Untuk beberapa detik, Ruby hanya menatap Nio. Lalu akhirnya ia menyerah. Ia menyandarkan tubuhnya lebih baik, membiarkan dirinya berselimut hangat dan meregangkan jari-jarinya dari rasa pegal.
“Kalau aku tertidur lagi, jangan sentuh wajahku tiba-tiba,” gumamnya, setengah bercanda.Nio mengangkat alis. “Kau tahu?”“Sulit untuk tidak tahu. Sentuhan itu…” Ia menatap mata Nio. “...aneh tapi menenangkan.”Seketika itu juga, keheningan menyusup kembali ke antara mereka. Tapi kali ini bukan karena kecanggungan, melainkan kedekatan yang perlahan mulai tumbuh dan nyaman.“Aku cuma ingin kau tidur nyenyak,” bisik Nio akhirnya.Ruby memejamkan mata, tersenyum kecil. “Sekarang aku bisa.”Nio melangkah kembali ke ranjangnya. Ia menatap Ruby sekali lagi sebelum menarik selimutnya dan kembali berbaring. Tapi kali ini, hatinya jauh lebih tenang. Ia tahu, walau sempat dilanda ketakutan dan rasa bersalah, ada seseorang di ruangan itu yang