Malam semakin larut. Hujan rintik mulai turun, mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar rawat Nilam, menambah sendu suasana. Jean masih duduk di sisi ranjang istrinya, menggenggam tangan Nilam erat, seolah takut jika harus melepaskannya barang sedetik. Wajahnya letih, mata sembab, tapi ia terus bertahan.
Akhirnya, karena tak kuasa melawan kantuk dan kelelahan, Jean menyandarkan kepalanya di tepi ranjang, dengan tangan Nilam tetap dalam genggamannya. Hembusan napasnya teratur, matanya terpejam, tapi di dalam hatinya, doa-doa terus mengalir.
Suasana kamar begitu hening, hanya suara hujan, bunyi monitor, dan deru alat pernapasan yang terdengar. Namun, kedamaian itu tak bertahan lama.
Monitor tiba-tiba berbunyi nyaring. Alarmnya meraung keras, memecah sunyi. Detak jantung Nilam yang sebelumnya teratur mendadak melonjak kacau. Tubuh Nilam tampak gelisah. Bahunya terangkat turun dengan cepat, napasnya terengah-engah. Wajahnya memucat, bibirnya membiru.
Jean tersentak bangun, jantungnya serasa ber