Kaisar Tachibana merasa apa yang disampaikan oleh komandan pasukan pengawal miliknya itu terdengar aneh. Kyeo berkata seperti itu?
Untuk apa iblis kejam mengutarakan apa yang ia rasakan? Bukankah iblis tak punya perasaan? Tanggapan seperti apa yang ingin Kyeo utarakan kepadanya selaku penguasa negeri? Sungguh, sang kaisar negeri Awan itu tak mengerti maksudnya.
Tidak ada satu pun makhluk yang mampu membuat sang iblis kelelawar menghargai nyawa manusia. Ia akan leluasa membunuh, menghancurkan atau melenyapkan makhluk hidup bernama manusia, karena baginya nyawa mereka itu sangatlah rapuh dan iblis tidak menyukai kerapuhan. Mereka juga sangat tidak menyukai kelemahan yang identik dengan umat manusia.
Tak beberapa lama kemudian, rombongan para pengawal yang datang membawa kurungan tempat Kyeo dikurung pun tiba di hadapan Kaisar Tachibana. Sang iblis diletakkan di depan umum, karena ada banyak warga yang meminta untuk melihat wujud Kyeo secara langsung.
Tanpa disangka-sangka, suara teriakan yang penuh dengan kata-kata makian dan cemoohan itu terdengar memenuhi kerumunan orang-orang yang kelihatannya sedang marah. Tidak, lebih dari itu. Mereka murka. Kyeo langsung merotasikan mata, ia sangat tahu hal ini akan terjadi juga padanya. Ditonton oleh sekumpulan makhluk-makhluk bodoh yang marah karena suatu hal yang tidak bisa ia pahami. Toh, sama sekali tak ada urusannya jika Kyeo mengurusi manusia seperti mereka semua. Membosankan.
Sang iblis lantas menatap tajam ke arah ratusan manusia yang saat ini sedang melihatnya di dalam sangkar. Kyeo menggeram tertahan. Ini semua memuakkan, ia tidak suka berada di posisi yang menyebalkan seperti ini. Sang iblis tidak suka menjadi sumber hujatan manusia, meskipun sering mendengarnya, baik secara langsung ataupun tidak, tetapi rasanya tetap menjengkelkan.
Seluruh penghuni negeri tersebut membuatnya muak. Mereka benar-benar memuakkan, hingga membuat Kyeo merasa ingin muntah. Padahal mereka hanyalah manusia lemah yang tidak berarti, tetapi masih berani memandangi Kyeo dengan kepala terangkat angkug.
Sialan! Seandainya saja ia tidak dikurung ... mungkin saja saat ini ia sedang bersenang-senang dengan jasad mereka. Membayangkannya saja sudah membuat perasaan lelaki iblis tak berbusana itu merasa senang.
Ah, kata andai memang selalu indah. Kyeo benar-benar ingin segera menikmati sensasi itu lagi, ia ingin memangsa manusia.
Ceh! Ini semua gara-gara perbuatan miko sial itu! Gerutu sang iblis kelelawar tidak terima dalam hati. Seandainya saja saat penangkapan tadi ia tidak lengah, mungkin saja saat ini ia masih berada di tempat persembunyian yang aman. Bebas dari berbagai masalah dan orang-orang yang berniat membunuhnya.
Kyeo terpaksa menghentikan lamunannya saat sebuah kerikil kecil mengenai kepalanya secara tiba-tiba. Ia lantas mencari-cari sang pelaku di tengah kerumunan, dan berniat memberikan tatapan maut terbaiknya kepada orang yang berani melemparinya batu kerikil. Bukan karena merasa sakit, tetapi para iblis memang sering membalas perbuatan makhluk yang mencoba menyakiti tubuh mereka dengan berbagai cara.
Kyeo kemudian menghentikan pencariannya setelah merasa semua yang ia lalukan tadi hanya sia-sia belaka, sebab sulit mencari manusia yang melemparinya batu di tengah kerumunan orang-orang. Sang iblis kemudian mengedarkan mata, menatap para penduduk sebuah negeri yang tak ia ketahui apa namanya.
Menurut Kyeo itu semua tidak penting. Ia tahu atau tidak dengan nama dari negeri sialan itu, toh, sama sekali tak ada untungnya bagi iblis sepertinya. Iblis rupawan itu lantas memilih untuk tidak peduli. Baginya, semua itu hanyalah perbuatan yang sia-sia belaka.
Melihat Kyeo diam saja tanpa berkata apa-apa seperti yang sebelumnya diucapkan oleh salah seorang pengawalnya, membuat Kaisar Tachibana menyadari itu semua hanyalah akal-akalan busuk dari sang iblis kelelawar saja.
Kaisar lalu menghela napas panjang. Lebih baik ia menjelaskan apa yang terjadi kepada rakyatnya.
"Makhluk di depan kalian ini telah menewaskan sebanyak 999 orang di negeri kita. Sungguh angka yang mengerikan dalam sejarah umat manusia, bahkan mengalahkan perang sekalipun."
"Dia adalah seorang pembunuh yang tidak peduli dengan nyawa manusia," ucap sang penguasa Negeri Awan, mengakhiri penjelasan singkatnya.
Kyeo terkekeh mendengar ucapan sang kaisar. Mustahil ia takut. "Karena aku adalah iblis, apalagi yang kalian harapkan? Apa kalian berpikir aku akan bersikap baik dan ramah terhadap kalian, para manusia yang naif? Aku ini pembunuh, itulah aku yang sebenarnya."
"Aku adalah kegelapan, gelap itu adalah aku sendiri. Dan kalian manusia yang tak berarti hanya sekadar mangsa yang akan kucabik-cabik nantinya!" teriak Kyeo panjang lebar saat menjelaskan tentang siapa dirinya. Seringai kejam pun mengembang di wajah rupawannya, menyebabkan seluruh penduduk berteriak lantang, meminta iblis laknat itu untuk segera dibunuh saja.
Lebih baik iblis itu mati daripada mereka yang mati karena perbuatan sang iblis.
"Jangan lepaskan dia!"
"Jika kita melepaskannya, dia pasti akan membunuh manusia lagi! Kita pasti korban selanjutnya!"
"Ya! Bunuh saja dia!" teriak seorang wanita muda dari balik kerumunan. "Dia sudah membunuh bayiku! Padahal anakku baru berusia dua tahun! Iblis itu tidak punya hati ... DASAR MONSTER!"
Kyeo merasa terusik dengan teriakan seorang manusia. Ia lalu mencari-cari sumber teriakan yang terdengar memuakkan di telinganya itu. Ketika ia sudah berhasil menemukannya, Kyeo langsung memberikan pelototan mengerikan kepada wanita tersebut.
"Aku memang tidak punya hati, Manusia! Aku adalah iblis. Iblis tidak peduli dengan makhluk lain selain dirinya sendiri!" terang Kyeo dengan tegas. Para penduduk terus menyumpahi dan melemparinya dengan batu, tetapi Kyeo tak peduli.
Melihat penduduk negerinya semakin anarkis, akhirnya sang kaisar kembali memerintahkan para prajuritnya untuk membawa Kyeo pergi dari sana.
Sebelum itu, Kyeo sempat menatap tajam Himiko yang juga melihat ke arahnya. Dalam hati, Kyeo menyimpan dendam terhadap gadis kuil itu. Dan bertekad untuk membalaskan dendam di hatinya.
Himiko lalu menghadapkan badannya ke arah sang kaisar Tachibana, kaisar itu lalu tersenyum kepada sang gadis penjaga kuil.
"Mulai hari ini, atas jasa dan kepahlawanan dari nona Miko yang baik hati, saya dengan bangga akan menjadikannya salah satu penasihat saya," tutur sang penguasa dengan senyuman yang begitu cerah.
Penduduk negeri langsung bersorak gembira mendengar ucapan kaisar mereka. Para pria mengangkat peralatan tani mereka tinggi-tinggi, sedangkan para wanita bertepuk tangan dengan meriah.
Himiko terkejut, melihat semua penduduk bersorak-sorai menyambutnya sebagai pahlawan. Padahal yang ia lakukan memang sudah termasuk tugasnya sebagai seorang miko.
"Ampuni hamba, Yang Mulia Kaisar." Himiko langsung menjatuhkan dirinya ke bumi, berlutut dan menempelkan dahinya ke tanah, lalu melanjutkan ucapannya, "tapi hamba menolaknya."
Kaisar Tachibana sedikit terpana. "Mengapa kau menolaknya?" tanya sang kaisar kebingungan.
Perbuatan gadis tersebut menimbulkan tanda tanya bagi Kaisar maupun penduduk yang tengah menyaksikan, buru-buru Himiko berdiri dan menundukkan kepalanya. Tak berani menatap iris cokelat sang penguasa yang sedang menunggu alasannya karena telah menolak tawaran.
Gadis yang mengabdikan dirinya untuk dewa tersebut menaruh tangan kanan di depan dada dengan ekspresi wajah yang damai. Kemudian berkata, "Saya hanya seorang pendeta biasa yang berkeliling di dunia ini untuk menciptakan kedamaian."
"Saya hanya ingin hidup mengembara seperti biasa sesuai dengan permintaan ibu saya, dan saya tidak ingin terikat di satu tempat saja. Yang Mulia, mohon ampuni saya."
Kaisar Tachibana tersenyum kecil, ia tidak merasa marah ataupun tersinggung karena tawarannya itu ditolak oleh sang miko. Justru, sang penguasa merasa senang karena gadis di depannya itu tidak haus dengan jabatan yang ia tawarkan.
"Lalu, apa yang kau inginkan, Miko-san?" tanya sang kaisar lagi.
Himiko tersenyum tipis, ia harus menyuarakan isi hatinya. "Hamba hanya ingin melanjutkan perjalanan spiritual saya saja, Yang Mulia Kaisar," jawabnya. "Saya harus mengumpulkan banyak kekuatan, agar bisa menjaga nama baik dari marga keluarga saya."
Kaisar tampak penasaran. "Apa marga keluargamu?" tanyanya.
Himiko menjawab, "Marga saya Akibara."
Kaisar Tachibana telah memutuskan. "Kalau seperti itu, bawalah pengikut-pengikut setiaku ini untuk mendampingi perjalananmu! Mereka pasti akan menjagamu sepanjang jalan nanti," ucapnya terdengar seperti perintah.
Himiko terperangah, tak percaya jika sang kaisar begitu gigih. Dengan cepat ia berkata, "Tidak, tidak perlu, Yang Mulia."
Gadis itu lagi-lagi menolak tawaran sang penguasa, lalu kembali berkata, "Terima kasih atas kemurahan hati Anda. Tapi, saya harus melanjutkan perjalanan saya sesegera mungkin."
Himiko lagi-lagi tersenyum kecil. "Sekali lagi terima kasih, dan sampai jumpa," ucapnya.
Sang miko lalu menundukkan badan, kemudian berlalu pergi meninggalkan Kaisar dan rakyatnya begitu saja. Tanpa wanita anggun tersebut ketahui, sang kaisar Tachibana tersenyum penuh arti menatap kepergian sang gadis kuil.
"Aku akan tetap memberikanmu hadiah, sebagai jasamu memerangkap Kyeo sang iblis kelelawar."
"Pengawal, tolong cari tahu semua tentang gadis kuil itu, dan bawa dia dan keluarganya ke negeri ini, ke kota kita. Aku akan mempersembahkan perumahan dan kuil khusus untuknya dan keluarganya."
"Baik, Paduka Kaisar!"
Para pengawal pun berbaris dan mempersiapkan diri untuk mencari tahu tentang keberadaan miko penyelamat mereka. Dengan berbekal nama marga sang gadis, Akibara.
~•~•~
"Sial," umpat Kyeo seraya memperhatikan luka yang belum kering sejak pertarungannya dengan gadis manusia lemah bertudung merah. Luka yang Kyeo dapat dari pertempurannya dengan sang gadis miko itu masih belum menutup setelah sekian lama waktu berlalu. Perlu waktu yang tak sebentar untuk sekadar memulihkan dirinya.
Kyeo bahkan harus kehilangan salah satu sayap kebanggaannya dalam pertarungan tersebut, dan ia tidak dapat meregerenasi pertumbuhan dari sayap iblisnya itu karena ada energi murni yang menghalangi niatannya. Miko sialan tersebut, sampai akhir pun tetap saja merepotkannya.
"Sial, sial, sial!"
Mengumpat, memaki, dan menyumpah adalah perbuatan yang setiap hari Kyeo lakukan semenjak ia dikurung di kurungan emas. Iblis itu tidak mempunyai tenaga lebih untuk mematahkan segel yang ada di tempat itu.
Meski, sebenarnya sangat mudah baginya untuk menghancurkan pelindung kecil sang miko, jika saja tubuhnya dalam kondisi yang prima dan tidak dalam keadaan terluka parah seperti ini. Tentu saja dia sangat kuat, tetapi dia tidak mungkin mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menghancurkan segel. Itu berbahaya.
Kyeo lantas menatap sekeliling, hanya ada gelap di sekitarnya. Iblis yang memiliki wujud asli kelelawar besar itu bahkan tidak tahu berapa lama dia telah melewati masa. Dia tidak tahu waktu yang terjadi di sekitarnya. Dia juga tidak tahu, apakah hari sudah berganti siang atau kembali menjadi malam.
Waktu seolah berjalan lambat baginya di dalam penjara emas tersebut. Semua terasa membosankan.
Yang Kyeo ketahui dari kurungan yang kini menjadi tempat tinggalnya ialah; secepatnya ia harus membebaskan diri dari tempat itu dan membalaskan dendamnya kepada gadis manusia yang sudah berani mengurungnya di sana.
Setiap mengingat manusia yang sudah berani menyegel dan menempatkannya dalam sangkar layaknya burung di tempat antah berantah, membuat Kyeo ingin sekali mencabik-cabik tubuh sang miko, lalu membuangnya ke lahar panas, atau menyobek tubuhnya menjadi bagian kecil-kecil.
Kyeo bahkan berpikir untuk memakan jiwanya, meski jiwa murni seseorang yang penuh kepercayaan kepada tuhan terasa pahit di lidahnya. Ya, dia memang kejam.
"Lihat saja," monolog sang iblis, dalam mengisi kekosongan di kurungan gelap tersebut. Mata kuning keemasannya seketika berubah menjadi warna merah darah, sebuah bentuk pertahanan ketika marah mulai menyelimutinya. "Aku akan membunuh dan membantai habis semua anak keturunannya! Tak terkecuali!" sungutnya seraya mendengkus kesal.
Iblis itu kembali bermonolog, "Aku juga tak peduli dengan akhir hidup mereka selanjutnya akan seperti apa. Yang jelas, aku akan menghabisi mereka semua dengan tanganku ini." Kyeo mengangkat tangannya tinggi-tinggi, lalu ia pun tertawa jahat.
Tanpa mengetahui bahwa tangan sang takdir tengah memeluknya erat. Sebuah takdir antara Kyeo dengan salah seorang gadis yang akan mengubah pandangan sang iblis untuk selamanya tentang makhluk-makhluk bernama manusia.
Mungkinkah nanti, Kyeo akan mengerti dengan jalan takdir yang harus ia lewati bersama gadis itu? Bersama gadis yang seharusnya ia benci?
"Cih, jangan harap aku akan mengampunimu, Manusia," ucap Kyeo lagi dengan datar. Untuk sekarang, biarlah iblis itu menunggu waktu di sekitarnya cepat berlalu.
+Tambah tahu, tambah banyak ilmu+
San* : Panggilan -san digunakan untuk memanggil orang yang belum terlalu dikenal, dan itu adalah panggilan yang sopan untuk orang yang belum dikenal atau orang asing dalam budaya Jepang.
Ojigi* : Budaya membungkuk di Jepang. Ojigi adalah salah satu kegiatan dalam budaya orang Jepang untuk melakukan penghormatan bagi orang lain.
Otoroshi – Monster Penjaga
Otoroshi adalah monster yang berbentuk kepala dengan mata yang mengerikan.
Jika di Indonesia mungkin seperti kuyang di Kalimantan. Di Jepang, Otoroshi digambarkan sebagai ukiran kayu yang terdapat di beberapa kuil.
Fungsinya adalah menjaga kuil dari kejahatan siapa saja.
"Hyaahh! Huf, huf!!"Seorang pemuda berambut ikal tampak sedang berlatih dengan sebuah batang pohon yang berdiri tegak di depannya. Setiap kali dia bergerak menyerang pohon tersebut, rambut panjangnya akan bergoyang mengikuti gerak tubuhnya. Surai hitamnya tampak lembut dan lebat. Di batang pohon tersebut terdapat beberapa tongkat yang difungsikannya sebagai alat untuk berlatih pukulan. Seolah tongkat-tongkat itu adalah tangan dari musuh yang harus dihadapi. Sang pemuda terus memukul tongkat-tongkat tersebut secara berkala menggunakan kedua tangannya, seolah-olah sedang berlatih tanding dengan seseorang. Dia adalah Yuuto, pemuda yang sebelas tahun silam menghilang dari muka bumi dan masuk ke dunia lain karena dibawa oleh sesosok siluman berwajah buruk rupa. Dia adalah anak laki-laki keturunan keluarga kuil Akibara yang terkenal sangat baik hati dan juga penyayang terhadap sesama. Sudah lama sekali semenjak pemuda itu meninggalkan rumah, lebih tepatnya diculik dari dunianya yang seben
Yuuto tersenyum samar, ingatan tentang pertemuan pertamanya dengan sang guru tiba-tiba muncul ke permukaan. Ia yang dulu adalah seorang anak kecil yang suka bersembunyi dari kejaran siluman, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki kekuatan.Yuuto kini telah dewasa, ia sudah berhasil menguasai berbagai kemampuan dasar dan bela diri dari sang guru.Tak sia-sia pelatihan yang diberikan oleh Hiroshi—sang kakek tua yang ia temui belasan tahun silam. Selama bertahun-tahun lamanya, lelaki tua itu mengajari pemuda dengan gaya rambut panjangnya yang tidak rapi, si Yuuto, berbagai jurus bela diri dan lain sebagainya.Yuuto selalu ingat dengan pesan yang disampaikan oleh sang guru, bahwa untuk hidup di dunia yang keras haruslah memiliki tekad yang besar. Ia merasa hal itu ada benarnya. Yuuto membutuhkan kekuatan.Selain mempelajari ilmu kehidupan dengan sang guru, Yuuto juga belajar dari para biksu yang ia temui di setiap perjalanan spiritualnya. Kadang-kadang, pemuda itu akan ikut
Di sebuah dimensi yang bersebelahan dengan Dunia Bawah, tepatnya di dunia di mana para manusia bumi tinggal, bermukim dan melahirkan keturunan. Ada sebuah daerah di mana di sana terdapat sebuah kuil kecil yang merupakan milik keluarga Akibara. Ada sesosok makhluk tampan yang sedang berusaha keras mengalirkan kekuatan penyembuhan ke bagian perut dan tangannya yang sedang terluka parah, dan ia hanya seorang diri saat berada dalam kurungan tersebut.Tak ada seorang pun yang pernah menjenguknya. Sama sekali tak pernah ada yang berusaha menyelamatkan sang iblis kelelawar dari tempat terkutuk itu!Sialan, Kyeo dilanda amarah sekarang. Tempat tinggalnya berada jauh dari sentuhan tangan manusia. Kuil tempatnya tersegel pun tak pernah sekalipun didekati, apalagi dibuka oleh orang-orang yang penasaran dengan isinya.Tak pernah ada seorang pun manusia yang berani melakukannya. Mereka semua terlalu takut mendekati kandang milik sang iblis kelelawar bermata kuning keemasan. Mereka takut iblis itu
"Ck, menyedihkan," komentar Kyeo sesaat setelah mangsa keduanya mati. Ia lalu mengendus bau amis dari darah segar yang memenuhi tangan kanannya dengan perasaan senang. Puas lebih tepatnya, karena sudah berhasil membunuh.Bau amis darah selalu dapat memikatnya, tak peduli sejauh apa sumber darah tersebut, Kyeo akan tetap mendatanginya selagi tak ada halangan. Sang iblis kelelawar akan tetap datang dengan senang hati ketika menghampiri setiap mangsa yang kurang beruntung bertemu dengannya hari itu, dan mereka akan berakhir sebagai mainan dari sang iblis yang kejam.Lihat? Betapa baiknya sang iblis hingga menjemput kematian para korbannya dengan tangannya sendiri. Jadi, mereka tak perlu bersusah-susah menanyakan perihal kematian mereka yang tidak pasti itu.Kyeo merasa bangga karena sudah mengantarkan manusia-manusia itu ke alam kematian. Sang iblis kelelawar merasa, ia bagaikan seorang dewa kematian, tetapi dengan caranya sendiri dan itu benar-benar menyenangkan.Iblis dengan wujud manus
Yuuto yang baru saja selesai latihan bersama sang guru, berjalan pelan menuju sebuah pohon yang tampak rindang. Cuaca yang cukup terik membuatnya sedikit merasakan gerah. Walaupun ia sudah memakai yukata tipis berwarna gelap, tetapi tetap saja panas mengenai kulit sawo matang sang pemuda.Pemuda itu ingin berteduh sebentar sebelum kembali berlatih lagi bersama Hiroshi.Langkah laki-laki dewasa itu terlihat melambat ketika ia mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang mengarah padanya dengan sangat cepat. Sebelum sempat berbalik badan sepenuhnya, Yuuto telah diterjang oleh seseorang dari belakang."Kakak!" teriak orang itu penuh semangat. Suaranya terdengar seperti seorang perempuan muda yang begitu ceria. Manis dan menyenangkan. Yuuto tertegun di tempat saat seorang remaja perempuan melompat ke arahnya secara tiba-tiba dan memeluknya dengan sangat erat. Helaian rambut hitam panjangnya mengingatkan Yuuto terhadap sang adik. Belum lagi dengan sang gadis yang memanggilnya kakak ta
Di sebuah rumah yang luarnya cukup megah, meski telah berusia tua, terlihat beberapa orang sedang berkumpul di ruang tamu keluarga. Mereka adalah sepasang suami istri dari keluarga Akibara. Keduanya tengah membicarakan sesuatu dengan serius, ketegangan tampak di wajah wanita yang memiliki tanda lahir di pipi kanannya yang hanya dimiliki oleh anggota keluarga Akibara saja. Meski setiap keturunan memiliki tanda lahir di tempat yang berbeda-beda. Simbol itu begitu unik, tetapi sangat cocok untuk para anggota keluarga Akibara yang terpandang sebagai keluarga kuil di kotanya. "Bagaimana nasib keluarga kita di masa depan? Kita sudah tidak punya keturunan lagi untuk melanjutkan persembahan itu!" Sang wanita mulai mengeluarkan argumennya. Wajahnya memerah, terlihat jelas sedang memendam perasaan yang terus berkecamuk di dalam dada. Kaede marah, sangat marah. Dia juga merasa sedih, kecewa dan perasaan mencolok lainnya tengah bercampur aduk di hatinya saat ini. "Kaede, tenanglah. Pasti a
Rin mengukir batang pohon yang ia lewati menggunakan salah satu anak panah yang dibawa olehnya, gadis itu sedang membuat goresan dengan bentuk yang indah, tetapi mengandung makna yang sangat ia senangi.Gadis itu tampak begitu serius dengan pekerjaannya yang menjadikan batang pohon menjadi tempat menuangkan kreativitas. Sang gadis Akibara terlihat seperti seorang seniman dengan alat pahatnya di tangan, tetapi sepertinya gadis itu tidak mengetahui benar apa yang sedang ia lakukan saat ini.Mungkin baginya, mengukir pohon hanyalah suatu bentuk pengungkapan diri. Semuanya tergambar jelas dari sang gadis yang begitu teliti saat mengukir namanya di permukaan batang pohon yang tidak terlalu kasar, dan agak berlumut itu. Senyum bahagianya langsung merekah begitu lebar saat namanya telah selesai terukir di sana.Mengukir karakter kanji-nya sendiri di sebuah kayu dan berbekal anak panah memang cukup sulit, tetapi ternyata setelah selesai, hasilnya lebih bagus daripada ekspektasinya."Wah, hasi
Selama beberapa saat, terjadi hening di antara mereka berdua. Zura sibuk menatap makhluk-makhluk bertubuh kekar yang tengah bercengkerama tak jauh dari tempat duduk mereka, sedangkan Rin sibuk memandangi sang pemuda, tanpa berkedip sama sekali.Rin memangku wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, masih sembari menatap wajah manis pemuda yang ada di hadapannya.Gadis itu bertanya-tanya dalam hati. Terjebak di dunia apakah ia kini? Zura memang mengatakan bahwa sang gadis Akibara tengah berada di Dunia Bawah, dunia tempat berkumpulnya makhluk-makhluk yang hidup berdampingan satu sama lain. Seperti manusia, siluman, iblis dan lain-lain.Akan tetapi, tetap saja gadis itu merasa kebingungan walau sudah diberitahu seperti itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya bagi sang gadis Akibara berteleportasi—lebih tepatnya diasingkan—ke dunia asing yang sama sekali bukan tempatnya berasal.Ada banyak yang patut dipertanyakan selama berada di sana. Ditambah lagi, hal-hal ganjil yang sul