Jumat malam.
Lampu neon menyala di langit Jakarta. Musik berdentum. Asap tipis dari rokok dan parfum mahal bercampur di udara.
Di sebuah bar semi-lounge bernama Tracker, Ares baru saja masuk bersama dua temannya dari circle luar kantor. Tempat itu tidak terlalu ramai, tapi cukup hidup. Musiknya deep house. Bartender-nya cekatan. Suasananya mahal, tapi tak terlalu mencolok.
Ares sedang memesan minuman ketika matanya terpaku pada satu sosok perempuan di ujung bar.
Seorang perempuan dengan dress hitam satin, rambut diurai, high heels silver, dan gelak tawa yang… terdengar sangat familiar.
Ares mengerutkan dahi. Menajamkan matanya.
Kirana?
Tidak. Nggak mungkin. batin Ares dalam hati menyadari apa yang dia lihat.
Dia bahkan tidak yakin. Posisi saat itu dari sudut kadang belakang yang terlihat jelas adalah kuping kiri Kirana. Cahaya lampu malam membuat semua orang terlihat berbeda. Tapi cara dia melempar rambut ke belakang, cara dia bicara dengan gestur tegas—itu Kirana banget. Wajahnya m