Di sisi lain medan pertempuran yang kini menjadi ladang kematian, Valkyrie berdiri angkuh di antara tubuh-tubuh bersimbah darah. Kabut racun masih menggantung di udara, menari samar seperti roh penasaran yang belum tenang. Namun bagi Valkyrie, ini bukan lagi pertempuran—ini adalah seni, dan ia adalah maestro-nya.
Tanpa sehelai debu pun menempel pada zirah peraknya yang berkilau merah karena cipratan darah musuh, ia melangkah ringan, penuh percaya diri. Sorot matanya tajam seperti belati surgawi. Rambut peraknya berkibar, diterpa angin yang membawa aroma besi dan racun busuk.
Setiap tebasan pedangnya bukan hanya akurat—tapi mutlak. Kepala demi kepala berguguran seperti buah matang, tak satupun diberi kesempatan untuk kembali bangkit. Zanrei, pedang legendarisnya yang terukir ukiran naga dan ular, menari dalam genggamannya seolah hidup, seolah haus darah. Percikan racun yang menempel di bilahnya langsung menguap, terbakar oleh aura tajam miliknya.
“Cih,” desis Valkyrie sambil melirik seo