lagi, kini nada suaranya mengandung sedikit khawatir.
Michael menghela napas, lalu berkata, “Aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Ini urusan penting.”
Sahira semakin curiga, tapi melihat ekspresi Michael yang tegang, dia memilih untuk tidak banyak bertanya.
Mobil berhenti di depan apartemen Sahira. Michael menoleh padanya, matanya sedikit melunak. “Tetap di dalam. Jangan keluar sampai aku menghubungimu.”
Sahira semakin bingung. “Pak, ini ada hubungannya dengan pekerjaan?”
Michael tidak menjawab langsung. “Ya, semacam