Saat Alice dilanda dilema dengan masalahnya saat ini, Viona tampak berbahagia, ia tampak sedang melamun dan sesekali tersenyum sendiri. Viona mengingat tentang senyum manis nan menawan yang di perlihatkan lelaki berseragam tadi, wanita itu seakan ingin mengakhiri kebekuan dari hatinya. Viona membayangkan pertemuan pertamanya dengan lelaki itu, membayangkan senyum manis yang terasa menghangatkan jiwanya yang dingin, ia mengingat tatapan mata yang terpancar dari bola mata pria itu, saat ia melepaskan kacamatanya dan pandangan mereka bertemu. Viona merasakan sesuatu hal yang tampak berbeda dari pria itu. Suaranya dan cara bicaranya yang terdengar begitu sopan namun tegas, ia mulai terpikat oleh lelaki yang baru saja dikenalnya itu.
Setelah sekian lama sendiri dalam kesepian semenjak sosok yang sangat dicintainya pergi meninggalkannya, kini ia kembali merasakan getaran itu. Perasaan yang sama namun dengan orang yang berbeda, Viona mulai menikmati debaran jantung yang terasa cepat ketika ia mengingat pria itu, akankah ia bisa melupakan sosok Tristan yang meskipun telah tiada namun masih melekat di kalbunya.
Ia kemudian mengenang kembali kisahnya yang telah lalu.
Kejadian itu sudah 3 tahun yang lalu, saat mereka mempersiapkan acara pernikahan mereka yang rencananya akan mereka lakukan diatas kapal pesiar. Lelaki yang mencuri hati Viona sejak mereka masih duduk di bangku SMU itu, tiba-tiba terjatuh ke laut lalu menghilang begitu saja. Mayatnya tidak ditemukan, namun kepolisian setempat menyatakan bahwa Tristan telah meninggal dunia, kekasihnya itu pergi sebelum mereka sempat mengucapakan janji pernikahan. Sejak saat itu, hati Viona menjadi beku. Dia yang biasanya sangat periang dan mudah bergaul dengan siapapun, berubah menjadi wanita dingin yang tak mau membuka hatinya kembali untuk pria manapun, menjadi pendiam dan jarang menampakan senyumnya untuk siapapun. Viona hanya sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang konselor, wanita lulusan sarjana psikologi klinik ini lalu mendedikasikan dirinya sebagai seorang konselor di Pusat Rehabilitasi Jiwa kota Grazia.
Wanita itu tersenyum, lalu berkata dalam hati 'Mungkin ini saat yang tepat untuk melupakanmu Tristan, kau sudah terlalu banyak membuatku menderita tanpa kehadiranmu. Sekarang ijinkan hati ini untuk memilih jalannya sendiri'
Viona tersadar dari lamunannya ketika seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya.
"Nona Viona, ada seseorang klien yang baru masuk, sepertinya dia membutuhkan anda untuk konsultasi." ujar seorang wanita paruh baya ketika pintu terbuka.
"Oke Oma Rita sayang, sebentar lagi saya kesana!!" kata Viona sambil beranjak dari tempat duduknya. Ada sesuatu yang berbeda dari biasanya, dan wanita paruh baya itu mengerti bahwa Viona kembali menjadi dirinya yang sebenarnya, kembali menjadi Viona 3 tahun yang lalu.
...
Viona memasuki ruangan itu dengan sedikit tergesa-gesa, tampak diruangan itu seorang klien yang berteriak-teriak dengan histeris. Ada dua perawat yang berusaha menenangkannya sambil memegang kedua tangan lelaki itu.
"Apakah dr.Febrian telah memberikan obat penenang?" tanya Viona kemudian.
"Sudah, kami baru saja menyuntikkannya." kata seorang perawat menjawab pertanyaan Viona.
"Oke baiklah" kata Viona lalu bergegas kearah tempat tidur dan memegang jemari tangan lelaki itu.
"Selamat sore pak, Saya Viona Rahaya saya seorang konselor disini." Sapa Viona memperkenalkan diri. "Bapak boleh menceritakan semua masalah bapak kepada saya. Sekarang bapak harus menenangkan diri bapak dahulu." Kata Viona kemudian.
"Wanita itu ada didepan pintu, dia belum mati." Kata lelaki itu sambil menunjuk ke arah pintu.
Viona dan kedua perawat itu lalu mengikuti arah jari pasien itu dan menatap kearah pintu, tak ada seorangpun di sana.
"Bapak sayang" kata Viona lembut "Tidak ada seorangpun di sana, sekarang bapak tenanglah dulu. Dan mari ceritakan kepada saya, siapa wanita yang bapak maksud itu." Viona berusaha menenangkan pria itu dan mulai menggali cerita dari pasiennya tersebut.
Viona lalu meminta kedua perawat tersebut untuk melepaskan tangan klien itu, ia kemudian memperbaiki posisi tidur klien itu dengan menaikan bantal kepalanya dan memberikan posisi yang nyaman pada lelaki itu untuk bercerita. Viona meminta untuk ditemani seorang perawat saja jika sewaktu-waktu pasien ini kembali histeris, sedangkan perawat yang satunya boleh meninggalkan ruangan itu.
Viona mengambil posisi duduk disamping tempat tidur klien, sedangkan perawat yang menemaninya duduk didekat kepala klien tersebut dengan sebuah bangku.
"Bapak, sekarang bapak boleh bercerita kepada kami berdua apa yang bapak pikirkan dan rasakan saat ini. Bapak percayalah kami berdua akan membantu bapak menyelesaikan masalah bapak." kata Viona dengan tenang.
Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya dan kemudian menangis. "Saya sudah melakukan kesalahan besar, saya patut dihukum untuk itu. Tapi tolong katakan pada wanita itu jangan ganggu saya lagi. Saya tidak ingin hidup jika harus seperti ini." Lelaki itu kemudian berkata demikian sambil menangis sesenggukan.
"Siapa wanita yang bapak maksud?" tanya Viona kemudian.
"Gadis cantik itu, dia masih hidup." kata lelaki itu sambil menatap tajam kearah Viona. Viona balik menatap mata pria itu, dengan menggenggam tangan lelaki itu Viona berkata "Siapa nama gadis yang anda maksud pak?"
"Gadis itu" lelaki itu menunjuk kearah pintu "Caroline Williams".
...
Alice sampai di apartemennya, ia begitu terkejut ketika ia membuka amplop surat yang diberikan suster Ezra tadi padanya, terdapat sebuah catatan kecil yang berisi catatan tangan dari Bapak Alfred, pasien yang masuk kemarin siang di shift jaganya yang diantarkan oleh seorang psikiater.
"Wanita itu masih Hidup!! Dokter Alice, Coroline Williams dia masih hidup!!" itu pesan yang di tuliskan Tn. Alfred padanya sebelum ia keluar dari Rumah Sakit.
Alice tampak gusar dengan semua yang terjadi padanya hari ini. " Wanita itu masih hidup dan membuat diriku hancur seperti ini, lalu jasad siapa yang aku periksa 3 hari yang lalu?? Hah, kalau dia masih hidup lalu makam siapa yang aku datangi tadi??" Alice berteriak dengan marah nya, dia menghamburkan barang-barang yang ada di atas meja kerjanya, lalu berteriak histeris.
Alice duduk disudut kamar dan menangis sesenggukan, dia menangisi karirnya, menangisi setiap kata yang keluar dari mulut direkturnya tadi, menangisi kata-kata yang diucapkan wanita dikuburkan tadi, juga menangisi kenapa disaat seperti ini ada seseorang yang mengungkapkan cinta padanya.
Alice lalu beranjak dari duduknya dan menuju dapur. Ia mengambil sebotol anggur dari kulkas dan ia pun duduk di ruang tamu sambil menikmati anggur dan rokoknya. Ini adalah sisi lain dari pribadi Alice yang tak banyak orang mengetahuinya. Ponsel Alice berdering, tapi wanita itu enggan beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil Ponsel yang entah ada dimana, hanya suara ponsel itu yang berdering memenuhi ruangan apartemen yang sunyi. Suara ribut dari ponsel itu sama sekali tidak dihiraukan Alice, sedangkan wanita itu yang sedang berbahagia di sana ingin memperdengarkan kabar baik itu pada Alice, wanita itu berusaha untuk terus menghubungi Alice, namun tetap tak ada jawaban. Ada hal baik yang ingin diceritakan wanita diseberang sana, mungkin cerita itu merupakan keberuntungan lain yang dapat Alice peroleh hari ini. Wanita itu adalah sahabatnya Viona Rahaya.
Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih
Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda it
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia
Azka beserta kedua anak buahnya George dan Achmed membawa Tuan Alfred yang tampak bingung itu keluar dari Ruangan rawatnya di Pusat Rehabilitasi Jiwa. "Saya mau dibawa kemana lagi?" tanya pria itu dengan bingung dan tampak ketakutan sambil memperhatikan borgol yang kini terpasang ditangannya. Pertanyaannya itu tidak mendapat jawaban dari ketiga pria yang membawa dirinya itu.Mereka memasukan lelaki itu ke dalam mobil lalu membawanya berlalu begitu saja.Alice, Viona dan Oma Rita memandangi keluarnya mobil itu dari atas balkon dengan penuh tanda tanya."Sepertinya halusinasinya muncul karena rasa bersalahnya pada gadis yang dia bunuhnya itu." ungkap Alice seketika yang langsung segera dibantah oleh Viona."Bukan Tuan Alfred pembunuhnya. Aku yakin Alice, bukan dia pembunuhnya." Kata Viona sambil menatap dalam kearah Alice."Apa yang membuatmu begitu yakin Vio? Kau punya buktinya?" Tanya Alice seketika.Viona menggelengkan kepalanya. Disaat bersamaan
Viona memasuki ruangan itu dengan sebuah keyakinan penuh bahwa ia akan memenangkan hati Tn.Alfred agar mau menceritakan semua kepadanya, didapatinya Tn.Alfred hanya terduduk murung di kursinya sambil menatapi tangannya yang masih juga di borgol.Viona mendekati pria itu lalu duduk di kursi yang telah disediakan di dalam ruangan itu berhadapan dengan pria itu dengan sebuah meja yang memisahkan keduanya. Tn.Alfred menyadari kehadiran seseorang, lalu mengangkat wajahnya yang sejak tadi hanyak tertunduk lesu. Wajah itu tampak sendu, namun saat melihat wanita didepannya pria itu lalu tersenyum menampakkan giginya yang tidak terurus."Bapak sudah makan?" tanya Viona kemudian, pria itu hanya menggeleng.Viona lalu mengirim pesan singkat kepada Alice agar mereka menyiapkan makanan untuk Tn.Aldred."Saya ingin melepas borgol ini, Dokter" kata lelaki itu pada Viona, dia menyangka bahwa Viona adalah dokternya."Baiklah, nanti sebelum makan borgolnya akan di lepask