Hari itu, Aini meluangkan seluruh waktunya untuk merawat Dhuha yang masih terbaring lemah di apartemennya. Pria itu tampak pucat, tetapi perlahan kondisinya mulai membaik. Aini membuatkan bubur ayam hangat di dapur kecil apartemen, mengaduknya dengan hati-hati agar rasanya pas. Aroma bubur yang menguar memenuhi ruangan, memberikan kesan rumah yang hangat.
Ketika bubur itu matang, Aini membawanya ke kamar dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. Dhuha membuka matanya perlahan, senyumnya muncul saat melihat Aini di sana.
“Kamu benar-benar masak sendiri?” tanya Dhuha dengan suara serak.
Aini mengangguk. “Aku nggak tahu rasanya enak atau nggak. Tapi kamu harus makan biar cepat sembuh. Wajah kamu pucet banget."
Dhuha mencoba duduk, dan Aini buru-buru membantunya menyandarkan punggungnya ke bantal. Ia mengambil sendok, menyuapkan bubur ke mulut Dhuha seperti yang dilakukan pria itu kepadanya beberapa hari lalu.
“Rasanya jauh lebih enak daripada bubur di restoran,” ujar Dhuha, mencoba