Setelah percakapan itu, Aini merasa hatinya sedikit lebih tenang. Dukungan Dhuha membuatnya yakin bahwa mereka bisa melewati ini bersama. Namun, ia tahu bahwa menghadapi Maria tidak akan mudah. Ibu mertuanya itu keras kepala dan selalu menganggap dirinya benar.
Keesokan harinya, Aini memutuskan untuk berbicara dengan Dhuha mengenai keputusannya berhenti bekerja. Saat sarapan, ia mengajukan pembicaraan itu dengan lembut.
“Mas, aku ingin mengajukan surat pengunduran diri hari ini,” ucapnya sambil menyendok bubur ayam ke mangkuknya.
Dhuha yang sedang mengaduk teh, menatapnya dengan kening berkerut. “Hari ini juga?”
Aini mengangguk. “Aku ingin fokus pada program hamil. Lagipula, pekerjaan di kantor cukup menguras pikiranku.”
Dhuha menggenggam tangan Aini di atas meja. “Kamu yakin? Kalau kamu butuh waktu, tidak perlu terburu-buru. Lagian, aku termasuk salah satu atasan di sana." Aini tersenyum. Ia duduk di pangkuan suami sambil mengalungkan tangan di leher suaminya.
"Meskipun kamu pemilik