Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap.
Suara pintu terbuka
"Krekkkkkmm...."
Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta.
"Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih
Mereka berdua menghela nafas....
"Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi.
Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik.
"Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya.
Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil.
Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Mama bercanda, ayo sarapan kalian harus terbang ke Amerika pagi ini!! Mama tunggu di bawah ya sayang." Kata tante Marta kemudian meninggalkan mereka.
"Iya ma" jawab mereka berdua
"Huhhhhh," Kata Piona dan Edwin membuang nafas mereka yang tertahan.
Tiba-tiba Edwin berbisik di telinga Piona
"Sayang, mau mandi bersama ku? "
Kata edwin lirih sambil tersenyum berharap.
Muka piona memerah seketika....
"Nggak Win, nggak aku nggak mau. Sudah Edwin, pergi mandi sana!" Piona mendorong Edwin untuk segera turun dari ranjang.
' Dia malah semakin berani.' batin piona
Edwin pun turun dari ranjang tanpa berpakaian sedikitpun. Piona yang melihat itu langsung meringkuk dibawah selimutnya.
"Edwin sana mandi!" teriak Piona dari bawah selimut.
Edwin tertawa terkikih melihat Piona bertingkah seperti itu.
"Iya, iya aku mandi" Edwin menuju kekamar mandi.
Setengah jam kemudian....
Edwin dan Piona sudah selesai mandi dan mempersiapkan koper mereka untuk dibawa ke Amerika.
"Piona sayang kamu udah siap ? "Kata Edwin sambil memasang jam tanganya.
"Udah sa--" Piona terhenti lalu membetulkan kata-katanya lagi.
"Udah win." Piona tertunduk sambil menutup kopernya.
Mulutku ini, bisa- bisanya kelepasan, Bodoh! Kata Piona dalam hati.
"Aku nggak keberatan kalau istriku memanggilku sayang." Edwin menggoda Piona lagi sambil tersenyum.
Piona beranjak pergi melewati edwin sambil menggigit bibirnya.
"Aku turun!" Kata Piona sambil berjalan meninggalkan kamar.
Aku semakin jatuh cinta padanya, Oh Tuhan. Edwin menggerutu sambil tersenyum
Edwin akhirnya menyusul kebawah untuk sarapan bersama.
Di Ruang makan
"Piona ambilkan piring untuk suamimu!!" Kata mama piona
"Iya ma," Kata Piona menurut.
Piona segera mengambil piring didapur dan mengambilkan nasi juga untuk Edwin.
"Edwin, kamu mau pakai apa?"
"Bisa kamu ambilkan aku telur dadar dan tumis brokoli !" Kata Edwin menunjuknya dimeja.
"Baiklah," Piona mengambilkannya kemudian memberikan piring itu kepada Edwin.
Edwin tidak bisa berhenti tersenyum, dia sangat ceria pagi hari ini.
"Sayang, Kenapa suamimu ceria sekali hari ini? apa yang kamu lakukan semalam?" Kata mama Piona spontan.
Astaga, aku harus jawab apa? Piona panik.
"E-anu, ma, emm-ee" Mata Piona melirik Edwin dengan muka merahnya
Edwin tersenyum cukup geli kali ini ....
"Jeng, tadi pagi waktu aku membangunkan mereka. Ya, aku tahu mereka tidak--"
Kalimat tante Marta terputus setelah Edwin menatapnya.
"Ma, please! nggak usah dibahas ya, ma!" Edwin berbicara ke mamanya dengan muka sangat manis dan halus.
Tante Marta pun terdiam.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Waktunya mereka berangkat ke bandara.
"Ma, aku berangkat ya ma, pah," Piona mencium pipi kedua orang tuanya dan memeluk tante Marta Dan papa Edwin lalu masuk ke mobil.
Edwin selesai menata bagasi mobilnya
"Ma, pah, Edwin berangkat ya!" Edwin ikut pamit.
"Edwin!"Panggil papa Edwin tiba-tiba.
"Iya pah." Edwin menoleh.
"Win minum ramuan ini! kamu akan tahu khasiatnya nanti."Kata papa Edwin sambil memberikan bungkusan berisi ramuan.
Papa memberiku ramuan ? Sepertinya aku tahu ini apa. Akhirnya Edwin memasukkan itu disaku celananya.
"Makasih, pah." jawab Edwin.
Kemudian Edwin masuk ke mobil lalu memakai kaca mata hitamnya dan berangkat.
Piona yang disebelahnya hari ini berdandan sangat cantik memakai dress selutut berwarna putih motif berbunga, tak luput juga Piona mengenakan kaca mata hitamnya yang menambah aura kecantikannya.
"Hei kamu diam saja?" Tanya Edwin masih menyetir.
"Aku tidak ingin membuyarkan konsentrasimu menyetir karena kita dikejar waktu." Jelas Piona.
"Baiklah." Jawab Edwin singkat.
Akhirnya Edwin tancap gas dan ngebut untuk sampai ke bandara.
Waktunya masuk kebandara dan ke counter check in karena sudah waktunya keberangkatan.
"Piona, barang-barang kita tidak ada yang tertinggal dimobil kan sayang ?" Tanya Edwin.
"Nggak ada win." Jawab piona.
"Oke, ayo kita berangkat!"Ajak Edwin sambil merangkul pundak Piona.
Kala itu wajah mereka sangat cerah, mereka berdua sudah mulai terlihat akrap dan suasana menjadi begitu menyenangkan.
Ketika berada di dalam pesawat
Piona mendapatkan tempat duduk tepat di sebelah jendela kiri, lalu Edwin berada tepat disamping kanan. Pemandangan diatas pesawat saat itu sangat indah membuat Piona terpesona dan beberapa menit melamun memandang pemandangan yang indah itu. Edwin tiba-tiba mulai jahil mencolek hidung Piona sampai Piona berbalik melihat Edwin karena terkejut.
"Mau coklat nggak ?" Tanya Edwin sembari membuka bungkusan merah berisi coklat berbentuk bola.
Piona hanya spontan membuka mulutnya.
" Aaaa ..."
Edwin memasukan coklat bola itu dimulutnya.
"Eummmmymym, makasih." Piona mengunyah coklat dengan begitu enaknya.
Edwin tertawa kecil, Edwin tidak bisa berhenti memandang istrinya itu.
Piona, setelah sekian tahun kamu memang sudah berubah menjadi wanita dewasa yang anggun. Kamu juga sangat baik, maafkan aku karena aku baru bisa jujur dengan perasaan ini sekarang, Edwin bergumam sendiri sambil mengunyah coklatnya.
Edwin sepertinya melihatku terus dari tadi, Dia kenapa sih? Batin Piona masih melihat kearah luar jendela pesawat.
Edwin teringat bungkusan yang diberikan papanya lalu spontan mengambil ramuan itu dari dalam kantongnya. Beberapa detik Edwin memandang bungkusan itu,
Pah, mungkin tanpa ini aku juga bisa memberimu seorang cucu, Batin edwin masih melihat bungkusan itu ditanganya. Edwin sama sekali tidak berniat untuk meminum ramuan itu.
"Itu apa?" Tanya Piona dengan polosnya
Edwin terkejut."Nggak kok, nggak itu bukan apa-apa." Edwin masih terpaku karena Piona bertanya.
Aneh, aku jadi penasaran, gumam Piona.
"Aku boleh lihat!" Tiba-tiba Piona merebut dari tangan Edwin
"Nggak, jangan!!"Kata Edwin yang tiba-tiba panik.
"Edwin, aku mau lihat!!"Piona masih berusaha mendapatkan bungkusan itu.
Tanpa sadar mereka bertengkar untuk memperebutkan bungkusan itu.
"Sudah ku bilang jangan!!"
Dan akhirnya Edwin berhasil merebutnya dari tangan Piona.
Ihh kenapa sih aku nggak boleh lihat? Batin Piona kesal. Piona kembali melihat pemandangan diluar jendela dengan wajah masamnya.
Bungkusan itu akhirnya di letakkan Edwin di kantong kursinya. Piona memperhatikanya dan masih penasaran. Edwin yang melihat Piona kesal mencoba menghiburnya.
"Sayang, jangan marah ya ?"Kata Edwin mengelus rambut Piona dengan penuh kasih sayang.
"Hemm, " Piona masih terlihat kesal
Tiba-tiba Edwin ingin kekamar mandi.
"Sepertinya aku kebelet, aku kekamar mandi sebentar ya syang "Kata Edwin
Piona yang masih marah Hanya mengaggukan kepalanya.
Setelah Edwin beranjak pergi dari kursinya menuju kekamar mandi. Piona perlahan mengambil bungkusan itu dari kantong kursi Edwin sambil melihat ke kanan dan kekiri.
Astaga aku penasaran, maaf Edwin, gumam Piona lagi.
Setelah bungkusan itu dibuka, Piona bingung bentuknya seperti minuman saset tapi tulisannya huruf China. Tapi rasa penasarannya nggak berhenti, Piona membuka tutup saset itu dan mencicipinya sedikit.
Rasa anggur, Kata Piona dalam hati.
Tanpa pikir panjang Piona meminumnya sampai habis setengah lalu tiba-tiba Edwin kembali ke kursinya dan melihat Piona meminum ramuan itu.
"Eitss, berhenti!!"Edwin merebut minuman itu dari tangan Piona.
Edwin menghela nafas panjang sambil menahan emosinya lalu kembali duduk di kursinya.
"Astaga!! kenapa kamu meminumnya sayang? kan sudah kubilang jangan!"Edwin terkejut.
Gawat!Edwin bergumam sambil melihat bungkusan itu dan dia terkejut isinya tinggal setengah.
"Maaf, aku sangat penasaran tapi rasanya benar-benar enak," Kata Piona dengan nada penyesalan sekaligus lega karena rasa penasarannya akhirnya terobati.
Edwin terduduk dan terdiam sejenak.
"Sayang, kamu merasakan hal aneh?"Tanya Edwin berbisik.
"Sama sekali nggak, hanya saja minuman ini membuat tubuhku lebih segar mungkinkah itu minuman suplemen?" Tanya Piona jadi penasaran.
"Ah, iya suplemen ya?seharusnya kamu tidak meminumnya."Kata Edwin lirih dan bingung.
"Apa?kenapa kamu bicara lirih sekali? "Kata piona.
"Ah nggak kok, iya itu suplemen."Edwin semakin bingung dan terpaksa berbohong.
"Kenapa kamu sangat pelit, jika itu suplemen?" Piona mengernyitkan dahinya serasa ada yang aneh.
"E-e-e soalnya ..."Edwin bingung menjelaskan.
Aneh kenapa Edwin jadi bingung begitu, seperti tidak rela aku meminumnya. Padahal aku hanya meminum setengahnya dan rasanya pun enak emang dasar Edwin pelit! Kata Piona agak sedikit kesal.
"Huuammmnnn, kenapa tiba-tiba aku mengantuk ya?win aku tidur dulu ya,"Piona tiba-tiba mengantuk lalu membetulkan bantal yang ada di kepalanya dan dengan cepat terlelap.
Piona mengantuk?Apa efek ramuannya bisa membuat kantuk? Apa papa salah memberikan ramuannya ya? Harusnya efeknya nggak kaya gini kan?Gumam Edwin penasaran.
GImana Seru kan? lagi-lagi author ingetin yah komentar dan bintangnya sekali lagi! kalau misal udah dikunci novel ini, kalian tidak perlu berkecil hati, log in aja di applikasi ini tiap hari bakal dapat koin juga kok. bisa baca tiap hari
Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya."Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama."Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu."Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa sec
Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.15 menit kemudian...Mereka selesai mandi dan berpakaian.Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.Edwin mendekapnya dari belakang"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu."Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka."Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas d
Edwin masih asik mengobrol dengan lusi, lusi pun sangat antusias ketika Edwin mulai mengenang masa kecil bersamanya. Lusi adalah teman kecilnya yang tahu kalau Edwin punya penyakit psikologi yang takut untuk dikagumi dan disukai orang lain. Lusi tidak pernah jujur dengan perasaannya karena penyakit yang diderita Edwin waktu itu. Lusi juga takut ketika Edwin tahu perasaannya waktu itu dia akan otomatis membencinya. "Gila! Berapa tahun coba kita nggak ketemu?"Kata Edwin sangat ceria dan dia lupa dengan Piona. "Hampir 6 atau 7 tahun ya? Aku juga sampai lupa?"Kata Lusi sambil menyerutup es teh di tangannya. "Btw, gimana kuliahmu? Udah selesai?"Tanya Lusi "Udah dong.kamu gimana ?" Tanya Edwin. "Aku juga baru selesai?" Kata lusi "Kok kamu tahu aku disini?" Tanya Edwin penasaran. "Kebetulan aja sih, kemarin aku sempet telpon tante Marta. Aku kangen sama dia terus tahu aku ada di LA. Dia ngasih tahu ak
Matanya beralih ke bibir kecil yang memucat itu. Piona seakan mengerti apa yang akan terjadi dan apa yang harus dia lakukan, Edwin menutup matanya lalu menyentuhnya perlahan, menggerakkan bibir atas dan bawahnya menyentuh setiap garis yang mulai basah permukaannya. Piona menutup matanya seakan mengikuti gerak yang membuatnya semakin terhanyut.Edwin menarik sentuhan bibirnya dan memandang Piona dengan wajah tersenyum, tergambar nyata bahwa dia sangat mencintai Piona. Edwin mengecup sekali lagi kening Piona dengan penuh kasih sayang dan memeluk istrinya itu ke dadanya. Hangat pelukan itu membuat Piona sangat nyaman sampai suatu ketika ada bunyi yang membuat Piona tersenyum geli” Kruyuk … ” suara itu terdengar jelas dari perut Edwin yang memang sedari tadi belum terisi apapun.Edwin benar-benar belum makan?kata Piona dalam hati sambil tersenyum.” Kamu senang suamimu kelaparan?&rdq
Edwin berdiri dengan mengepalkan tangannya, hatinya serasa tertusuk duri besar yang membuatnya sedikit terengah untuk bernafas, mukanya memerah dan matanya kembali bengis seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Edwin mencoba menahan emosinya ketika kejadian itu mengganggu pikirannya. Suasana hatinya semakin kacau, Edwin mendekati mereka berdua dan menarik baju Ardi lalu melemparnya kedinding. Tangan kiri edwin yang menahan pundak ardi untuk tetap berada dalam lingkupnya, kemudian tangan kanan Edwin mengepal bersiap untuk melayangkan pukulan ke wajah Ardi. Ardi pasrah dengan keadaan itu karna punggungnya sudah terasa sakit. Kepalan itu rasanya tertahan, Edwin terus melakukan pengendalian sampai akhirnya dia melepaskan Ardi. Edwin berlalu begitu saja setelah melihat Piona disampingnya, dia masuk ke dalam kamar tanpa sepatah katapun, pintu kamar itu dibanting cukup keras membuat Piona terkejut sekaligus ketakutan." Ardi, Maafkan Edwin!" Piona hanya bisa men
" Win kamu kok senyum-senyum sendiri mikirin apa ?" tanya Piona"Emm nggak mikirin apa-apa kok." mengelak tapi masih terus tersenyumEdwin membuka kamar penginapan." Aku mandi duluan ya win!" kata Piona sambil mengambil peralatan mandi dan piama tidurnya." Iya sayang." kata Edwin sambil membaringkan tubuhnya ke ranjang.Lima belas menit kemudian Piona selesai dan gantian Edwin yang mandi." Sayang, kamu nggak mau menggosok punggungku?" tanya Edwin" Nggak." Piona tiba-tiba ketus' Dia mulai berani lagi.'" Kamu kok galak sih sayang?" kata Edwin masih mengintip dari pintu kamar mandi." Sana Mandi, Edwin!!!" Piona menaikkan nada suaranya" Iya, iya aku mandi " kata Edwin sambil menutup kamar mandi.'Apa dia tidak pernah bosan menggoda
Edwin tidak lagi menahan hasratnya yang terus memburu membanjiri setiap liuk tubuh piona di malam itu. Piona menggeliat mendesah seolah tak ada lagi lampu merah yang menghentikannya. Tangan Edwin yang terus membelai piona yang sontak bergerak membuatnya semakin bergairah lagi. Pecah sudah desahan itu ketika puncak ruang itu membuat mereka lega dan berhenti dengan senyuman.Keesokan harinya.....Edwin masih tertidur pulas, piona terbangun dari tidurnya. Kali ini sudah tidak ada canggung dan malu pada dirinya. Piona sadar pada waktunya dia akan menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dan mau tidak mau dia harus siap.Piona mengecup kening Edwin dan beranjak dari ranjang untuk membuat kopi panas untuk suaminya itu."Sayang... bangun!" Piona membangunkan Edwin perlahan di pinggir ranjang sambil membelai rambut suaminya itu.Edwin mengusap matanya yang tidak mau terbuka karena mere
Apa Piona telat makan ya? kok dia mual padahal makanan ini enak.'Gumam Edwin dalam hatinya."Sayang kamu telat makan?"Tanya Edwin."Uwwwk...uww. Bentar sayang aku mau ke toilet dulu. Aku sejak tadi tidak berhenti muntah." Piona menahan untuk muntah sambil berlari ke kamar mandi.Edwin cemas.Piona kenapa ya ? Semua salahku coba aku makan dari tadi pasti dia juga makan dan nggak telat kaya gini.Edwin mengikuti Piona sampai depan toilet.Beberapa menit kemudian Piona keluar dari dalam Toilet"Sayang kamu nggak papa?Wajahmu pucat sekali?"Tanya Edwin. Sambil membelai wajah istrinya."Aku nggak pap..." Piona tiba-tiba pingsan di pelukan Edwin."Sayang, kamu kenapa?" Edwin menggendongnya lalu membawanya mencari suster ataupun dokter.Mereka akhirnya membawa Piona ke ruang tindakan. Edwin cemas di dep