Davin mulai kewalahan ketika anak-anaknya mulai merambat ke depan dan ingin duduk di pangkuannya.
“Jiwa, Papa kan lagi nyetir, nanti kita bisa nabrak lho, nak,” ujar Davin saat Jiwa akhirnya berhasil duduk di pangkuannya dan memaksa untuk mengusai setir. Di antara ketiganya Jiwa adalah putrinya yang paling aktif.
“Pa, aku awu awa obilnya.”
“Iya, Sayang, nanti ya, sekarang lagi ramai.”
“Aku uga, Pa, aku uga!” Terdengar seruan dari Sukma dan Raga dari jok belakang yang berebutan ingin duduk di pangkuan Davin yang membuat para pengasuh mereka kerepotan mengendalikannya.
Raga yang paling cengeng di antara mereka menangis karena tidak diizinkan mendekati Davin. Sukma serta Jiwa ikut berteriak-teriak yang membuat kepala Davin pusing.
“Sama mbak dulu ya, nak, nanti baru sama Papa. Nanti Papa beliin mainan deh.”
“Oleee…,” sorak ketiganya dengan lidah cadel mereka setelah dijanjikan Davin. Tidak terhitung lagi entah berapa karung mainan si kecil di rumahnya. Namun bagi Davin tidak masalah. Apa