Лиза Я невзлюбила его с самого первого момента нашего знакомства. Наглый, самоуверенный, и острый на язык. вот как я могу охарактеризовать Макса - брата своего будущего мужа. У нас с ним ничего не может быть общего и никогда не должно было произойти. Но одна ночь перевернула все. Мы переспали. Макс Лиза. Все мои грёзы только об этой девушке. Невесте моего родного брата. Что со мной не так? Я могу заполучить любую женщину, но желаю только одну, ту, которая для меня под строгим запретом. Но все меняется, когда мы с ней сталкиваемся в одном ночном клубе, где она пытается залечить свои душевные раны, и утопить их в алкоголе. Жаркие танцы, алкоголь, поцелуи. Все это привело к страстной ночи, которую мы провели вместе.
View MoreSeorang gadis berlari mengejar mobil yang baru saja terparkir di area panti asuhannya. Raut wajah gadis itu sangat pucat, dan rambut yang sedikit berantakan. Akan tetapi, meski berpenampilan seperti itu, nyatanya tetap membuat gadis itu terlihat sangat antik. Gadis itu menghampiri seorang pria bersetelan jas mahal yang baru saja turun dari mobil.
“Tuan.” Gadis itu berucap dengan nada bergetar ketakutan pada pria di hadapannya.
Pria itu hanya melihat gadis itu sekilas, wajahnya yang arogan dan tatapan penuh intimidasi begitu terlihat di wajah tampan pria itu. Sorot mata tegas berhasil membuat gadis itu semakin ketakutan.
“Siapa kau?!” Pria itu bertanya dengan suara dingin dan terdengar menusuk ke indra pendengarannya.
“Tuan, saya—”
“Jika kau memiliki urusan, kau bisa berbicara dengan asistenku.” Pria itu memotong ucapannya dengan tegas. Lantas, melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat itu, tak memedulikan gadis yang menghampirinya.
“Tuan Sean, tunggu.” Gadis itu berteriak memanggil nama pria itu dengan cukup keras, hingga membuat langkah pria itu terhenti.
Pria itu terdiam, dan masih memunggungi gadis yang memanggil namanya. Didetik selanjutnya, pria itu berbalik, menatap dingin gadis itu. Aura wajah bengin dan kejam begitu terlihat jelas.
“Dari mana kau tahu namaku?” Sean bertanya dengan tatapan begitu dingin, menatap gadis yang berdiri tidak jauh darinya. Pria itu menghentikan langkahnya, karena cukup tersentak di kala gadis asing itu mengetahui namanya.
Bahu gadis itu sedikit bergetar akibat rasa takutnya. Akan tetapi, dia berusaha keras mengatasi kegugupan yang melanda dalam dirinya. “T-Tuan Sean. Nama saya Stella. Saya mohon, jangan menggusur panti asuhan ini, Tuan. Anda bisa mencari tempat lain. Kami sudah lama tinggal di sini, Tuan.” Gadis itu berucap lirih. Matanya mulai memerah, menatap Sean penuh dengan permohonan.
Sean terdiam sebentar mendengar permintaan gadis bernama Stella. Sepasang iris mata cokelatnya menatap penampilan gadis yang berdiri di hadapannya itu. Gadis itu berpenampilan sedikit berantakan. Kulitnya putih pucat dan iris mata abu-abu yang membuatnya menebak gadis itu memiliki darah campuran. Hanya saja cukup aneh, jika darah campuran tinggal di panti asuhan.
“Kau tinggal di panti asuhan ini?” Sean bertanya guna memastikan, tentang apa yang ada di pikirannya.
Stella mengangguk pelan dengan tatapan begitu memohon pada Sean. “Benar, Tuan. Saya tinggal di sini. Saya mohon, jangan menggusur panti asuhan ini. Anda bisa mencari tempat yang lainnya. Tapi tidak dengan panti asuhan ini, Tuan.”
Sean terus menatap dingin Stella. “Aku telah membayar dengan harga yang pantas untuk bangunan di panti asuhan ini. Dengan apa yang aku lakukan, itu artinya aku sudah melakukan kompensasi besar. Aku tidak mengusir kalian. Kau dan saudara pantimu, bisa mencari tempat yang lain dari uang yang aku berikan.”
Mata Stella memerah, akibat air mata yang sudah hampir berlinang. “Tuan, saya mohon. Anda memiliki segalanya. Anda pasti bisa mendapatkan lahan lain. Kami sudah lama menempati tempat ini, Tuan.”
Sean mengembuskan napas kasar mendengar permohonan Stella. Sekelebat ingatannya, teringat ketika mendengar gadis di hadapannya ini memohon padanya. Kala itu asistennya mengatakan ada seorang gadis yang pernah memaksa bertemu dengannya. Namun, tentu saja Sean tidak pernah mau bertemu dengan sembarang orang. Pria tampan itu yakin bahwa gadis yang ingin bertemunya pasti Stella.
“Lebih baik kau dan saudaramu yang ada di panti segera berkemas, dan meninggalkan panti itu.” Sean menegaskan kembali keputusannya, dia melanjutkan langkahnya, mengabaikan permintaan gadis itu. Nadanya acuh, dan tidak peduli.
Bulir air mata Stella mulai menetes jatuh membasahi pipinya. Namun, itu tidak akan membuat dirinya menyerah. Gadis itu kembali mengejar Sean. Saat dia hendak menyentuh lengan Sean, seorang pengawal bertubuh besar menghadangnya. Pengawal itu mendorong tubuh Stella, tingga tersungkur di lantai.
“Awww—” Stella menjerit kesakitan. Dress yang dipakainya robek, akibat terkena batu. Paha putih mulusnya terekspos. Bahkan Stella harus menutupi pahanya itu dengan tangannya.
Sean berbalik, menatap Stella yang tersungkur di lantai. Tatapannya, menatap tegas dan lekat kaki wanita itu yang terluka. Ya, tentu saja gadis itu terluka. Tanah disekitar panti asuhan ini sangat buruk. Masih banyak batu-batu di sekitarnya. Ditambah pakaian yang dipakai gadis itu adalah dress yang memiliki bahan tipis.
Sean mengibaskan tangannya, meminta anak buahnya untuk segera mundur dan menghilang dari pandangannya. Pria itu mendekat, dan mengulurkan tangannya membantu gadis itu berdiri. Awalnya Stella ragu untuk menerima uluran tangan Sean, namun Stella pun tidak memiliki pilihan. Kakinya terluka, Stella tidak bisa berdiri sendiri.
“Terima kasih, Tuan.” Stella menerima uluran tangan Sean, dia bangkit berdiri dengan lutut yang kini dipenuhi oleh darah.
“Ikut aku.” Sean berucap dingin. Lantas, pria itu melangkah menuju salah satu ruangan kosong—yang biasa dia pakai jika berkunjung ke panti asuhan ini.
Stella mengerjap beberapa kali, sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan Sean. Tepat ketika Sean sudah lebih dulu meninggalkannya—Stella langsung berjalan cepat seraya menahan sakit pada lututnya yang terluka, menyusul Sean.
“Duduk,” titah Sean kala dia dan Stella sudah berada di sebuah ruangan.
Stella menurut, dan duduk di sofa dengan pelan. Raut wajahnya semakin ketakutan saat berada di dalam sebuah ruangan berdua dengan Sean. Entah kenapa, jantungnya berdebar tak karuan, seakan ingin lompat dari tempatnya.
“Siapa tadi namamu?” Sean bertanya seraya menghunuskan tatapan dingin di sorot mata arogannya.
“Stella. Namaku Stella Regina.” Stella menelan salivanya ketika menyebutkan namanya. Harusnya Stella tidak takut, tapi nyatanya tatapan mata tajam Sean, membuat nyalinya menciut.
“Kau memiliki nama yang indah.” Sean memuji namanya. Nada bicaranya menunjukkan kearogannya. Pria itu tak lepas memberikan tatapan yang begitu lekat, mengamati seksama gadis itu.
Stella tersenyum gugup. “Terima kasih, Tuan.”
“Kenapa kau masih bersikeras berbicara denganku?”
“Karena aku dan saudaraku di panti, tidak ingin pindah dari panti asuhan ini, Tuan. Panti asuhan ini rumah kami. Banyak kenangan yang kami miliki di sini.”
“Kau bisa mencari tempat baru, membuat kenangan baru di sana.”
Stella memberanikan diri menatap Sean. “Tempat baru, tetap tidak akan sama dengan tempat lama, Tuan. Kami dibesarkan di sini. Hati kami berada di sini.”
Sean terdiam sebentar, memberikan tatapan tajam dan menusuk pada Stella. “Sayangnya, melakukan permohonan padaku hanyalah percuma. Keputusan yang aku ambil, tidak ada satu pun yang bisa mengubahnya.”
Stella menundukkan kepalanya. Dia sudah tahu ini akan terjadi. Sudah sejak satu minggu yang lalu, Stella berusaha bertemu dengan Sean. Akan tetapi, tentu saja tidak mudah baginya untuk menemui pria itu.
Setiap kali Stella berusaha untuk bertemu dengan Sean, maka anak buah pria itu akan menghadang. Hari ini, Stella begitu beruntung bisa bertemu dengan Sean. Stella menunggu hingga tiga jam lamanya di dekat area parkiran. Itu kenapa saat Stella melihat mobil Sean, dia langsung berlari menghampiri pria itu.
Keinginan Stella hanya satu memperjuangkan rumahnya. Dia tidak ingin saudara pantinya mengalami kesedihan, karena kehilangan kenangan di panti asuhan ini. Sungguh, sejak awal sudah Stella bertekad untuk tetap memperjuangkan panti asuhannya. Dia akan terus berusaha agar panti asuhannya tidak tergusur.
Stella berusaha tenang dibalik kerapuhannya. Gadis itu sedikit mengangkat dagunya, memberanikan diri menatap Sean kembali. “Tuan, apa Anda tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun? Banyak anak-anak yang tinggal di panti asuhan itu. Kenangan indah kami berada di sini, Tuan. Anda bisa memilih lahan yang lain. Tidak dengan lahan kami.”
“Lahan kalian?” Alis Sean terangkat, menatap gadis itu dengan mencemooh. “Kalian mendirikan bangunan di atas lahan milik orang lain. Lahan ini bukan lahan milik kalian. Harusnya kalian bersyukur aku masih mau memberikan uang. Tidak mengusir secara paksa.”
Panti asuhan di mana Stella tinggal itu berdiri, di lahan milik Sean Geovan—billionaire muda dan terkenal itu, merupakan anak sulung dari Geovan Group—yang merupakan salah satu perusahaan berpengaruh di dunia.
Sean Geovan masih cukup baik, tetap memberikan uang kompensasi pada pemilik panti asuhan. Padahal seharusnya menggusur tanpa memberikan uang, tetap bisa. Terbukti pria itu masih memiliki sedikit hati nurani.
“Tapi kami sudah lama tinggal di sini, Tuan. Anda berniat mendirikan mall di lahan ini. Sementara masih banyak lahan lain yang Anda bisa dapatkan. Kenapa Anda tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun pada kami?” Suara Stella terdengar sedikit keras dan bergetar kala mengatakan itu pada Sean.
Sean menyunggingkan senyuman misterius. Tatapannya, melihat penampilan Stella. Gadis itu memiliki tubuh yang mungil, dan terlihat masih sangat muda. Kulit putih pucat, rambut hitam khas orang Asia, membuat sedikit menarik di mata Sean.
“Apa yang bisa kau tawarkan jika aku mengabulkan permintaanmu?” tanya Sean dengan serigai di wajahnya. Tatapanya tak lepas menatap Stella yang tampak terkejut.
Прошло 3 месяца- Лиза, так как ты смотришь на то, что бы все таки пойти на свадьбу Андрея?Как я смотрю? Да в принципе, я согласна.- Макс, ты же знаешь, я ничего не имею против него. Наша с ним история давно в прошлом.- Ты права, зато наша с тобой только начинается, правда? – спросил меня любимый, погладив рукой по животику.- Правда, Макс.- Я так сильно люблю тебя, Лиза. Думаю, что также сильно буду любить нашу дочь.- Почему ты так уверен, что это будет девочка?- Я знаю это, Лиза.- Мы обязательно тогда назовём ее Валерией, да?- Конечно, ведь именно она спасла мне жизнь, а ты в итоге подаришь ее нашему маленькому чуду, - согласился со мной муж, затем нежно поцеловал в губы.Да, мы с Максом расписались больше двух месяцев назад. Можно сказать, прямо на следующий день п
ЛизаНаконец-то, я дома, - разулась и зашла домой и тут же просто застыла на месте, когда посредине комнаты увидела Макса, который вместо того, что бы поздороваться со мной, и объяснить каким образом проник в мою квартиру, включил аудиосистему и запел в микрофон.Когда он успел все это подготовить? Для чего? Миллион вопросов крутилось в моей голове, но его красивый голос проник в моё сознание, заставив все же не думать об этом.Если б не было тебя,Скажи, зачем тогда мне жить?В шуме дней, как в потоках дождя,Сорванным листом кружить?Если б не было тебя,Я б выдумал себе любовь.Я твои в ней искал бы черты,И убеждался вновь и вновь,Что это все ж не ты.Если б не было тебя,То для чего тогда мне быть?День за днем находить и терять,
Неделю назадАндрей- Мама, я прошу тебя успокойся. Мы не сможем вытащить его из тюрьмы, он убил человека.- Андрей, я не думала, что он способен на такое. Прости меня за все, и ты меня прости Макс, - обратилась она к брату, полностью осознавая свою вину за обман.- Мама, это уже не важно. Я тебя давно простил. Главное, возьми себя в руки. Ты должна быть сильной.- Знаете, а я со временем все же полюбила его. Он был заботливым, любящим мужем. Я назначила его директором нашей медиакомпании. Мой отец был совершенно не против такого умного зятя, но предостерёг, что бы я не подумала даже отдавать ему все акции компании “Media Room”.- Мама, разве это сейчас имеет значение? Я думаю, Макс станет замечательной заменой отцу, - вмешался в разговор.- Нет, Андрей. Этим займешься ты. Тебе надо расти. А у меня и так других забот полно. Не могу я думать сейчас о руководстве таки
Прошло 3 недели.МаксКак же все таки несправедливо играет с нами в свои жестокие игры судьба.Да, я остался жив, но, к сожалению, слишком высокую цену пришлось заплатить за это.Я никогда бы не под каким предлогом не согласился бы на условия Леры изменить Лизе. Сейчас в голове прокручиваю наш с ней диалог в номере перед тем, как она привезла меня на эту виллу.- Отсчет закончен, Макс, - оповестила меня Лера, досчитав до нуля.- Я не соглашусь на это никогда! - крикнул, достав из своего заднего кармана раскладной нож, раскрыл его и приставил к ее горлу.- Ты с ума сошел! Что ты собираешься делать со мной? - на ее лице можно было увидеть настоящий испуг и страх за свою жизнь.- Ты мне расскажешь все! Но больше всего я хочу знать, при чем здесь мой отец?! При чем он здесь?!- Это он все придумал изначально. Слежку за тобой
Лиза- Ты не должен был так с ней поступать, она все же моя жена, отец, - услышала голос мужа сквозь дрему.Неужели и он причастен к этому?- Не смей эту лживую шлюху называть своей женой! - после этих слов его отец подошёл ко мне, и больно схватил за волосы, заставив поднять голову и посмотреть на него.Я лежала на ковре в тёмном помещении. Мои руки были связаны толстой веревкой, а правая нога была прикована к железному столбу цепью.- Просыпайся, Лиза. Я знаю, что ты нас отчётливо слышишь. Поздоровайся со своим мужем.- Что вы со мной сделали? Почему так поступили?- Ты ещё спрашиваешь? Ты ещё спрашиваешь?! – зарычал он в ответ и больно ударил меня по лицу.- Папа, не надо! – пытался его остановить Андрей.- Молчи, щенок. А я так хотел, что бы она родила мне внука, - добавил и снова ударил меня, а затем резко схватил за горло.- Думала, о твоём отдыхе с Максом никому не станет известн
МаксКогда я вышел из номера, и подошёл к Мэри, она сразу же решила меня поздравить.- Вы теперь вместе, так ведь? Все же ты добился ее любви, Макс.- Да, Мэри. Но наши проблемы только начинаются. Как Лиза все это переживёт, даже не представляю.- Все будет хорошо, Макс. Главное, вы вместе, счастливы и любимы друг другом.- Ты права, Мэри, - не хотел её посвящать во все подробности.- Ты в ресторан, заказать лично для неё романтический ужин при свечах?Я бы очень хотел этого, и с радостью продемонстрировал бы Лизе свой талант пения, о котором она даже не догадывалась. Но на горизонте, к сожалению, довольно серьёзная проблема – сообщение с угрозами от Алена. И я должен с этим разобраться, как можно скорее.Заказав ужин в номер, я вернулся в свой номер, но Лизы в нём не было.- Чёрт! Вот же упрямица
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments