Yue Hòu Jūn melangkah mendekati sosok berjubah putih yang berdiri tegak di teras penginapan. Sosok itu tengah menatap bulan purnama yang memancarkan sinar lembut. Membentuk bayangan yang menari-nari di sekitar mereka, seolah menunggu momen tertentu untuk menyapa.
“Dàoyì Zhenjun,” panggil Hòu Jūn dengan suara lembut, penuh rasa hormat yang mendalam. Seolah-olah setiap kata keluar dari hatinya yang terdalam.Pria berjubah putih itu menoleh perlahan. Mata birunya yang tenang bak permukaan samudera yang membeku, menatapnya. Yue Tiānyin, yang dikenal sebagai Dàoyì Zhenjun, selalu tampak seperti sosok yang tidak pernah dipengaruhi oleh dunia sekitar. Dalam setiap situasi, ketenangannya adalah pelindung yang tak dapat ditembus oleh apapun.“Ini tentang roh itu,” ujar Hòu Jūn dengan hati-hati. Suaranya seakan terhambat oleh pikirannya sendiri. Ia menata setiap kata dengan seksama, berusaha mengungkapkan apa yang telah mereka alami sejak tiba di Kota Shanyue.<