Langit masih berwarna kelabu ketika Irish terbangun dari tidurnya. Langit-langit yang asing. Selimut dengan aroma maskulin samar. Dan... kehangatan di sisi tubuhnya. Kepalanya masih bersandar di dada seseorang yang dadanya naik turun perlahan dalam irama tidur. Arthur.
Ia belum bangun. Wajahnya begitu dekat, membuat Irish bisa melihat dengan jelas helai bulu matanya yang panjang, dan garis samar luka di pelipisnya. Seolah dunia telah memberi banyak pertempuran dalam hidup pria itu, dan ia masih memilih untuk bertahan.
Irish menunduk. Tangannya mengepal di atas dada Arthur, dan untuk sesaat... dunia terasa tenang. Tapi ia tahu tenang ini rapuh. Segalanya bisa hancur hanya dalam satu sentuhan waktu.
Ia perlahan bangkit, berusaha tak membangunkan Arthur. Namun tangan pria itu bergerak, menggenggam pergelangan tangannya lembut.
"Hei..." suara Arthur serak, separuh sadar. "Mau ke mana?"
Irish membalas dengan senyum kecil, lemah. “Ke dapur. Aku haus.”
Arthur bangkit, mengusap wajahnya. Ramb