Share

Bab 2 Sahabat dan Ancaman Pertama

Alice kembali ke apartemennya dengan wajah begitu kusut, wanita yang biasanya super duper mewarnai hari-hari hidupnya dengan senyum dan tawa, kini harus menunjukan wajah murungnya.

Alice masuk ke apartemennya dan langsung saja melempar tas dan jaketnya    begitu saja di atas sofa, ia sendiri lalu merebahkan tubuhnya dengan malasnya tak jauh dari barang-barangnya di atas sofa itu.

"Kenapa Lice? Kenapa wajah kamu sekusut pakaian yang baru keluar dari pengering mesin cuci?" tanya seseorang kemudian.

Alice tak menjawab pertanyaan itu.

Orang itu lalu mengambil tas dan jaket yang Alice lempar begitu saja di atas sofa lalu menggantung tas dan jaket    itu pada gantungan.

Orang itu tak lain adalah Viona Rahaya, dia adalah seseorang yang bukan hanya sahabat, tapi juga sudah seperti saudara dan orangtua untuk Alice.

Mereka telah tinggal bersama di apartemen itu lebih kurang 6tahun lamanya semenjak Vio bekerja di sebuah Pusat Rehabilitasi Jiwa di kota Grazia sebagai seorang konselor.

Alice dan Vio merupakan sahabat sejak mereka kecil. Kedua orangtua mereka juga merupakan teman bisnis.

Sama sama di anugerahi kecantikan dan kepintaran, kedua gadis itu tumbuh dengan begitu banyak kesuksesan. Setelah Lulus SMA    keduanya lalu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Alice mengambil fakultas kedokteran di sebuah Universitas Negri ternama lalu menjadi seorang dokter pada usia 22 tahun, sedangkan Vio memilih fakultas Psikologi dan menjadi seorang konselor yang cukup sukses pada usianya yang ke 22 tahun juga.

Banyak pria yang datang silih berganti mengisi kehidupan keduanya, mereka juga wanita yang cukup populer sejak sekolah bahkan saat mereka kuliah, banyak lelaki yang berusaha mendekati keduanya. Namun sampai saat ini tidak ada satupun dari para lelaki itu yang mampu membuat keduanya ingin tetap hidup bersama dalam pernikahan.

Vio pernah sangat mencintai seorang lelaki dalam hidupnya, namun sebuah malapetaka datang sehari sebelum pernikahannya. Tristan, lelaki yang dicintainya itu meninggal karena terjatuh ke Laut dari atas kapal Pesiar yang mereka tumpangi.

Tristan, Vio dan Alice, ketiganya adalah sahabat, mereka bersahabat sejak mereka menempuh pendidikan SMU, kedekatan diantara ketiga insan tersebut sama sekali tak tergoyahkan bahkan tak disangka jika akhirnya Tristan dan Vio mengumumkan kalau mereka saling mencintai. Alice begitu bahagia ketika mendengar kedua sahabatnya itu akan segera menikah. Ia membayangkan jika persahabatan diantara mereka akan berlanjut ke anak cucu mereka, ia bahagia membayangkan sebentar lagi akan menggendong bayi dari pernikahan kedua sahabatnya itu.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena sehari sebelum pernikahannya, Vio harus kehilangan orang yang dia cintai untuk selamanya.

Semenjak itu, Vio tidak lagi ingin mencintai pria manapun dalam hidupnya. Hatinya menjadi seperti bekuan es dikutub Utara, ia bahkan tak mampu mencairkan kebekuan hatinya itu, ia bisa mengobati dan menghibur pasiennya yang menderita hal yang mirip dengan apa yang dialaminya, tapi ia sendiri tak mampu untuk menyembuhkan hatinya sendiri.

Malampun semakin larut, Alice sibuk dengan pikirannya sendiri, ia bahkan tak mengucapkan sepatah katapun pada sahabatnya itu. Setelah membersihkan diri Alicepun lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Viona tak mengganggu sahabatnya itu, ia membiarkan Alice dengan pikirannya sendiri, Vionapun sibuk di depan meja kerjanya dengan beberapa berkas yang harus diselesaikan.

...

Pagipun tiba...

Setelah mereka bersiap dan menghabiskan sarapan mereka pagi ini, sepiring nasi goreng buatan Viona. Kedua sahabat itu lalu bergegas menuju tempat bertugas mereka. Viona lebih dulu mengantarkan Alice ke Rumah Sakit sebelum menuju ke tempat kerjanya.

"Maaf bebh, semalam tidak sempat bercerita denganmu." Kata Alice memulai pembicaraan.

"It's okey bebh... Aku ngerti kamu, tenang aja." Balas Viona santai sambil tersenyum manis memperlihatkan gigi-giginya yang tampak putih dan tersusun rapi. "Semalam juga aku banyak kerjaan yang harus diselesaikan jadi kalau kamu curhat semalam otomatis akunya gak fokus dengarin cerita kamu." Lanjut Viona kemudian.

"Iya bebh... Terimakasih ya!" Ujar Alice tulus.

"Terimakasih? Untuk apa?" Tanya Viona lagi.

"Terimakasih sudah menjadi sahabat terbaikku!!" Jawab Alice lalu memeluk Viona.

"Kamu ya bebh... Kirain apa." Viona membalas pelukan Alice.

Viona lalu melajukan mobilnya, mereka bernyanyi bersama menikmati lagu klasik dari Banda Neira, tersenyum dan tertawa bersama.

'Pagi yang indah, semoga sepanjang hari ini juga seindah pagi dan secerah mentari pagi' batin Alice.

...

Alice sedang sibuk memeriksa pasien di IGD saat seorang perawat menghampirinya dan mengatakan jika direktur RS memanggilnya segera untuk menghadap ke ruangannya.

Setelah selesai memeriksa pasien dan menulis terapi obat untuk diberikan pada pasien tersebut, Alice segera menuju ruangan direktur RS.

"Selamat siang Pak, apa yang membuat Bapak memanggil saya ke ruangan Bapak?" tanya Alice ketika berada dalam ruangan direkturnya.

"Alice, saya menginginkan kamu untuk harus bekerja secara profesional." kata direktur kemudian

"Mohon maaf pak, maksud bapak bagaimana?" tanya Alice kemudian.

"Saya mendapat laporan jika kamu pergi ke Hall of Cyber Police untuk menyatakan keberatan kamu terhadap kasus seorang model yang dinyatakan meninggal karena bunuh diri!!" Kata direktur tersebut dengan nada yang cukup keras.

"Iya pak, saya pergi ke sana karena..."

"Cukup dr.Alice, kamu tahu jika tugas kamu hanya memeriksa dan mengobati pasien yang dibawa ke RS ini dengan baik. Permintaan Visum bisa keluar saat ada Surat Resmi dari Kepolisian untuk meminta Visum, baru hasil Visum bisa dikeluarkan. Kamu paham akan hal itu kan?" tanya direktur itu kemudian.

"Iya pak, saya paham. Tapi sebelum hasil visum keluar, pihak Cyber telah lebih dulu menyatakan bahwa itu kasus bunuh diri, padahal kita musti menyelidikinya lagi Pak. Saya yakin dari hasil visum saya gadis itu meninggal karena dibunuh Pak." Kata Alice dengan sengit.

"Kita mungkin bisa meminta persetujuan keluarga untuk melakukan otopsi, Pak." Lanjut Alice kemudian.

"Cukup Alice, keluarganya sudah meminta agar kasus ini ditutup dan jasad gadis itu sudah dikebumikan. Mereka sudah mengikhlaskan kepergian putrinya dan memohon agar kasus ini tidak diperpanjang". Direktur tersebut membantah argumen Alice.

"Saya harap kamu paham apa maksud saya. Sekarang kamu boleh kembali bekerja." Lanjut direktur itu.

"Tapi Pak...." Alice masih ingin berkata, namun pembicaraannya dipotong direktur tersebut dengan mengangkat tangannya, dan menunjuk ke arah pintu sebagai bahasa isyarat agar Alice keluar dari ruangan itu.

Alice akhirnya mengurungkan niatnya untuk berdebat lagi, dia akhirnya berjalan ke arah pintu. Saat Alice akan keluar, direktur tadi berkata lagi "Alice, jika kamu masih tidak mendengarkan saya dengan bijak, saya mungkin bisa mengeluarkan kamu secara tidak hormat dari Rumah Sakit ini." Ancam direktur pada Alice.

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status