Hari-hari setelah sidang perceraian terasa seperti berjalan di atas bara bagi Shena. Ia tahu, sebagai wanita yang ingin menjaga martabat, ia harus tetap tegar meski hati dan pikirannya terus berkecamuk. Situasi di rumah juga tidak membantu. Konflik kecil sering kali meletus, terutama antara Vidya dan Bu Surti, sementara Arya lebih banyak diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Malam itu, Shena duduk di ruang keluarga sambil memeriksa beberapa dokumen butik. Sesekali, ia menyesap teh hangat yang sudah mulai dingin. Pikirannya terpecah antara pekerjaan dan situasi di rumah yang semakin rumit.
Langkah kaki ringan terdengar dari arah dapur. Bu Surti muncul dengan raut wajah yang tampak ragu-ragu, membawa nampan berisi beberapa makanan kecil.
"Shena, apa Ibu boleh duduk di sini?" tanya Bu Surti, suaranya terdengar lembut dan canggung.
Shena mengangkat wajahnya, ia tersenyum tipis. "Tentu boleh dong, Bu. Duduk saja."
Bu Surti menaruh nampan di atas meja dan duduk di kursi yang berseber