Arc 1 : Mati Dan Hidup Kembali (Bab 1 - 20) Tamat Arc 2. Pusaran Kenangan (Bab 21 - 282) Arc 3. Fēng Dié Guī Dào – Jalan Pulang Angin dan Kupu-Kupu (Bab 283 - tamat) Murong Yi, tuan muda sampah dan dijuluki hantu gentayangan di Kediaman Murong. Suatu hari, karena sudah tidak tahan lagi dengan penderitaan yang menerpa hidupnya, dia menggunakan mantra terlarang untuk menawarkan tubuhnya pada Penyihir Iblis. Dia berharap sang Penyihir Iblis mau menerima tubuhnya dan membalaskan dendamnya. Penyihir Iblis, Jian Huanying hanya setengah hati saja menerima persembahan Murong Yi. Namun, setelah hidup kembali di dalam tubuh pemuda malang itu, dia menemukan banyak hal yang berkaitan dengan kematiannya lima belas tahun lalu. Kini sang Penyihir Iblis berniat untuk membalaskan dendam Murong Yi untuk mendapatkan kognisi spiritualnya seperti dulu agar dapat menemukan kebenaran di balik kematiannya di masa lalu.
Lihat lebih banyakArc 1. Hidup Dan Mati (Bab 1 -20)
Tahun ke-15 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, di Lán Guāng Lǐtáng, Lán Tiān Gōng Jian Huànyǐng, pemuda berusia dua puluh dua tahun itu, berdiri di tengah-tengah aula yang megah dan tertawa getir, suaranya bergema di antara dinding marmer yang berkilauan. Dia menyeka darah di sudut mulutnya, merasa asin dan hangat bercampur dengan udara dingin yang menusuk. "Apakah kalian ingin membunuhku?" desisnya penuh kemarahan. Meski tubuhnya telah terluka, tidak satu pun dari orang-orang yang mengelilinginya berani menyerang seorang diri. Jian Huànyǐng, Tuan Muda Kelima dari Klan Jian, Sekte Aliran Pemecah Langit. Kultivator muda terkuat di klan setelah kakaknya, Jian Wei sang Tiānyù Jiànzhàn. Dia tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu, mereka tidak akan mampu membunuhnya. "Jian Huànyǐng, menyerahlah! Yang Mulia pasti akan mengampunimu!" Seorang pria muda membujuknya dengan ucapan yang terdengar sangat bijaksana. Namun, Jian Yi tahu itu hanya tipuan belaka. "Serahkan Heibing Hùfú! Yang Mulia pasti akan mengampunimu, Jian Huànyǐng!" Suara lain membujuknya lagi, entah dari mana asalnya, tapi Jian Huanying tidak peduli. Jian Huànyǐng tersenyum getir. Menahan rasa amarah, sedih, kecewa, dan putus asa yang berkecamuk di dalam dadanya. Dia datang ke Istana Langit Biru untuk meminta keadilan, tetapi justru dihadapkan pada maut. Ironi yang menyakitkan hatinya yang selalu murni dan tulus. "Kalian ingin aku mati, bukan? Seperti kalian membantai seluruh keluargaku," desisnya dalam kemarahan dan kepedihan yang tak tertahankan. Kedua tangannya mengepal erat, darah menetes di sela-sela jarinya. Tak ada lagi sakit yang dirasakannya, karena luka di tubuhnya tak seberapa dibandingkan luka di hatinya. Jian Huànyǐng memejamkan mata, rahangnya mengeras. Perlahan dia merapal mantra, angin kencang tiba-tiba bertiup. Terdengar gemeretak laksana ribuan pedang menyerbu aula megah itu. Namun, hanya sekejap karena tiba-tiba tubuh Jian Huànyǐng limbung dan jatuh ke lantai. Pada saat yang sama, sepasang tangan kokoh menggapai dan menahan tubuhnya. Jubah putih dengan bordiran pola kupu-kupu biru, aroma harum cendana hitam yang memikat, dan sentuhan hangat nan lembut yang sangat dikenalnya membuat Jian Huànyǐng berusaha membuka matanya untuk terakhir kali. "Jian Yi," gumam pemilik sepasang tangan kokoh yang kini menahan tubuhnya. "Chénxī, aku tidak menyesal meski harus mati hari ini. Maaf dan terima kasih," bisik Jian Huànyǐng di sela-sela napasnya yang terputus-putus. "Aku adalah angin yang bebas kemana pun aku ingin pergi. Raga dan rohku kuserahkan pada angin beserta niat pedangku," ucapan Jian Huànyǐng berlalu seiring tubuhnya yang berbaur dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi. "Jian Yi!" teriakan Yuè Tiānyin tak mampu merayu angin untuk tidak membawa tubuh dan roh sahabatnya pergi meninggalkan dunia. Hari itu, sepasang sahabat sejati, Jian Huànyǐng dan Yuè Tiānyin, sang Penyihir Iblis dan Dàoyì Zhenjun, penguasa kebenaran sejati, terpisahkan oleh kematian. Sebuah kisah yang kelak akan selalu dikenang dan diceritakan turun temurun kepada generasi berikutnya. Tahun ke-30 Jing, Kekaisaran Bìxiāo. Lima belas tahun kemudian, di sudut terpencil halaman belakang Kediaman Bangsawan Murong, Kota Shanyue. "Jian Huànyǐng, kuserahkan jiwa dan ragaku untukmu dengan mantra pengikat roh. Kau bisa hidup lagi dan aku bisa membalas dendam. Bukankah itu sama-sama menguntungkan?" gumaman pelan lebih mirip racauan seseorang terdengar dari sebuah kamar terlantar. Angin yang bertiup kencang di luar terdengar bergemeretak, memekakkan telinga. Pada saat seperti ini, tidak ada satu pun rumah yang terbuka pintunya. Menurut mitos, angin ini membawa roh Jian Huanying terbang mengelilingi kota, menunggu untuk dibangkitkan kembali. "Untuk apa aku hidup lagi? Aku tidak menginginkan apapun lagi," suara bergema di telinga si peracau yang meringkuk di sudut kamar. Tubuh kurus penuh luka, terbaring di tengah genangan darah dan kekacauan di sudut kamar. Seakan-akan dia hanyalah seonggok daging tak berarti. Murong Yi, tuan muda pertama keluarga Murong, sore itu berada di ambang kematian. Setelah berhari-hari menerima siksaan bertubi-tubi, protesnya atas tindakan Selir Ying, selir kesayangan ayahnya, berakhir dengan dirinya yang harus meregang nyawa tanpa ada yang peduli. "Apa kau tidak ingin tahu siapa yang telah menjebak Jian Wei lima belas tahun lalu? Kau benar-benar tidak ingin mengetahui siapa yang berada di balik pembantaian Keluarga Jian?" Murong Yi bergumam di sela-sela giginya yang bergemeletuk. "Murong Yi, apa yang kau ketahui tentang itu? Lima belas tahun lalu, kau bahkan masih seorang bocah. Apa yang bisa kau ceritakan padaku?" Suara itu berdengung kembali di telinga pemuda malang itu. Suara Jian Huànyǐng, kultivator terkutuk dari Klan Pemecah Langit yang telah mati lima belas tahun lalu. Kultivator muda yang kuat dan ditakuti, yang dijuluki Penyihir Iblis dan telah membunuh banyak nyawa tak berdosa saat menuntut keadilan di Istana Langit Biru. Sayangnya, dia berakhir dalam kematian. "Aku tahu! Aku tahu semuanya! Karena mereka orang yang sama yang membuatku seperti ini!" Murong Yi berteriak kencang. Di luar, angin terus bertiup kencang, membawa aroma anyir darah ke penjuru kota. "Baiklah! Aku terima tawaranmu, dan aku harap kau tak menyesal," suara itu melemah, iba terhadap sosok yang putus asa dan tidak memiliki harapan selain dirinya. "Jian Huànyǐng! Balaskan dendamku dan aku tidak akan menyesal!" Dengan teriakan yang menggema di seluruh ruangan, Murong Yi terkulai lemah dan tidak sadarkan diri. "Aku adalah angin yang bebas kemana pun aku ingin pergi. Raga dan rohku kuserahkan pada angin beserta niat pedangku," suara bak mantra itu terdengar begitu merdu di seluruh ruangan gelap yang sepi. Seiring angin yang perlahan-lahan semilir tak menderu lagi, suasana tiba-tiba kembali tenang seakan tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang menyadari, telah terjadi pertukaran maut. Yang hidup telah mati dan yang telah mati hidup kembali. Noted : Lán Guāng Lǐtáng : Aula Cahaya Biru Lán Tiān Gōng : Istana Langit Biru Heibing Hùfú : Amulet Es Hitam *Ada beberapa karakter yang memiliki lebih dari satu nama, nama lahir, kehormatan dan julukan. *Jian Yi dan Yue Chenxi adalah nama lahir. Jian Huanying dan Yue Tianyin adalah nama kehormatan. *Tiānyù Jiànzhàn bermakna Pejuang Pedang Alam Surga, julukan Jian Wei, kakak Jian Huanying. *Dianggap tidak sopan jika memanggil dengan nama lahir, kecuali bagi yang memiliki hubungan akrab, meski bukan saudara. *Selain itu ada juga nama julukan yang akan muncul di bab-bab selanjutnya."Chénxī, turunkan aku ya," pinta Huànyǐng memelas, suaranya berubah menjadi lembut dan penuh harap. "Aku tidak akan berbuat macam-macam, janjinya.""Sebentar lagi kita sampai," sahut Tiānyin mengabaikan permintaan Huànyǐng, langkahnya tidak melambat sedikit pun."Shuǐyùn Tíng, masih jauh," sahut Huànyǐng dengan nada yang mulai putus asa.Tiānyin berhenti di tengah jalan yang diapit oleh pohon-pohon bambu yang bergoyang lembut tertiup angin sore. Lalu dengan perlahan menurunkan Huànyǐng.Huànyǐng tersenyum senang lalu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal setelah lama berada dalam posisi yang tidak nyaman. Dia menggerakkan leher dan bahunya untuk melemaskan otot-otot yang tegang."Chénxī, aku tinggal di Zǐténg Ju saja ya?" pintanya lagi dengan nada yang penuh harap.Tiānyin menggelengkan kepala dengan tegas, tatapannya dingin dan tidak bisa dibantah.
Héxié Zhìzūn tersenyum menatap sang adik yang tak bergeming meski orang yang dipanggulnya terus memukuli punggungnya dengan gerakan yang tidak beraturan. Tiānyin berjalan dengan langkah yang mantap, tidak terpengaruh sedikit pun oleh protes keras dari pemuda yang dipanggulnnya."Sepertinya Tiānyin sedang merasa sangat bahagia," gumamnya pelan lalu menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda.Sementara itu Tiānyin membawa Huànyǐng masuk ke Kediaman Aroma Wisteria. Bangunan-bangunan bambu yang sederhana namun indah menjulang di antara pepohonan yang rimbun. Konstruksi bambu yang dianyam dengan rapi menampilkan keindahan arsitektur yang asri dan menyatu dengan alam.Mereka menaiki tangga batu yang menanjak, melewati jalan setapak berlapis batu yang dinaungi pohon wisteria. Cabang-cabang wisteria yang berbunga lebat membentuk lorong ungu yang memukau, kelopak-kelopak yang berguguran menari-nari di udara seperti hujan bunga.Aroma wisteria yang lembut berca
Huànyǐng menatap sosok berjubah biru langit itu dan tiba-tiba sebuah kerinduan menyeruak dalam hatinya yang membuatnya hampir tak sanggup menahan tangis. Héxié Zhìzūn, sahabat karib sang kakak, Jiàn Wéi, yang juga merupakan kakak Tiānyin dan sudah dianggap sebagai kakak olehnya."Héxié Zhìzūn," gumamnya pelan, suaranya bergetar menahan haru.Tiānyin mengangguk lalu mengajak Huànyǐng mendekat. Langkah mereka melambat, seolah enggan mengganggu ketenangan sore yang mulai turun."Xiōngzhǎng!" dengan sopan Tiānyin memberi hormat diikuti murid-muridnya yang mengekor di belakang.Héxié Zhìzūn tersenyum lembut, matanya yang bijaksana menatap ramah pemuda bertopeng jelek di sebelah Tiānyin. "Kau membawa tamu rupanya!" ucapnya dengan nada hangat yang khas.Tiba-tiba saja, tanpa bisa dicegah oleh Tiānyin, Huànyǐng menubruk Héxié Zhìzūn dengan gerakan yang tak terkendali. Tubuhnya yang masih lema
Perahu kayu kecil bergoyang perlahan saat menyentuh dermaga batu di tepi Sungai Ungu Gelap. Tiānyin segera berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Huànyǐng turun dari perahu. Langit sore mewarnai permukaan air dengan kilau keemasan yang memukau."Aku bisa berjalan sendiri, Chénxī," bisik Huànyǐng lirih, meski tangannya berpegangan erat di pinggang pria itu.Tiānyin tidak berkata apa-apa dan hanya memapahnya dengan hati-hati. Gerakan kakinya stabil, memastikan Huànyǐng tidak terjatuh saat melangkah di atas dermaga batu yang licin.Para yunior mengikuti mereka dengan patuh dan diam, meski ada banyak pertanyaan berkelebat di benak mereka. Hòu Jūn dan Shengyuan saling bertukar pandang, masih penasaran mengapa guru mereka begitu perhatian pada pemuda bertopeng jelek yang tampak aneh itu.Huànyǐng melirik mereka dan tersenyum kecil di balik topengnya. "Mereka sangat patuh, sama seperti dirimu dulu," ucapnya pelan sambil memandang kedua pemuda yang berjalan di belakang mereka.Tiāny
Huànyǐng berteriak-teriak histeris sambil berusaha mengibas-ngibaskan kakinya yang terbelit ular. Wajahnya yang tersembunyi di balik topeng jelek itu pucat pasi, keringat dingin mengucur deras di pelipis dan tengkuk."Lepaskan! Lepaskan!" jeritnya sambil menendang-nendang tanah dengan kaki yang bebas.Orang-orang yang berlalu lalang menatapnya dengan wajah heran, tetapi tidak ada yang berani mendekat untuk menolong. Mereka hanya berdiri di kejauhan sambil berbisik-bisik membicarakan pemuda bertopeng jelek yang berteriak ketakutan karena ular.Sementara itu, Tiānyin yang tengah berjalan dengan tenang diikuti murid-muridnya di bagian lain pasar, samar-samar mendengar teriakan yang sangat familiar di telinganya. Suara itu memanggil namanya dengan nada yang penuh ketakutan dan keputusasaan.Tanpa menunggu lagi, Tiānyin bergerak cepat terbang mencari sumber suara. Jubah putihnya berkibar-kibar di udara seperti sayap burung yang terbang mencari sarangny
Huànyǐng berlari dengan napas yang mulai terengah-engah mengejar Yu Shi yang terus berkelit di antara kerumunan pedagang. Kucing berbulu putih itu seakan sengaja mengajaknya bernostalgia, berlari melewati setiap sudut pasar yang pernah mereka kunjungi bertahun-tahun silam.Yu Shi melompat dari satu lapak ke lapak lainnya dengan gerakan yang sangat lincah. Pertama dia melewati penjual baozi yang mengepulkan uap hangat, kemudian melompat ke lapak tanghulu yang dipenuhi buah-buahan manis berlapis gula. Setelah itu dia berlari ke arah penjual mainan tradisional yang penuh dengan boneka kain dan kelereng warna-warni."Yu Shi! Berhenti!" teriak Huànyǐng sambil terus mengejar.Kucing spiritual itu kemudian berlari ke arah lapak yang menjual aneka topeng hantu dengan warna-warna mencolok. Dia melompat di antara topeng-topeng itu dengan mata keemasan yang berbinar-binar nakal. Setelah itu dia berlari ke arah penjual lampion yang tergantung berjejer seperti bulan-bulan kecil yang bersinar.Tanp
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen