"Jenar ... Sayang!" jeritku.
Aku panik dengan cepat meraih gagang telpon seluler untuk menghubungi dokter.
Dalam hitungan detik dokter Frans yang menangani Jenar datang bersama dua suster.
Ia langsung menyuruh Mas Bram dan aku keluar ruangan.
Di luar rasa jengkel dan kesal pada Mas Bram masih menyelimuti otakku. Apalagi Mas Bram tak sedikitpun menyesali kesalahannya untuk minta maaf denganku.
Aku diam terpaku berdiri agak jauh dari letak Mas Bram. Aku enggan untuk menyapa terlebih dahulu apalagi semua ini bukan kesalahanku.
Tak lama kemudian pintu kamar ruangan Jenar terbuka. Dengan cepat aku menghampiri dokter Frans.
"Nyonya, putra Nyonya kembali kritis."
Aku panik mendengar penjelasan dokter Frans.
"Dok tolong selamatkan anakku!" teriakku histeris.
Dokter Frans mengangguk pelan, kembali masuk ruangan menyuruh ke dua Suster membawa Jenar ke ruang iccu lagi.
Aku berlari kecil mengikuti Jenar ke ruang iccu. Tangisku tak bisa aku kuasai saat Jenar masuk ke dalam ruang iccu da