Jika demikian, jika itu keinginan Maura maka tidak ada seorangpun yang akan mengganggu gugatnya. Dia mungkin sudah bahagia dengan pilihannya sekarang melanjutkan pendidikan dan hidup tenang di kota, menikmatinya tanpa gangguan siapapun dari masa lalu. Kurasa, itu pilihan yang tepat untuknya.
"Baiklah, jika memang begitu, aku tak punya keraguan lagi untuk rujuk dengan hamdan." Aku menggumam sambil merebahkan diri di banyak.
*
Malam harinya Mas Hamdan datang, seperti biasa dia terlihat rapi dengan tangan yang tak pernah kosong dari bawaan.
"Ini kue cubit dan bakso," ucapnya menyodorkan kantong padaku. Dengan senyum lebar seperti biasa pria itu menatapku.
"Terima kasih Mas," jawabku membawanya ke dapur.
Kuambil cangkir lalu mengisinya dengan bubuk kopi dan gula, kutuang air panas lalu mengaduknya dan membawanya ke depan untuk Mas Hamdan.
"Pagi tadi aku bicara dengan Maura," ucapku sambil meletakkan cangkir di meja.
"Benarkah, terus?"
"Dia baik baik saja, dan nampak bahagia dengan hidupny