"Sayang Aku mau segera punya anak. Kamu nggak keberatan, kan? Kita bisa minta cuti dulu untuk kuliahmu selama satu tahun setelah anak kita lahir."
Ucapan Paul menyentak Syafa. Lagi-lagi ia tak bisa menjawab. Apalagi ia memang belum menginginkan hadirnya seorang bayi. Ia masih sangat muda. Namun, sanggupkah ia mengabaikan permintaan Paul?
"Kenapa diam, Sya ...?" Paul memandang intens pada Syafa yang tampak gugup.
"Mmm ... nggak apa-apa, Kak. Aku juga mau kok punya anak." Syafa tersenyum lebar. Ia tak mungkin menceritakan keinginan ayahnya agar menunda kehamilannya selama menjadi brand ambasador perusahaan keluarganya nanti.
"Syukurlah. Aku tadi lihat betapa bahagianya Mama saat tahu kalau Maira hamil. Aku juga ingin mama bahagia saat tau kamu hamil, Sayang."
Paul merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia merasa sangat lelah akibat ketegangan yang diciptakan Rein tadi pagi.
"Sya, sini ...!" Paul menepuk-nepuk sisi ranjang yang kosong di sebelahnya.
Dengan semangat, Syafa malah menghambur