Kitab yang Tidak Mau Ditulis
Lena melangkah perlahan ke dalam menara huruf, bangunannya tinggi menjulang tapi masih transparan, seolah terbuat dari niat dan ingatan. Tiap dindingnya terdiri dari kalimat-kalimat yang belum diputuskan, berkedip dalam bahasa yang belum dilahirkan. Begitu kakinya menyentuh lantai pertama, semuanya menjadi senyap. Kai di belakangnya seketika berhenti bicara. Bahkan suara napas Ustadz Faris tak terdengar.
“Apa yang terjadi?” tanya Kai, mulutnya bergerak tapi tak bersuara.
Udara di sekeliling mereka berubah jadi tinta cair. Namun bukannya tenggelam, mereka justru mulai melayang. Lantai di bawah menghilang dan mereka terbawa menuju ruang pusat menara. Di sanalah mereka melihatnya: Kitab yang Tidak Mau Ditulis.
Kitab itu berdiri di tengah ruangan, menggantung di udara, tertutup rapat tanpa tali pengikat. Ia seperti jantung dunia, berdenyut, tapi seolah hidupnya tidak berasal dari tinta, melainkan dari ingatan yang dilupakan.
Ustadz Faris maju lebih dulu. Tata