Share

Hidup Serasa Mati

Aku mendengar suara Arya tengah memanggil-manggil namaku dengan rasa khawatir yang teramat sangat, bahkan sebelum aku menutup mata ini, aku melihat wajah Arya terlihat teramat sangat panik sekali, ia seolah takut hal buruk terjadi kepadaku atau mungkin ia takut kehilangan ku. Ya, ada pancaran kekhawatiran yang berbeda dari sorot mata lelaki itu, perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Mata itu terlihat khawatir melebihi rasa khawatir seorang sahabat.

Sungguh, aku tidak ingin menyia-nyiakan momen seperti ini. Rasanya aku tidak ingin menutup mataku karena aku tidak ingin membuat Arya mengkhawatirkan ku, tapi apalah daya ku, aku sudah tidak lagi bertenaga untuk tetap membuka mata. Selain itu, kendali hidup dan matiku sepenuhnya milik Allah, dan andai saja hari ini Tuhan mengambil nyawaku, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima. Ya, menerima takdir, meskipun banyak hal di dunia ini yang belum kudapatkan, salah satunya keinginan untuk menyempurnakan agama.

"Kania, bangun! Aku tidak bisa melihat mu terbaring lemah dalam keadaan tidak berdaya seperti ini," ucap Arya dengan nada suara merengek yang masih terdengar samar di telinggaku, hingga suara itu mulai hilang timbul seolah orang yang mengatakannya telah berada jauh dariku.

'Aku harus bangun, aku tidak ingin membuat Arya khawatir.'

Aku mengumpulkan semangat dan keberanianku, aku ingin bangun dan menatap mata Arya, mengatakan kepadanya kalau ia tidak boleh menangis hanya gara-gara aku.

"Ar-Arya," ucapku dengan nada suara terbata-bata, namun terdengar masih sangat lemah.

Saat ini mulutku bisa berbicara sedangkan mata ini terasa sangat sulit sekali untuk dibuka. Namun keinginan yang keras membuka mata membuatku akhirnya berhasil.

Perlahan, aku membuka mataku, tapi anehnya aku tidak mengenal ruangan ini, tempat ini bukan rumahku dan bukan pula kamar ku. Tempat asing yang awalnya kukira adalah alam baka.

'Dimana aku sebenarnya?' ungkap ku di dalam hati dengan sejuta pertanyaan yang muncul dalam benakku. Namun, tiba-tiba bola mata ini memandang ke arah sosok lelaki tampan yang saat ini sedang menangis sembari menggenggam tanganku. Ia terus menunduk dan mencium tanganku sembari meminta ku untuk segera bangun, bahkan saking sedihnya ia, air matanya jatuh membasahi punggung tanganku.

Aku tidak menyangka Arya akan bersedih dan menangis seperti itu untukku.

Rasanya, baru kali ini ada lelaki yang sampai mengeluarkan air matanya untuk menangisiku, dan hal itu membuatku merasa seperti tersanjung. Ya, setidaknya di dunia ini masih ada seorang lelaki yang tulus kepadaku, meskipun ia adalah orang asing yang tidak memiliki hubungan darah denganku.

"Arya."

Dengan sapaan lembut, aku mencoba memanggil nama Arya untuk memastikan kalau saat ini aku sedang tidak bermimpi, karena sesungguhnya Arya adalah lelaki cool yang tidak akan pernah bersikap lebay bahkan sampai menangis untuk seorang makhluk yang bernama perempuan namun sekarang air mata mengalir membasahi pipi Arya dan wanita yang ia tangisi itu adalah aku.

"Arya."

Dengan lembut, ku belai rambut Arya. Kurasakan ketulusan dan kelembutan hati Arya untukku. Aku merasa sangat bersyukur karena di saat-saat tersulit seperti ini Arya datang kepadaku untuk menghibur ku, ia selalu ada di samping ku meski terkadang keberadaannya malah membuatku kesal. Ya, begitulah hubunganku dan Arya, terkadang kami saling menyayangi, namun terkadang kami saling kesal hingga terjadi pertengkaran besar.

"Ka-Kania, kamu sudah bangun?"

Arya langsung mengangkat wajahnya, ia berdiri untuk memastikan kalau saat ini aku telah sadar dari tidurku. Dua pasang bola mata yang tengah basah oleh air mata itu sudah cukup membuktikan betapa lelaki yang ada di depanku benar-benar peduli kepadaku.

"Mas, kita dimana?"

Aku tahu kalau saat ini Arya tengah mengkhawatirkan ku karena semua terlihat jelas di wajah tampannya, namun aku tidak ingin membuat Arya semakin khawatir kepadaku, sehingga aku berusaha mencari topik yang bagus untuk mengalihkan pembicaraan kami.

"Kita sekarang ada di rumah sakit, kamu pingsan dan Dokter mengatakan kalau kamu sepertinya kurang istirahat."

'Pingsang? Apakah aku tidur dan tidak sadarkan diri sampai selama itu?' ucapku di dalam hati karena merasa kaget dengan apa yang kudengar.

Sejak kejadian perjodohan itu, setiap detik dalam malam ku terasa seperti siang, aku tidak bisa terlelap walau sebentar, bahkan obat tidur yang ku konsumsi tidak mampu membuatku tertidur.

Aku bukannya melawan jatah mata dan seluruh tubuh ini untuk beristirahat, aku bahkan mencoba memejamkan mata ini secara paksa, namun walaupun mata ini tertutup tapi hati ini tetap terjaga, aku tersadar dengan banyaknya beban pikiran yang kutanggung di dalam benakku. Beban yang sama sekali tidak bisa ku selesaikan, sesuatu yang berada diluar kendali dan diluar kemampuanku sebagai manusia.

"Nia, apa kamu tidak tidur? Apa kamu memikirkan masalah pertunanganan kalian?"

Arya berusaha mencari tahu dan menebak apa yang terjadi kepadaku, karena ketika berkomunikasi dengan Arya, aku selalu membohonginya. Ya, aku selalu mengatakan kalau aku akan tidur dan terlelap, namun kenyataannya mata ini menyala hingga pagi, dengan sejuta beben yang berputar-putar di dalam kepalaku.

"Nia, kenapa bengong? Apa kamu tidak tidur di malam hari?" tanya Arya sekali lagi.

"Ma-maaf, Mas, aku-,"

Rasanya aku tidak sanggup melanjutkan ucapanku, terlalu berat untuk mengatakan kepada Arya tentang semua permasalahan dan persoalan hidup yang sedang ku tanggung, bahkan aku tidak sanggup lagi membohonginya untuk sesuatu yang mungkin saja sudah ia ketahui, tapi Arya adalah lelaki yang sangat pengertian, karena dalam diam ku, ia sangat tahu tanpa mendapatkan jawaban dariku.

"Nia, bukankah sudah kukatakan kalau kamu tidak boleh memikirkan sesuatu diluar batas kemampuanmu, jalani saja dan berdoalah Allah, karena Allah adalah sebaik-baiknya penolong untuk kita."

Arya simalaikat dengan sejuta nasehat untuk menyemangatiku. Namun, tetap saja diri ini tidak bisa menerima semua yang terjadi.

Ya, semua yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah takdir dan ketetapan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, baik atau buruknya tetap saja akan memberikan pelajaran kepada manusia. Jika apa yang diinginkan sesuai dengan apa yang diharapkan maka Tuhan sedang mengajarkan hamba-Nya untuk bersyukur, namun jika apa yang diterima tidak seperti sesuai harapan, artinya Tuhan sedang memberikan pelajaran kalau rencana Tuhan adalah yang terbaik untuk hamba-Nya.

"Aku tidak sanggup lagi, Mas!"

Akhirnya butiran kristal-kristal bening keluar juga dari bola mataku, sebuah ungkapan betapa aku tidak sanggup lagi menahan beban yang menyesakkan dadaku.

"Nia, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya. Allah yakin kamu bisa, dan Mas juga yakin kalau kamu sanggup menghadapi semua ini," ujar Arya menguatkan dan memberikan semangat kepadaku.

"Mas, apakah aku kabur saja?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status