Rahasia Hati Mafia Dingin
Ethan Ellias Zaferino, pewaris dinasti mafia paling ditakuti di Asia, mengelola jaringan usaha bawah tanah berupa perdagangan gelap, kasino ilegal, dan penyelundupan barang mewah. Namun, sebuah kecelakaan tragis membuatnya kehilangan ingatan. Tanpa identitas dan masa lalu, dia hidup sebagai Nio Alenka, seorang buruh miskin.
Hidupnya berubah ketika dia menyelamatkan Zhen Ruby Ashaki, seorang wanita baik hati yang kemudian memintanya menikah untuk menghindari perjodohan.
Saat ingatannya kembali karena sebuah insiden misterius, Ethan dihadapkan pada pilihan berat: kembali ke dunia kelam yang dulu dia pimpin, atau memperjuangkan cinta murni Ruby dan meninggalkan segalanya.
Mampukah Ethan meninggalkan dunia dan segalanya termasuk Ruby?
Read
Chapter: RHMD 49Nio menoleh pelan, menatap wajah wanita yang selama ini selalu bersamanya melewati tekanan, luka, dan kebahagiaan yang tumbuh perlahan. Dalam diam, ia menyentuh pipi Ruby dengan lembut, membuat Ruby menoleh, mata mereka bertemu dalam tatapan yang jujur dan hangat.“Aku mencintaimu, Ruby,” bisik Nio, suara yang rendah namun dalam.Ruby terdiam sejenak, seolah kata-kata itu butuh beberapa detik untuk sampai ke dalam hatinya. Kemudian ia mengangguk perlahan, senyum tipis menghiasi bibirnya.“Aku juga mencintaimu, Nio... sejak lama,” jawabnya, tulus tanpa ragu.Waktu seakan berhenti saat keduanya hanya saling menatap. Tak ada lagi beban perusahaan, masa lalu, atau rasa takut yang menggantung di antara mereka. Yang tersisa hanya dua hati yang akhirnya saling terbuka sepenuhnya.Dengan gerakan lembut dan perlahan, Nio menarik wajah Ruby mendekat. Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang hangat bukan ciuman yang terburu-bu
Last Updated: 2025-06-24
Chapter: RHMD 48Malam turun dengan perlahan, membawa serta kilau lampu-lampu kota yang mulai menyala di balik jendela kaca gedung utama Ashaki Group. Di ballroom besar yang kini telah disulap menjadi ruangan pesta elegan, musik lembut terdengar dari sudut ruangan, dimainkan oleh orkestra kecil yang berada di sisi kiri panggung. Meja-meja bundar dengan taplak satin putih berbaris rapi, dihiasi rangkaian bunga anggrek ungu dan putih yang dipadu dengan cahaya lilin-lilin kristal.Di tengah ruangan, lampu gantung mewah menggantung dari langit-langit tinggi, memantulkan cahaya ke seluruh penjuru ruangan seperti bintang-bintang yang menyinari malam.Nio berdiri di dekat panggung utama, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi abu gelap. Wajahnya tampak tenang, tapi tatapan matanya menyapu ruangan dengan kewaspadaan alami. Malam ini bukan sekadar pesta, tapi simbol keberhasilan, pembuktian, dan babak baru yang telah ia raih dengan darah dan luka.Di sampingnya, Ruby tampak memesona dalam balutan gaun sat
Last Updated: 2025-06-24
Chapter: RHMD 47Setelah prosesi selesai, para tamu undangan diarahkan menuju area makan siang dan networking. Namun Nio dan Ruby sempat berdiri berdua di tepi panggung, menikmati momen kebanggaan itu hanya untuk mereka berdua.“Kau hebat,” bisik Ruby sambil menyentuh lengan Nio. “Aku tahu kau akan sampai di titik ini.”Nio tersenyum, wajahnya sedikit teduh terkena sinar matahari. “Kalau bukan karena kamu, aku mungkin masih keras kepala di sudut gudang yang gelap.”Ruby terkekeh pelan. “Kamu masih keras kepala sampai sekarang.”Nio menoleh menatap istrinya. “Tapi kamu tetap memilih untuk ada di sampingku.”“Aku selalu percaya padamu, bahkan ketika kamu tidak percaya pada dirimu sendiri.”Mereka saling diam sejenak, hanya saling menatap dalam keheningan yang hangat. Di tengah kesibukan dunia, di antara keramaian dan suara tertawa para undangan, ada ruang kecil di antara mereka yang hanya milik berdua tenang dan utuh.
Last Updated: 2025-06-23
Chapter: RHMD 46Ruby mengangkat bahu kecil, tersenyum samar. "Mungkin aku juga tidak tahu semua tentang kamu. Tapi aku yakin kamu akan berjuang. Kamu punya hati. Kamu melindungi orang-orang yang kamu pedulikan. Dan itu cukup bagiku."Nio tertunduk sebentar. Kali ini bukan karena sakit kepala, tapi karena rasa hangat yang perlahan tumbuh di dada rasa yang belum lama ini mulai ia kenali kembali dipahami. Dipercaya. Dicintai... mungkin."Aku takut, Ruby," bisiknya lirih. "Aku takut kalau suatu hari... aku tahu semuanya, dan kamu menyesal telah mempercayai aku."Ruby menjawab tanpa ragu, suaranya tenang tapi penuh kekuatan, "Kalau suatu hari itu datang, kita hadapi sama-sama. Bukan sendiri-sendiri."Hening kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini tidak berat. Tidak menggantung. Ada sesuatu yang jauh lebih ringan di antara keduanya, seolah dinding yang perlahan runtuh satu demi satu.Ruby menggeser duduknya sedikit lebih dekat. Ia tidak menyentuh Nio, tidak mencoba memeluknya. Ia hanya duduk di sana, cuk
Last Updated: 2025-06-23
Chapter: RHMD 45 Namun begitu ia membuka pintu lantai dasar dan menerobos keluar ke lobi belakang kantor, tiga polisi sudah menunggu. Dharma membelalakkan mata, hendak berbalik kembali, tapi sudah terlambat.“BERHENTI!”Polisi yang mengejarnya berteriak dari belakang. Dharma tetap berlari ke arah gerbang belakang, napasnya berat, gerakannya mulai kacau.“Jangan bergerak!”Tapi Dharma tetap melesat. Tangannya hendak meraih pagar besi ketika suara keras terdengar suara tembakan.Satu tembakan peringatan dilepaskan ke udara.Orang-orang di sekitar gedung menjerit, beberapa berlindung di balik mobil. Dharma berhenti mendadak, tubuhnya gemetar. Tangannya terangkat setengah, bingung harus melawan atau menyerah.“Turunkan tangan Anda perlahan,” kata salah satu petugas, senjata diarahkan langsung ke dada Dharma.“Kalau kau tembak aku, kalian tidak akan dapat pengakuan apa-apa!” teriak Dharma, beru
Last Updated: 2025-06-23
Chapter: RHMD 44 Terbongkar Robert memandang tajam pada Darma yang tiba-tiba masuk ke ruangannya. Tampak tidak terkejut sama sekali. "Tidak. Mereka akan menjatuhkanmu. Semua alurnya atas perintahmu. Kau yang menyuruh staf mengganti dokumen. Kau yang buat vendor palsu itu.""Tapi kau tahu dan diam saja!" sanggah Darma tidak terima.Robert berdiri, mendekati Darma dengan tatapan menusuk. "Diam itu bukan bukti. Aku bisa bilang aku tak tahu, dan itu cukup."Darma mulai kehilangan kendali. "Kau pengkhianat."Robert hanya tersenyum sinis. "Kau hanya pion yang tak tahu cara bermain catur."Sementara itu, Ruby memanggil Nio ke ruangannya."Kau masih ingat dokumen yang kau tunjukkan soal penyimpangan pengeluaran gudang?" tanya Ruby.Nio mengangguk. "Ya. Kenapa?""Kau membuka awal dari semua ini. Tim pusat sedang membongkar semuanya. Ini akan jadi badai besar."Nio terdiam sejenak. "Aku tak menya
Last Updated: 2025-06-22
Chapter: Bab 178 Akhir yang IndahEnam bulan kemudianAngin sore bertiup lembut, mengusap wajah Rachel yang termenung di bangku taman dekat dengan rumahnya. Pandangannya kosong menatap danau buatan di depannya, pikirannya masih dipenuhi oleh satu hal yang sama selama enam bulan terakhir ini, penyesalan.Hampir setiap hari, dia mengulang kembali momen itu dalam pikirannya. Betapa bodohnya dia yang hanya diam saat Sean bertanya apakah dia harus pergi. Seharusnya saat itu Rachel mengatakan sesuatu. Seharusnya waktu itu Rachel memintanya tetap tinggal.Rachel menggenggam erat jemarinya sendiri, hatinya terasa sesak."Aku seharusnya mengatakannya …," gumamnya, lalu tiba-tiba dia berteriak kesal, "Aku seharusnya bilang jangan pergi!" Suaranya bergetar menahan tangis."Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya malam itu?"Rachel membelalakkan matanya. Mencerna suara yang baru saja dia dengar lalu dengan cepat dia berdiri dan menoleh ke arah suara itu.Di sana, berdiri sosok yang selama ini selalu ada dalam pikirannya.Sean.Rache
Last Updated: 2025-04-01
Chapter: Bab 177 Kembali ke New York Perjalanan menuju rumah Rachel dipenuhi dengan keheningan. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sedangkan Sean dan Rachel larut dalam pikiran masing-masing.Rachel menggenggam ujung mantelnya dengan erat, mencoba menahan sesuatu yang terasa mengganjal di dadanya. Sean di sampingnya tampak tenang, tetapi tatapannya lurus ke depan, seakan-akan menyembunyikan banyak hal yang ingin dia katakan.Mobil berhenti di depan rumah Rachel. Wanita itu membuka pintu mobil, tetapi sebelum turun, Sean akhirnya bersuara.“Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita.”Rachel membeku. Jari-jarinya yang memegang pegangan pintu menegang. Dia menelan ludah susah payah, berusaha mencari sesuatu untuk dikatakan, tetapi tenggorokannya terasa kering.“Kalau begitu .…” Rachel menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “hati-hati di perjalanan.”Sean tersenyum tipis, tetapi senyumnya terasa pahit.“Kau juga,” jawabnya.Rachel mengangguk pelan, lalu turun dari mobil. Sean tetap duduk di dalam, menatap punggung
Last Updated: 2025-04-01
Chapter: Bab 176 Haruskah?Sean berdiri di tepi trotoar, menunggu dengan sabar di depan kantor tempat Rachel bekerja. Udara sore yang sejuk membelai wajahnya, sedangkan lalu lintas kota mulai ramai seiring jam pulang kerja.Tidak lama, pintu kaca otomatis terbuka, dan Rachel muncul dari dalam gedung dia antara banyaknya para pekerja yang keluar dari gedung itu. Dia tampak lelah, tetapi senyum tetap terukir di wajahnya saat matanya menangkap sosok Sean. Dengan riang, dia melambaikan tangan."Sean!" serunya, mempercepat langkah mendekatinya.Sean, yang kini sudah benar-benar pulih tanpa tongkatnya, membalas senyum Rachel. "Lama sekali. Aku hampir mengira kau sudah lupa kalau ada seseorang yang menunggumu di sini," godanya.Rachel tertawa kecil. "Sibuk, tahu? Tapi aku senang kamu datang menjemputku."Sean mengangkat bahu. "Aku ‘kan harus memastikan kamu tidak pulang terlalu larut. Siapa tahu ada orang asing yang mencoba merebut perhatianmu," ujarnya dengan nada bercan
Last Updated: 2025-03-31
Chapter: Bab 175 BersatuWaktu berlalu, dan akhirnya hari yang dinantikan tiba. Setelah menjalani pemulihan yang cukup panjang, Sean dan Steven hari ini sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Mereka sempat melalui berbagai pemeriksaan dan tes untuk memastikan kondisi keduanya benar-benar sudah pulih.Hari itu langit begitu cerah, seolah-olah ikut merayakan kesembuhan mereka berdua.Damian sudah menunggu di depan ruang rawat sang anak yang pintunya terbuka dengan penuh antusias. Tidak berapa lama, orang yang dia tunggu akhirnya keluar juga. Bianna tersenyum hangat sambil menggandeng tangan Steven yang terlihat lebih ceria dan sehat dibanding sebelumnya.“Siap pulang, jagoan?” Damian bertanya sambil mengusap kepala putranya dengan lembut.Steven mengangguk dengan semangat. “Siap, Daddy! Aku kangen rumah!”Dari arah sebelah kanan Damian, Sean juga baru keluar dari ruang rawatnya, pria itu melangkah dengan tenang, meskipun tubuhnya masih sed
Last Updated: 2025-03-31
Chapter: Bab 174 Satu Keluarga Rachel menghela napas, tidak menyangka kalau Sean akan bertanya hal itu. Wanita yang menguncir rambut panjangnya itu lebih dulu menyesap air putih dari gelas yang ada di meja samping tempat tidur sebelum akhirnya menjawab, “Aku bertemu dengan Bianna lebih dulu, lalu dari situlah aku mulai mengenal Damian. Tapi aku bisa merasakan sesuatu yang aneh darinya. Dia selalu bersikap baik, tapi juga menjaga jarak seolah-olah … ada sesuatu dalam diriku yang mengganggunya.”Sean mengangkat alis. “Mengganggunya?”Rachel mengangguk pelan. “Aku tidak tahu pasti, tapi aku merasa dia melihatku bukan sebagai diriku sendiri … melainkan seseorang yang lain.”Sean menatap Rachel dalam diam. Pikirannya mulai menghubungkan banyak hal yang selama ini terasa samar. “Mungkin karena kamu mirip dengan Elara,” gumamnya lirih.Rachel menatap Sean, mencoba membaca ekspresinya. “Aku tidak pernah bertanya banyak, karena aku bisa merasakan sepertinya itu sesua
Last Updated: 2025-03-30
Chapter: Bab 173 Steven SelamatWaktu terasa berjalan lambat bagi Damian dan Bianna yang menunggu di luar ruang operasi. Bianna duduk di bangku tunggu sambil terus meremas jemarinya sendiri, sedangkan Damian mondar-mandir di sepanjang lorong rumah sakit.“Aku tidak tahan lagi … ini sudah berjam-jam,” gumam Bianna dengan suara gemetar.Damian menghentikan langkahnya dan duduk di samping istrinya, menggenggam tangannya erat. “Mereka akan baik-baik saja. Sean kuat, begitu juga Steven.”Bianna mengangguk, meskipun kekhawatiran masih tergambar jelas di wajahnya. Sementara Eduardo duduk di bangku lainnya ditemani oleh Dion. Pria tua itu menunduk sembari merapalkan doa-doa demi keselamatan cucu dan cicitnya.Setelah hampir lima jam yang terasa seperti seumur hidup, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dokter Rodriguez keluar dengan wajah tenang dan profesional didampingi seorang suster di sampingnya. “Dok, bagaimana keadaan mereka?” Damian langsung b
Last Updated: 2025-03-30
Chapter: CEO 91 Bahagia telah Tiba"Abang, semua ini terasa seperti mimpi, ya?" Suara Alayya terdengar lembut di tengah keheningan malam, menghiasi ruang kamar mereka yang baru saja kembali sunyi setelah seharian dilalui dengan emosi yang campur aduk. Dia berdiri di depan cermin besar, mengurai rambut panjangnya yang hitam, sedangkan mata almondnya menatap pantulan Ibrahim yang sedang duduk di tepi ranjang, menghadap ke arahnya.Ibrahim tersenyum kecil, senyum yang tidak terlalu sering terlihat di wajahnya yang biasanya kaku dan tegas. Tetapi malam ini, ada kehangatan dalam senyumnya, kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh Alayya. "Ya, Ayya. Semua yang telah kita lalui terasa begitu panjang dan berat, tapi akhirnya... kita sampai di sini."Alayya menoleh, memutar tubuhnya pelan dan berjalan mendekati Ibrahim. Langkahnya lembut, hampir tanpa suara di atas karpet tebal yang menutupi lantai kamar mereka. Dia berhenti tepat di hadapan Ibrahim, menatap dalam-dalam ke mata pria yang kini menj
Last Updated: 2024-11-12
Chapter: Bab 90 Akhir dari Mustika “Abang, apa kamu yakin dengan ini?" Suara lembut Alayya bergetar saat mereka berjalan menyusuri lorong panjang menuju ruang kerja Mustika di rumah barunya—sebuah tempat yang Ibrahim baru saja ketahui keberadaannya. Mustika baru-baru ini pindah ke rumah itu, menolak untuk tinggal serumah dengan Nazila, ibunya Alayya. Tangan Alayya menggenggam lengan Ibrahim erat, seolah-olah mencari kekuatan dari pria di sampingnya."Aku harus yakin, Ayya," jawab Ibrahim dengan suara tegas namun rendah. Matanya lurus memandang ke depan, wajahnya keras tanpa ekspresi. "Ini bukan hanya soal aku. Ini soalmu juga. Aku tidak bisa membiarkan kejahatan Tante Tika terus berlanjut."Alayya mengangguk pelan, meski hatinya masih berdebar kencang. Berhadapan dengan Mustika bukanlah hal yang mudah. Perempuan licik itu telah melakukan banyak hal untuk merusak hidup mereka, termasuk mengatur kematian Nisa, istri pertama Ibrahim. Namun, sekarang waktunya tiba untuk membongkar semuanya.Di
Last Updated: 2024-11-11
Chapter: CEO 89 Rencana Terakhir "Aku tahu ini tidak akan mudah, Ayya, tapi ini harus dilakukan." Suara Ibrahim terdengar dalam dan mantap saat dia menatap ke arah jendela besar di ruang kerjanya. Matanya terpaku pada pemandangan kota di depannya, tetapi pikirannya jelas terfokus pada hal yang jauh lebih dalam dan berat. Di sebelahnya, Alayya berdiri dengan tenang. Tangannya dengan lembut menggenggam tangan Ibrahim, memberinya kekuatan tanpa perlu banyak bicara. Dia tahu keputusan yang diambil Ibrahim bukanlah keputusan yang mudah. Menghadapi keluarga sendiri dalam masalah hukum adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Abang, aku ada di sini. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu." Suara Alayya pelan, tetapi penuh ketegasan. Ia menatap Ibrahim dengan penuh keyakinan, mencoba menyampaikan bahwa dia tidak akan pernah membiarkan pria itu menanggung semuanya sendirian. Ibrahim menoleh ke arahnya, matanya sedikit melunak. "Aku tahu, Ayya. Dan aku berterima kasih untuk itu. Tanpamu, mungkin
Last Updated: 2024-11-09
Chapter: CEO 88 Bersiaplah, Tante Di tempat lain, Mustika menghadapi kecemasan baru.Mustika duduk di depan meja kerjanya, tangannya gemetar saat memegang telepon. Berita tentang kemunculan Rivaldo membuat tubuhnya panas dingin. Rivaldo, pria yang sudah lama ia coba singkirkan dari lingkaran kekuasaannya, kini kembali—dan kali ini, dia tampak lebih siap dari sebelumnya."Pantas saja," gumam Mustika dengan suara parau. "Aku seharusnya tahu kalau dia akan kembali."Mustika bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya dengan langkah gelisah. Matanya sesekali melirik ke jendela, seolah-olah takut ada yang mengawasinya dari luar. Rivaldo tidak hanya ancaman bagi rencana besarnya untuk menguasai kekayaan Ibrahim, tapi juga bagi keselamatannya sendiri.Tangan Mustika mengepal, meremas-remas ujung kain yang dia kenakan. "Sial!" teriaknya marah, melemparkan cangkir teh ke dinding hingga pecah berkeping-keping. "Kenapa sekarang? Kenapa dia harus muncul di saat segalanya hampir sempurna?"Frustrasi dan ketakut
Last Updated: 2024-10-31
Chapter: CEO 87 Kepastian Ruangan itu akhirnya hening, hanya terdengar napas Ibrahim yang berat dan suara detik jam di dinding. Setelah semua ketegangan dan amarah yang memuncak, tubuh Ibrahim terasa seperti ditarik ke bumi dengan beban yang luar biasa. Ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan pandangan kosong, mencoba menenangkan diri dari gejolak emosi yang baru saja meledak.Di belakangnya, Alayya mendekat perlahan, tanpa suara. Tangannya yang lembut meraih lengan Ibrahim, memberikan sentuhan yang hangat dan menenangkan. Meski amarahnya belum sepenuhnya mereda, sentuhan Alayya mampu membawa Ibrahim kembali pada kenyataan. Hatinya yang penuh kemarahan kini sedikit melunak dengan keberadaan wanita itu di sampingnya."Abang, ayo duduk sebentar." Suara Alayya lembut, penuh kasih, seolah dia paham betul bahwa Ibrahim butuh waktu untuk meredakan semua gejolak perasaannya. Tanpa protes, Ibrahim membiarkan Alayya memimpin dirinya menuju sofa di dekat jendela. Mereka duduk berdampingan, tetapi tak satu
Last Updated: 2024-10-29
Chapter: CEO 86 Atur Rencana "Sekarang katakan apa yang kamu tahu tentang Tante Tika, Oscar sampai kamu nggak bisa menghentikan rencananya pada Nisa?” Ibrahim kembali menatap tajam pada Oscar yang masih menunduk. Oscar tidak menjawab segera. Napasnya terdengar pendek dan berat, dan meskipun dia sudah berkali-kali merencanakan apa yang akan dikatakannya, lidahnya terasa kaku. Rasanya seluruh tubuhnya tertindih beban yang tak terlihat, menyulitkan dia untuk bicara. Saat dia akhirnya berani mengangkat pandangannya, yang bisa dia lihat hanyalah kemarahan mendalam dari Ibrahim—kemarahan yang sangat pantas diterimanya. "Aku... Takut, Tuan. Nyonya Mustika sudah terlalu kuat." Akhirnya Oscar mengucapkan kata-kata itu, namun suara yang keluar terdengar lebih seperti desahan putus asa. "Aku tahu aku salah, Tuan. Tapi aku tidak tahu bagaimana menghentikannya." "Tak tahu bagaimana?" Ibrahim melangkah mendekat, semakin mempersempit jarak antara mereka. Tu
Last Updated: 2024-10-28