Ruang di Antara Pertanyaan
Udara di dalam ruangan itu seolah tidak berisi oksigen, melainkan gema. Setiap langkah Lena dan Kai menimbulkan suara seolah lantai berbicara kepada mereka. Ustadz Faris berjalan paling depan, tongkatnya bersentuhan dengan lantai seperti mengetuk pintu masa lalu yang terkunci.
Kapten Arya menjaga belakang, waspada akan segala celah cerita yang bisa mendadak menjadi perangkap. Cahaya tidak datang dari atas, tapi dari sisi-sisi kalimat yang tergantung di udara, seperti lampion dari aksara yang belum selesai ditulis.
Di tengah ruangan, mereka menemukan podium bundar. Di atasnya bukan kitab atau naskah, melainkan kursi kosong. Tapi di balik kursi itu ada bayangan. Bayangan yang bentuknya berubah setiap detik, seakan tidak bisa memutuskan akan menjadi siapa: terkadang menyerupai penulis, terkadang menyerupai tokoh, terkadang... menyerupai pembaca.
Kai berbisik, “Itu... siapa?”
“Bukan siapa,” jawab Ustadz Faris lirih. “Itu adalah Kursi Jawaban. Hanya bisa diduduki
