Jaka menggertakkan gigi, lalu mencoba menghalanginya. "Ayu, kamu nggak bisa pergi begitu aja!"
Ayu menepis tangannya kasar. "Kenapa nggak bisa?" desisnya.
"Aku bebas pergi kemana saja. Yang penting jauh dari kalian yang menjijikkan!"
"Ayu, kamu mau tinggal di jalanan?" balas Jaka.
Ayu tertawa—bukan tawa bahagia, tapi getir, penuh luka. Ia mengangkat wajahnya, menatap Jaka penuh penghinaan.
"Lebih baik aku tinggal di jalanan daripada harus terus melihat kelakuanmu yang begini, Mas. Kamu nggak ada bedanya sama keluargamu."
Jaka menahan napas, tak bisa membalas.
Melihatnya diam, Ayu menyampirkan tasnya ke bahu, lalu berbalik menuju pintu.
Tapi suara Jaka menghentikannya. "Ayu, jangan pergi! Kalau kamu pergi, siapa yang akan cuci bajuku? Masakanku? Siapa yang bersihin rumah?"
Ayu be