Dhuha terbangun di tengah malam. Tenggorokannya kering, dan tubuhnya mulai terasa lebih baik. Demamnya telah mereda, meskipun rasa lemas masih tersisa. Ia bangkit perlahan dari tempat tidur dan berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air. Ketika ia kembali ke kamar, ponselnya yang diletakkan di meja samping tempat tidur menyala, menandakan sebuah pesan masuk.
Pesan itu dari Aini.
> “Aku tertekan dengan pernikahanku. Rasanya seperti dihukum atas kesalahan yang bahkan nggak pernah aku lakukan.”
Dhuha membaca pesan itu dengan hati berdebar. Ia langsung mengetik balasan.
> “Kalau begitu, biar aku jemput kamu sekarang juga. Kita bisa bicara.”
Tak butuh waktu lama, balasan dari Aini muncul.
> “Besok saja, Dhuha. Malam ini aku nggak mau membuat masalah baru. Aku sudah terlalu lelah.”
Dhuha menatap layar ponsel itu beberapa detik, lalu menarik napas panjang. Ia ingin segera menolong Aini, tetapi ia tahu wanita itu perlu waktu.
“Baiklah,” balasnya akhirnya. “Besok aku tunggu kamu. Kapan dan