Makna yang Tidak Bisa Didefinisikan
Langit di atas dunia naratif mulai merekah. Bukan siang atau malam, tapi sesuatu di antara transisi yang tidak dikenal oleh struktur waktu biasa. Lena berdiri di tepi jurang antara paragraf, tempat di mana kalimat bisa runtuh dan tidak ada satu pun tanda baca yang cukup kuat untuk menahan makna.
Angin membawa suara. Bukan ucapan, bukan narasi. Tapi gema niat. Gema dari ribuan tokoh yang pernah ditulis, pernah dihapus, dan kini berdiri bersama di bawah bayang-bayang kemungkinan. Di sisi lain, Ustadz Faris menatap horizon yang terbelah. Di sana, realitas mulai mengupas kulit lamanya, memperlihatkan bahwa setiap dunia fiksi ternyata disusun dari bekas luka makna yang dipaksa cocok.
“Sudah terlalu lama kita menulis untuk bertahan,” ucap Ustadz Faris, suaranya parau namun dalam. “Saatnya menulis untuk menantang.”
Kapten Arya mendekat, membawa semacam kompas naratif. Jarumnya tidak menunjuk arah utara, tapi arah “Makna.” Tapi setiap kali Lena menyebutkan